TAFSIR SURAT AL-BAQARAH 54-57
وَإِذۡ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوۡمِهِۦ يَـٰقَوۡمِ إِنَّكُمۡ ظَلَمۡتُمۡ أَنفُسَڪُم بِٱتِّخَاذِكُمُ ٱلۡعِجۡلَ فَتُوبُوٓاْ إِلَىٰ بَارِٮِٕكُمۡ فَٱقۡتُلُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ ذَٲلِكُمۡ خَيۡرٌ۬ لَّكُمۡ عِندَ بَارِٮِٕكُمۡ فَتَابَ عَلَيۡكُمۡۚ إِنَّهُ ۥ هُوَ ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ (٥٤) وَإِذۡ قُلۡتُمۡ يَـٰمُوسَىٰ لَن نُّؤۡمِنَ لَكَ حَتَّىٰ نَرَى ٱللَّهَ جَهۡرَةً۬ فَأَخَذَتۡكُمُ ٱلصَّـٰعِقَةُ وَأَنتُمۡ تَنظُرُونَ (٥٥) ثُمَّ بَعَثۡنَـٰكُم مِّنۢ بَعۡدِ مَوۡتِكُمۡ لَعَلَّڪُمۡ تَشۡكُرُونَ (٥٦) وَظَلَّلۡنَا عَلَيۡڪُمُ ٱلۡغَمَامَ وَأَنزَلۡنَا عَلَيۡكُمُ ٱلۡمَنَّ وَٱلسَّلۡوَىٰۖ كُلُواْ مِن طَيِّبَـٰتِ مَا رَزَقۡنَـٰكُمۡۖ وَمَا ظَلَمُونَا وَلَـٰكِن كَانُوٓاْ أَنفُسَهُمۡ يَظۡلِمُونَ -٥٧
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (54) Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang”, karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya. (55) Setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur. (56) Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu “manna” dan “salwa”. Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu. Dan tidaklah mereka menganiaya Kami, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (57). [Qs. al-Baqarah/2: 54-57]
Pada ayat 54 surat al-Baqarah, Allah menjelaskan bagaimana cara taubat yang harus dilalui oleh Bani Israil yang telah melakukan kesalahan yang sangat besar, yaitu menjadikan patung anak sapi sebagai tuhan dan menyembahnya. Cara taubatnya adalah dengan membunuh diri sendiri. Sebuah cara bertaubat yang sangat berat dan keras.
Pada ayat-ayat sebelumnya (ayat 49-53), telah dijelaskan bagaimana Nabi Musa as diutus oleh Allah untuk memimpin dan membebaskan Bani Israil dari kekejaman Fir’aun dan bala tentaranya yang telah menyiksa dan memperbudak mereka, bahkan menyembelih setiap anak laki-laki mereka yang baru lahir. Tapi sayangnya, pertolongan Allah yang sangat besar dan luar biasa itu cepat dilupakan oleh Bani Israil. Padahal mukjizat besar telah diperlihatkan oleh Allah melalui Nabi Musa, untuk menyelamatkan Bani Israil dari kejaran Firaun dan bala tentaranya, diantaranya terbelahnya laut Merah sehingga membentanglah jalan raya yang menyelamatkan mereka menyeberang ke Sinai dan membinasakan Firaun dan bala tentaranya yang tenggelam di lautan itu, karena kembali mengatup ketika mereka sedang berada di tengah-tengahnya.
Ketika Nabi Musa AS dipanggil Allah ke Bukit Thursina selama empat puluh malam, untuk menerima wahyu kitab Taurat, Bani Israil tidak sabar menunggu kitab suci itu. Mereka segera melupakan Nabi Musa dan ajaran tauhidnya, dan mengikuti ajakan As-Samiri untuk membuat patung anak sapi dari emas lalu menyembahnya. Namun demikian, Allah masih memberi maaf kepada mereka, karena Allah adalah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang, karenanya diharapkan mereka dapat menyadari betapa banyak nikmat Allah yang harus disyukuri.
وَإِذۡ قَالَ مُوسَىٰ لِقَوۡمِهِۦ يَـٰقَوۡمِ إِنَّكُمۡ ظَلَمۡتُمۡ أَنفُسَڪُم بِٱتِّخَاذِكُمُ ٱلۡعِجۡلَ فَتُوبُوٓاْ إِلَىٰ بَارِٮِٕكُمۡ فَٱقۡتُلُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ ذَٲلِكُمۡ خَيۡرٌ۬ لَّكُمۡ عِندَ بَارِٮِٕكُمۡ فَتَابَ عَلَيۡكُمۡۚ إِنَّهُ ۥ هُوَ ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ (٥٤)
Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: “Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertaubatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima taubatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Qs. al-Baqarah/2: 54)
Pada ayat 54 itu disebutkan salah satu nama Allah, yaitu al-Bari’ (). Bertobatlah kepada Tuhan Yang Menjadikan kamu . Menurut Ibnu Katsir, penyebutan kata ila Bari’ikum () pada ayat ini menunjukkan betapa besarnya dosa yang telah mereka lakukan, yaitu mempersekutukan Allah (yang telah menciptakan mereka) dengan sebuah patung anak sapi (Tafsir Ibnu Katsir, I: hlm. 401)
Nabi Musa menyuruh mereka bertaubat dengan cara yang tidak biasa, yaitu membunuh diri sendiri. Jika dipahami secara harfiah, taubat dengan cara bunuh diri itu menimbulkan pertanyaan; Bukankah taubat itu dimaksudkan untuk memperbaiki diri, dengan kembali ke jalan yang benar setelah menyadari dan menyesali kesalahan-kesalahan yang telah dilakukan. Setelah meminta ampun kepada Allah SWT, seseorang yang sudah kembali ke jalan yang benar dianjurkan untuk memperbanyak perbuatan baik agar kesalahan-kesalahan masa lalunya tertutupi. Tentu tujuan memperbaiki diri itu tidak akan dapat diwujudkan kalau cara taubatnya dengan membunuh diri.
Bagi yang memahami secara harfiah, tidak peduli dengan keberatan tersebut. Memang demikianlah cara bertaubat yang diperintahkan Allah untuk mereka. Cara apapun yang diminta harus dilakukan, termasuk dengan membunuh diri sendiri. Membunuh diri berdasarkan perintah Allah, sebagai cara bertobat, tidak sama hukumnya dengan bunuh diri karena putus asa. Untuk yang terakhir ini pelakunya dinyatakan kafir dan kekal di dalam neraka untuk selama-lamanya.
Sayyid Quthub, dalam Fi Zhilalil Qur’an, menyebutkan jika tidak bisa diperingatkan lagi dengan kata-kata, harus dilakukan secara fisik. Inilah pendidikan yang keras untuk Bani Israil yang melakukan kemungkaran yang sangat besar: menyembah patung anak sapi ketika ditinggal pergi Nabi mereka (Fi Zhilalil Qur’an, I: hlm. 71)
Sebagian menafsirkan bahwa bunuh diri itu tidak dilaksanakan sendiri, melainkan mereka semua yang terlibat menyembah patung anak sapi, saling membunuh satu sama lain. Sementara bagi yang keberatan bertaubat dengan cara bunuh diri tersebut, karena bertentangan dengan prinsip umum taubat, yaitu memperbaiki diri dengan cara kembali ke jalan yang benar, mereka menafsirkan bahwa cara taubatnya adalah tetap setia dan patuh kepada Nabi Musa AS serta tidak terlibat menyembah patung anak sapi membunuh saudaranya sendiri yang bersalah. Barulah Allah kemudian memaafkan dan menerima taubat mereka.
Dalam syariat Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW, taubat dengan bunuh diri itu tidak ada lagi. Hal Ini adalah semacam rukhsah (keringanan) yang diberikan bagi umat Nabi akhir zaman ini. Salah satu dari doa-doa dalam surat al-Baqarah ayat 286 berisi permohonan agar Allah tidak memberi beban yang tidak sanggup dipikul, sebagaimana beban berat yang diberikan kepada umat sebelumnya.
رَبَّنَا وَلَا تَحۡمِلۡ عَلَيۡنَآ إِصۡرً۬ا كَمَا حَمَلۡتَهُ ۥ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِنَاۚ
Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami (Qs. al-Baqarah/2: 286)
Sebagian mufassir mengambil contoh bahwa beban berat itu adalah sebagaimana taubat dengan cara bunuh diri yang dijelaskan pada ayat 54, walaupun pada ayat 286 itu tidak disebutkan beban berat mana yang dimaksud.
Menurut Ibnu Katsir, dengan mengutip riwayat Ibnu Ishaq, orang yang memisahkan diri dengan Harun dan tidak ikut menyembah patung anak sapi berjumlah 70 orang. Apakah yang selamat hanya 70 orang, sementara lainnya mati semua? Menurut sebagian mufassir, setelah pertobatan dilaksanakan, Allah menerima taubat mereka, dan memerintahkan Musa untuk menghentikannya, sehingga sebagian selamat dari kematian.
Penulis : Tafsir At-Tanwir MTT-PPM
Sumber : http://tuntunanislam.id/
Halaman Selanjutnya: Ingkar Hukuman Bani Israil (2)………