Sabtu, 18 Mei 2024

Indonesia Berkemajuan dan Muhammadiyah

Oleh : Fauzan Anwar Sandiah

Konvensi Nasional Indonesia Berkemajuan (KNIB) resmi ditutup pada Selasa, 24 Mei 2016. KNIB sebagai sebuah ruang diskursif, menghasilkan enam gagasan pokok. Menariknya, enam gagasan pokok ini sepertinya lebih mencerminkan refleksi jatidiri Muhammadiyah bagi Indonesia pada waktu yang tepat. Muhammadiyah sebagai gerakan sipil tumbuh dan berkembang dalam rentang waktu yang berubah; kolonial hingga reformasi. Sebuah rentang yang panjang, dan sebuah peluang baru untuk bercermin atas kerja-kerja ril selama satu abad. KNIB dengan demikian harus dilihat sebagai momentum baru bagi Muhammadiyah untuk berimajinasi kembali secara bebas soal “Berkemajuan” yang lebih kontekstual. Sama seperti yang sudah dilakukan Muhammadiyah pada tahun 1912 ketika memaknai Berkemadjoean.

Konteks Lahirnya Indonesia Berkemajuan

Pasca reformasi tahun 1998 distribusi gagasan-gagasan memberi warna bagi sisi lain warisan Orde Baru yang bertahan. Indonesia pasca politik Orde Baru meninggalkan sejumlah pertanyaan mendasar. Kekerasan etnik dan kelompok, problem agraria, kemajuan di bidang teknologi berbasis pro-ekologi, hingga pembuatan kebijakan yang berpihak pada kepentingan publik masih berada dalam ruang tanda-tanya. Sampai pada tingkat tertentu, eksperimentasi ide-ide memajukan Indonesia belum memberi catatan yang positif. Di sisi lain, perkembangan signifikan justru lebih banyak diwarnai oleh daya tahan gerakan masyarakat sipil dalam memperjuangkan demokrasi. Tak salah jika sejumlah ahli melihat bahwa kunci demokrasi di Indonesia terletak pada dua hal. Pertama adalah peran gerakan masyarakat sipil yang diberi ruang bagi pembangunan bangsa. Kedua, keterikatan antara elit politik dan aspirasi politik kelas bawah.

Perkembangan signifikan dalam taraf tertentu justru dicapai oleh gerakan masyarakat sipil. Muhammadiyah sebagai gerakan masyarakat sipil di bidang sosial keagamaan misalnya memberi ruang bagi aspirasi politik yang termarjinalkan. Kemenangan Muhammadiyah bersama beberapa unsur elemen masyarakat yang berhasil menggugat UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air, serta terlibat dalam proses revisi UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi merupakan catatan penting perkembangan signifikan gerakan masyarakat sipil. Tentu saja ini merupakan bukti langsung bagaimana gerakan masyarakat sipil merupakan pilar penting bagi demokrasi Indonesia. Kehadirannya merupakan syarat mutlak bagi kemajuan Indonesia.

KNIB sebagai sebuah ruang diskursif sebagaimana yang dipahami, juga membawa hasil dari eksperimen-eksperimen Muhammadiyah sebagai gerakan sipil. Beberapa prasasti yang ditandatangani pada pembukaan KNIB adalah sekian dari banyaknya inovasi Muhammadiyah. Prasasti energi mikrohidro dan prasasti observatorium Muhammadiyah memperlihatkan pekerjaan yang serius di bidang ilmu pengetahuan.Muhammadiyah menampakkan bahwa gerakan masyarakat sipil terus hidup secara mandiri. Di luar itu, keberpihakan Muhammadiyah terhadap proses marjinalisasi HAM dari kasus Siyono adalah pertanda gerakan ini menembus batas-batas. Sejak tahun 1912, Muhammadiyah terlatih cekatan merespon problematika bangsa.

Pasca KNIB dilaksanakan, sejumlah pertanyaan muncul. Bagaimana menggerakkan gagasan-gagasan KNIB?. Gambaran paling umum dari jawaban yang cukup tepat terletak pada penyusunan sejumlah agenda yang meliputi sasaran-sasaran jangka panjang penerapan ide-ide Indonesia Berkemajuan. Indonesia sama seperti Negara lainnya, menghadapi penilaian berbasiskan pengukuran. Mode sosial di Indonesia juga didominasi oleh orientasi kinerja. Maka tak salah lagi, cara menggerakkan gagasan dalam KNIB adalah dengan menerapkan suatu cara pengukuran bekerjanya gagasan KNIB. Meskipun begitu, cara pertama melakukannya adalah dengan memahami bahwa gagasan-gagasan yang didengungkan dalam KNIB harus dibagi menurut kategori cara dan tujuan. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, tentu saja bukan cara melainkan tujuan.

Mudah dipahami mengapa banyak pihak yang menginginkan gagasan-gagasan dalam KNIB segera terealisir melalui serangkaian agenda yang spesifik. Hanya saja persoalannya tak bisa dilakukan satu arah. Muhammadiyah misalnya membutuhkan etos volunterisme dari seluruh kalangan untuk mengambil perannya masing-masing. Indonesia Berkemajuan ala Muhammadiyah merupakan sebuah cara untuk menyatakan bahwa setiap gagasan yang memberi peluang bagi perbaikan Bangsa merupakan cara awal untuk menghadapi hambatan. Indikator menggerakkan KNIB dengan demikian secara sederhana terletak pada bagaimana konvensi ini mengelola gagasan, merayakan kembali tindakan praksis (yakni keterkaitan antara aksi dan praktik), dan meramaikan proses berbagi yang kolaboratif. Muhammadiyah sebagai penyelenggara Konvensi tentu saja sudah melakukan hal itu. Kinerja Muhammadiyah dapat diukur dengan mudah, hanya saja ekspektasi baru dalam KNIB tak dapat diserahkan sendiri pada Muhammadiyah. Misalnya agenda soal mempertahankan keadilan bagi masyarakat harus bersih dari politisasi isu yang beberapa waktu belakangan ini justru dimainkan oleh kelompok-kelompok tertentu. Hanya saja perlu berhati-hati juga agar tidak terjatuh ke dalam perspektif yang percaya bahwa cara paling praktis untuk menyelesaikan masalah terletak pada model ortodoksi tertentu. 

Maka dibutuhkan cara baru dalam memahami bagaimana gagasan-gagasan yang dihasilkan KNIB bekerja. Ketika memperhatikan kinerja Muhamamdiyah misalnya sebagai gerakan masyarakat sipil, kita juga harus menghargai reproduksi gagasan sebagai indikator pertama. Apresiasi terhadap gagasan yang beredar selama KNIB akan menjadi cara untuk menata kembali format dan strategi baru. Alasannya karena gagasan-gagasan tersebut sebenarnya sedikit-banyak merupakan umpan refleksi dari kerja-kerja ril Muhammadiyah selama satu abad lebih. Indonesia adalah arena kontestasi berbagai kepentingan. KNIB sebagai strategi pengarusutamaan berbagai isu kebangsaan sebenarnya telah dirumuskan dengan baik dalam tataran implementasi. Jika mempertimbangkan berbagai naskah sebelum KNIB diselenggarakan yang berbicara mengenai strategi Berkemajuan ala Muhammadiyah kita bisa melihat beberapa hal menarik. Dengan demikian, pertanyaan tentang bagaimana menggerakkan gagasan-gagasan KNIB harus memperhatikan satu prinsip utama bahwa mempraktiskan gagasan tidak selalu benar. Lebih tepat jika, melalui gagasan-gagasan pokok muncul imajinasi baru soal Indonesia Berkemajuan serta refleksi-refleksi penting atasnya.  

Tiga Catatan Untuk KNIB

Pasca krisis ekonomi dan serangkaian percobaan atas demokrasi melalui momentum reformasi, Indonesia menghadapi tantangan yang tak boleh dibiarkan berlarut. Setelah melewati Orde Baru yang berkepanjangan, bersamaan dengan tunggalnya orientasi politik di Indonesia, KNIB harus dimaknai sebagai salah-satu simbol bagi era keterbukaan yang sebenarnya. Beberapa alasan yang patut dijadikan pegangan adalah KNIB muncul sebagai forum formal di tengah menguatnnya diskusi-diskusi kelompok epistemik dalam berbagai ranah. Muhammadiyah tentu saja tampil dalam panggung diskursif setelah cara kerjanya dibuktikan selama satu abad.

Panggung diskursif Muhammadiyah sesungguhnya memang jauh lebih rapi, mulai dari Tanwir hingga Muktamar. Tetapi nilai penting KNIB sebagai panggung diskursif formal Muhammadiyah terletak pada jangkauannya. KNIB menjangkau beragam perspektif dan pencerapannya dari berbagai sumber. Dahlan Rais menyebutnya dengan “forum lintas kelompok”. Substansinya tetap sama dengan panggung diskursif Muhammadiyah lainnya, tetapi memiliki warna khas. Dalam KNIB, tentu saja Muhammadiyah terlihat lebih “percaya diri” karena telah melewati proses pembuktian selama sekian abad. Saat negara tak siap dengan situasi geografis yang rentan dengan dinamika alam, Muhammadiyah memiliki Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC). Tradisi literasi media pers Muhammadiyah bertahan sejak 1912; Suara Muhammadiyah.

Kepercayaan diri yang tinggi dalam KNIB dengan demikian bukan semacam ajang bertukar ide, tetapi untuk menemukan ruh segar dalam mereviltasasi basis kerja ril Muhammadiyah selama satu abad bagi negara-bangsa. Juga, sebagai tanda bahwa Muhamamdiyah  siap dengan kolaborasi-kolaborasi baru. Rakernas Majelis Pustaka dan Informasi Muhammadiyah yang belum lama selesai menjelang KNIB juga memberi tanda bahwa Muhammadiyah siap dengan ide-ide pencerahan yang segar berbasiskan keberpihakan yang bertumpu pada jejaring kolaboratif dengan berbagai pihak. Muhammadiyah menunjukkan bahwa dirinya tak berkerut di tengah dunia yang semakin pragmatis. KNIB menjadi sisi lain.

PascaKonvensi Nasional Indonesia Berkemajuan,enam gagasan pokok soal kebangsaan tampaknya akan menjadi penuntun partisipasi kolaboratif antara Muhammadiyah dan pihak mana saja. Hal ini tentu saja membuktikan bahwa Muhammadiyah lahir bukan sebagai anti-tesis gerakan misionaris sebagaimana yang diungkap oleh Alwi Shihab. Sekaligus juga menandakan pergeseran penting yang perlahan menunjukkan bahwa Muhammadiyah tak sekedar gerakan urban sebagaimana yang disinyalir oleh Kuntowijoyo. Sebenarnya, melalui enam pokok gagasannya, tampaknya KNIB memberi wajah baru bagi era keterbukaan internal Muhammadiyah sendiri. Terutama dalam diskusi-diskusi soal pengelolaan multikulturalisme, serta bagaimana menjaga kolaborasi yang tetap berorientasi pada pembentukan kekuatan gerakan masyarakat sipil ini. Muhammadiyah sekali lagi seakan memberitahu kepada semua kadernya bahwa dialektika adalah keniscayaan dalam ber-Muhammadiyah. Sebab Muhammadiyah lahir, tumbuh, dan besar dari penerimaannya terhadap dialektika zaman.

Terdapat tiga hal yang perlu dicatat untuk menemani enam gagasan pokok KNIB. Pertama, kolaborasi antara berbagai pihak merupakan konsekuensi dan warisan sejarah pembentukan negara-bangsa. Salah-satu alasan mengapa Reformasi tahun 1998 gagal menggerakkan perubahan secara menyeluruh karena gerakan masyarakat sipil tak cukup mampu berkolaborasi. Disorganisasi yang terjadi antara kelompok agamawan, negarawan, dan gerakan masyarakat sipil lainnya telah menjadi alasan mengapa perkembangan Indonesia berputar pada pemenuhan hasrat sebagian kelompok. Kita harus melihat bahwa KNIB secara simbolik hadir sebagai semacam “presidium” yang tertunda lama pasca Reformasi 1998. Terutama bagi Muhamamdiyah sendiri.  Ketidakmampuan berkolaborasi membentuk presidium saat itu membuat Indonesia menjadi jumud. Sinisme yang merebak antara tiap kelompok, dan berputar-putarnya diskursus dalam persoalan kecil malah membuka eksploitasi berkepanjangan di Indonesia. Persoalan klasik dalam bidang agraria, ekonomi, dan literasi yang tak pernah selesai sudah menjadi bukti telak bagaimana kondisi sebenarnya Indonesia pasca 1998. Kolaborasi penuh antara setiap kelompok akan memperbaiki kerusakan yang tak terbendung.

Kedua, Masyarakat sipil, dan negara harus mengakui bahwa negara dibangun atas komitmen politik banyak pihak. Pemaksaan berdasarkan pada kepentingan segelintir kelompok akan membuka kembali era otoritarianisme baru. Indonesia pernah mengalami sejarah kelam ini saat Kapitalisme Terpimpin berubah menjadi Kapitalisme Swasta yang melahirkan otoritarianisme oligarkis.Pada masa semacam itu, kreatifitas menjadi tunggal, literasi dikekang, dan imajinasi-imajinasi soal “bela-negara” menjadi semu di bawah kepentingan militerisme. Perwujudan Indonesia Berkemajuan dalam perihal keamanan, kesatuan, keadilan, dan kesejahteraan hanya dapat diperoleh dari manajemen kepentingan yang adil dan bebas dari imajinasi semu. Negara dalam hal ini elit politik dan kelompok militer serta kelompok kelas menengah harus memperhatikan kepentingan aspirasi politik kelompok bawah. Keterisolasian kebijakan dan implementasi politik dari aspirasi politik kelompok papah akan menjadi problem pada proses perwujudan demokrasi di Indonesia. Dengan demikian, akan sangat penting membasiskan kembali arah kebijakan Negara dengan berbagai aspirasi.

Ketiga, Indonesia Berkemajuan harus bebas dari imajinasi-imajinasi semu soal “pertumbuhan”, “Kemajuan”, ataupun “demokrasi” negara yang hanya diukur dari indeks-indeks asumtif. Indonesia Berkemajuan harus berasal dari pemaknaan baru. Max Lane, dalam Unfinished Nation memberi catatan bahwa Indonesia yang baru dicirikan atas kemampuannya memaknai kembali negara-bangsa yang lepas dari imajnasi semu warisan Orde Baru. Indonesia Berkemajuan hanya dapat dicapai lewat penghapusan pembatasan terhadap peluang-peluang baru. UU yang mengekang kebebasan literasi, menjadi penghalang Indonesia Berkemajuan. Pertumbuhan dalam hal ekonomi yang diukur lewat Indeks Gini sangat sia-sia jika kebebasan literasi dikekang. Keberhasilan ekonomi kreatif hanya menjadi laporan yang tak berguna jika kedaulatan ekonomi yang pro-ekologi hanya jadi verbalisme politik. Tentu saja, bersamaan dengan itu semua, Indonesia Berkemajuan hanya bisa diwujudkan dengan pemberian peluang yang besar bagi kolaborasi-kolaborasi antar berbagai kelompok.

Indonesia Berkemajuan adalah soal seberapa siap semua pihak menerima kemajuan yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah dengan kekuatan massanya memiliki kesempatan struktural yang tak terelakkan. Apalagi dengan tradisi gerakan yang terus hidup, Muhammadiyah punya kekuatan untuk memassifkan ide-ide mewujudkan Indonesia Berkemajuan. Kekuatan itu akan bertambah besar dan semakin bermakna dengan etos kolaborasi yang menjadi pilar penting sosiologi masyarakat Indonesia. Muhammadiyah memiliki kesempatan dan peluang yang sama besar untuk menggerakkan perubahan sama halnya dengan yang dilakukan pada masa sulit zaman kolonialisme. Daya-tahan Muhammadiyah serta etos berkolaborasinya telah dibuktikan oleh zaman. Sejak berdiri pertama kali, Muhammadiyah merupakan gerakan masyarkat sipil yang terbukti mampu membangun kolaborasi dengan berbagai organisasi pergerakan semacam Budi Utomo, Serikat Islam, serta berjejaring dengan berbagai variasi idelogis.

Etos kolaborasi Muhammadiyah tahun 1912 itu banyak dilupakan sebagai faktor utama mengapa Muhammadiyah mampu mengembangkan gerakannya. Etos kolaborasi sebagai perwujudan Teologi Berkemajuan KH. Ahmad Dahlan, tenggelam dalam arus pembacaan Teologi al-Ma’un ataupun Teologi al-Ashr. Dengan demikian, kita bisa berharap bahwa KNIB akan menjadi cara baru bercermin memaknai kerja ril Muhammadiyah sembari berharap kontribusinya bagi Indonesia semakin kuat dan bermakna. Indonesia Berkemajuan adalah Indonesia yang membangun dirinya dengan kerja kolaboratif, berkeadilan, pembebasan literasi, dan pro kelompok rentan.

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *