Senin, 29 April 2024

Indonesia Berkemajuan dan Revolusi Mental

Arti penting Konvensi Nasional Indonesia Berkemajuan yang digagas oleh Muhammadiyah 23-24 Mei 2016 terletak pada kehadirannya dalam merefleksikan kembali makna Indonesia kontemporer. Peran Muhammadiyah bagi proses-proses pembentukan Indonesia diejawantahkan melalui serangkaian kerja sistematik dan kultural. Sekitar 10.385 lembaga pendidikan Muhammadiyah tersebar di seluruh Indonesia. Dalam bidang pelayanan sosial tercatat memiliki sekitar 829 lembaga, sedangkan dalam fasilitas peribadatan berjumlah 11.198 bangunan. Data ini tentu saja belum termasuk aset Muhammadiyah lainnya yang misalnya meliputi pertanahan. Data ini menjelaskan bagaimana Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan terbesar di Indonesia mengambil peran besar dalam mendukung proses pembentukan Indonesia. 
 
Istilah Indonesia Berkemajuan sebagaimana dijelaskan oleh Haedar Nashir dalam sambutan pembukaan KNIB merupakan sebuah upaya membangun Indonesia yang berdaulat. Terminologi “berkemajuan” yang dilekatkan sebagai sifat Indonesia, secara genealogis berasal KH. Ahmad Dahlan. Dalam Statuten tahun 1912, Ahmad Dahlan menggunakan istilah “Memadjoekan” sebagai cara mengungkapkan model emansipatifnya sendiri. Dalam satu narasi Jawa yang diterbitkan majalah Suwara Muhammadijah, Ahmad Dahlan mengungkapkan, “Awit miturut paugering agami Kita Islam, sarta cocok kaliyan pikajenganipun jaman kemajengan”. Kata “Kemajengan” yang digunakan Ahmad Dahlan dalam narasi Jawa tersebut menunjukkan pemahamannya akan dialektika historis yang selalu menjadi ciri perubahan zaman. Ahmad Dahlan melalui visi Berkemajuan ini membuktikannya sebagai salah-satu penggerak perubahan Indonesia terpenting. Pikirannya yang jauh, serta pemahamannya terhadap perubahan zaman terbukti relevan hingga hari ini.
 
Terminologi “kemajuan” tampaknya merupakan sebuah istilah juga berakar pada bentuk sosiologis masyarakat yang berbeda. PM India, Narendra Modi misalnya mengaku bahwa dirinya terinspirasi oleh semangat Berkemajuan yang diajarkan oleh Vivekananda, seorang guru spiritual abad 19 India. Modi menskematisasi spirit Berkemajuan Vivenkananda dengan proyek “modernisasi tanpa westernisasi” (Sindhunata, 2014). Modi terpilih sebagai PM India nyaris bersamaan dengan terpilihnya Jokowi sebagai Presiden RI. Sama seperti Jokowi, Modi juga melihat revolusi mental sebagai agenda penting dibalik skema kedaulatan India. Terminologi Berkemajuan tentu saja dipandang positif oleh Modi dibandingkan oleh tokoh Zaman Bergerak (Takashi Shiraisi, 1997) yakni Marco Kartodikromo yang melihat “kemadjoean” sebagai proses “pembaratan”. Meskipun kedua-duanya sebenarnya memaksudkan anti-westernisasi. 
 
Kehadiran terminologi Indonesia Berkemajuan dapat dipahami sebagai proses yang alamiah dalam setiap masyarakat. Paul Ricoeur mengungkapkan bahwa dalam setiap masyarakat memiliki socio-political imaginaire, yang berperan untuk membentuk wacana simbolis baru, yang berfungsi sebagai cara menemukan pengakuan dan pengukuhan identitas kolektif. Maka tak heran jika dua orang yang memiliki hasrat pembebasan bagi bangsanya memandang istilah “Berkemajuan” dengan cara yang berbeda. Modi dan Marco, ataupun Jokowi berasal dari konteks situasi yang berbeda. Mereka memproduksi wacana simbolis sebagai respon terhadap zaman yang tengah bergerak. 
 
Indonesia Berkemajuan sebagai sebuah socio-political imaginaire, tak dapat disangkal berakar pada hasrat berdaulat masyarakat. Indonesia Berkemajuan merupakan konsepsi identitas yang direproduksi sebagai bentuk transedental dari misi perjuangan atas kondisi yang tak menentu. Tantangan berat Indonesia dalam bidang Ekonomi, Sosial, dan Politik sebagaimana yang diungkap Jokowi dalam sambutan KNIB dapat dipahami sebagai sebuah momen di mana konsepsi transendental semacam Indonesia Berkemajuan muncul. 
 
 
Indonesia Berkemajuan
 
Seperti yang sudah dijelaskan, Indonesia Berkemajuan bukanlah konsepsi baru. Indonesia Berkemajuan merupakan konsepsi penting untuk membaca bagaimana perjalanan Muhammadiyah sejak 1912. Etos al-Ma’un dan al-Ashr yang melandasi kerja-kerja Muhammadiyah mewujudkan Indonesia Berkemajuan juga harus dibaca sebagai bagian dari karakter Berkemajuan. Munir Mulkhan (2010) menjelaskan bahwa peran pertama Muhammadiyah bagi Indonesia adalah proses penyadaran kebudayaan. Ahmad Dahlan tampil sebagai simbol yang kuat bagi proses kebangkitan Indonesia melalui revitalisasi kebudayaan dan pendidikan. Tidak heran jika Muhammadiyah kemudian dikenal sebagai gerakan pencerahan atau pemurnian. Konsepsi Berkemajuan ala Muhammadiyah persis terletak dalam konteks demikian. 
Tentu saja, Indonesia Berkemajuan dengan demikian tidak sama dengan berbagai verbalisme yang mewarnai model-model partisipasi politik yang kerap ditemui sejak Orde Baru. Melebihi itu semua, konsepsi Indonesia Berkemajuan justru merupakan proses akumulasi seluruh basis kerja ril Muhammadiyah bagi Indonesia. Konsepsi yang lahir dari basis kerja ril tentu menyimpan kapasitas yang lebih kekal daripada konsepsinya sendiri yang bertahan pada aras linguistik. Bisa dibayangkan bagaimana kerja-kerja ril Muhammadiyah sebenarnya secara reduktif dikonsepsikan sebagai “Berkemajuan”. Sifat pelampauan yang karena alasan basis kerja ril inilah yang membuat konsepsi Indonesia Berkemajuan tampak sebagai sebuah rangkaian keadilan keseharian yang dilakukan oleh Muhammadiyah. 
 
Muhammadiyah merupakan gerakan sosial kegamaan yang terlatih dalam banyak hal. Kontribusi Muhammadiyah melalui pendirian Amal Usaha Muhammadiyah menjadi contoh bagaimana bentuk-bentuk partisipasi sosial pada saat yang bersamaan dikelola untuk kepentingan organisasi kemudian dikelola kembali untuk kepentingan publik. Model manajemen demikian membuktikan bahwa Muhammadiyah merupakan best-practice besar yang terus hidup. Penulis The Crescent Arises Over The Banyan Tree, Mitsuo Nakamura pada Muktamar ke 47 Muhammadiyah menyatakan bahwa dinamisasi Muhammadiyah sangat hidup. 
 
 
Revolusi Mental Butuh Indonesia Berkemajuan
 
Pada masa kampanye untuk Pilpres 2014, Jokowi menyatakan bahwa dirinya siap untuk memajukan Indonesia melalui Revolusi Mental. Jargon Revolusi Mental pada masa kampanye menjadi sangat populer. Terdapat pemaknaan tertentu berkaitan dengan Revolusi Mental sebagai bentuk wacana simbolis yang menjadi penanda baru bagi segala macam verbalisme politik. Kesan-kesan itu pada kenyataannya menurut sebagian pengamat harus dilandasi oleh sikap kritis. Hamdi Muluk, pengamat Psikologi Politik menganjurkan masyarakat untuk menagih janji Revolusi Mental Jokowi. Dalam waktu yang cepat, Revolusi Mental menjadi jargon populer dalam sejarah politik modern Indonesia. Jargon Revolusi Mental dalam KNIB disinggung oleh Sri Sultan HB X sebagai salah-satu cara memecahakn permasalahan bangsa. “Indonesia Berkemajuan dapat ditempuh melalui Revolusi Mental..” ucap Sri Sultan HB X dalam sambutannya untuk KNIB. 
 
Istilah revolusi menggambarkan sebuah transisi dan lompatan masyarakat meninggalkan kondisi-kondisi yang menindas. Oleh karena itu, tak salah jika Max Lane (2014) menyatakan bahwa istilah “revolusi” memainkan peran yang sangat sentral dalam sejarah modern pembentukan nation-state. Revolusi memberi tanda keretakan dan patahan sistem lama semacam feodalisme sekaligus membuka ruang bagi sistem baru semacam demokrasi. Revolusi menawarkan sebuah cara baru dalam memahami aktualitasi identitas, relasi sosial-politik, dan proses penemuan jati diri. Ben Anderson seorang Indonesianis menyatakan bahwa budaya menjadi faktor penting di dalam proses revolusi. Budaya membentuk karakter psikologis atau mental masyarakat dalam memperjuangkan konsepsi-konsepsi transendental. 
 
Pasca terpilihnya Jokowi sebagai Presiden, Revolusi mental harus menghadapi tantangan jebakan verbalisme. Beberapa survey menunjukkan penurunan kepercayaan publik terhadap kapasitas kabinet baru dalam menampakkan perubahan. Beberapa pengamat mengingatkan Jokowi untuk mengkonkretkan Revolusi Mental dalam tataran praktis. Tantangan mewujudkan Revolusi Mental tampaknya tak mudah. Perda-Perda bermasalah, kondisi ekonomi yang belum membaik, serta konflik horizontal sebagaimana diakui oleh Jokowi merupakan beberapa tantangan penting bagi implementasi Revolusi Mental. Sebagai jargon politik, Revolusi Mental tampaknya harus menemukan kembali posisinya sebagai konsepsi transendental yang sempat menjadi imajinasi kolektif volunterisme politik Pilpres 2014. 
 
Tentu saja Revolusi Mental tidak hanya berkaitan dengan proses transformasi aspek-aspek kognitif manusia Indonesia. lebih daripada itu, Revolusi Mental harus menjadi cara memperoleh kembali daya emansipasi negara menghadapi globalisasi dan neo-kapitalisme. Gagasan Muhammadiyah mengenai konsepsi Indonesia Berkemajuan harus diperhatikan sebagai sebuah tanda bahwa proses mendirikan bangsa membutuhkan penguatan-penguatan yang tak singkat. Muhammadiyah sebagai gerakan sosial keagamaan membutuhkan waktu seratus tahun untuk mengokohkan kontribusinya bagi dunia pendidikan, kesehatan, dan sosial. Penguatan-penguatan serupa tentu saja harus menjadi contoh bagaimana sebenarnya negara harus konsisten berada pada posisi yang berpihak. Aspek keadilan dari basis kerja ril harus menjadi landasan bagi seluruh program-program negara.
 
Konsistensi Muhammadiyah berada pada posisi yang berpihak pada kepentingan publik selama satu abad lebih, merupakan inspirasi yang tak terelakkan. Negara, di bawah kepemimpinan Jokowi harus memperhatikan dengan betul bahwa ada banyak inovasi yang harus segera dilakukan. Reformasi sektor keamanaan, memajukan industri literasi, membiayai program-program riset, serta tunjangan bagi kelompok papah adalah target yang sebenarnya tak terlalu sulit. Hanya saja, karena arah kebijakan Negara lebih banyak terkuras dalam Efisiensi tenaga kerja maka fokus dalam menyediakan ruang hidup yang berdaulat bagi masyarakat jadi tak maksimal. Lagipula, hanya negara-negara kapitalistik yang memandang bahwa negara harus diatur sedemikian efektif dan efisien dari sisi struktur ketimbang memperhatikan kualitas kebijakan publik yang berpihak. Muhammadiyah dalam hal ini, merupakan mitra yang selalu terbukti banyak bekerja terutama dalam agenda-agenda memajukan bangsa. Perwujudan Indonesia Berkemajuan akan menjadi cara lain memaknai revolusi mental.(red.AB)
 
*Fauzan Anwar Sandiah (Bidang PIP PP IPM & pegiat literasi Rumah Baca Komunitas)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *