Rabu, 29 Januari 2025

Jual-Beli Dilarang (1)

Pada umumnya, jual beli yang diharamkan oleh Allah swt dan Rasul-Nya disebabkan oleh dua hal, yaitu barang yang diperjualbelikan termasuk kategori yang diharamkan oleh agama dan karena faktor caranya yang tidak sesuai (dilarang) dengan ajaran agama.

Namun, perlu ditegaskan bahwa beberapa contoh jual beli yang dilarang dalam pembahasan ini merupakan sample atau beberapa contoh saja dari beberapa banyak jenis jual beli yang ada. Selain contoh-contoh yang disebutkan, tentu masih ada contoh-contoh lain yang tidak sempat kemukakan dalam pembahasan ini. Pembahasan tentang Asas-asas Bisnis Islam danEtika Bisnis dalam Islam yang telah dijelaskan pada pembahasan terdahulu dapat dijadikan acuan atau barometer untuk mengukur halal atau tidaknya suatu aktifitas bisnis yang dijalankan oleh seseorang.

Diantara beberapa jenis jual beli yang dilarang dalam Islam antara lain;

1.Bai’ al-Talji’ah (بيع التلجئة)

Bai’ al-Talji’ah merupakan suatu bentuk jual beli yang dilakukan oleh seorang penjual yang dalam kondisi terdesak (terpaksa) karena khawatir hartanya diambil oleh orang lain. Atau harta yang masih dalam status sengketa sehingga agar tidak mengalami keruguan, harta tersebut dijual kepada pihak lain. Pilihan untuk menjual barang dilatarbelakangi oleh tujuan untuk menyelamatkan hartanya atau mendapatkan keuntungan lebih sebelum harta dibagi dengan pemilik lainnya. Jenis jual-beli seperti ini termasuk jenis jual beli yang dilarang dalam Islam, karena dapat menimbulkan ketidakpastian, sengketa di kemudian hari serta dapat menimbulkan kerugian pada salah satu pihak, terutama pihak pembeli.

Bahkan dalam fikih Islam dikenal istilah “al-Hajru” yaitu; pencegahan atau menahan seseorang untuk melakukan transaksi atau membelanjakan hartanya (termasuk menjual) karena dianggap belum cakap demi menjaga keselamatan harta benda tersebut. Pada dasarnya “al-Hajru” ini sering dikaitkan dengan persoalan ketidakcakapan seseorang dalam melakukan transaksi jual-beli jika pelakunya masih terlalu kecil, gila atau dalam kondisi tertentu yang tidak memungkinkan untuk melakukan transaksi secara sadar dan bertanggung jawab serta dapat mengakibattkan keruguan bagi yang bersangkutann maupun pihak lain. Namun “al-hajru” juga dapat diterapkan dalam kasus yang berbeda untuk menghindari kerugian bagi pihak lain maupun yang bersangkutan.

Diantara hikmah disyari’atkannya hal ini adalah; untuk menjaga hak orang lain, misalnya; orang yang sakit parah dilarang menjual hartanya melebih 1/3 hartanya, guna menjaga hak ahli warisnya. Atau salah seorang ahli waris dilarang menjual harta warisan sebelum harta warisan tersebut dibagikan kepada ahli waris lain yang masih memiliki hak kewarisan, dan lainnya. Hikmah yang lain adalah untuk menjaga haknya sendiri, misalnya; anak yang masih kecil atau orang gila, mereka harus dicegah untuk melakukan transaksi jual beli untuk menjaga hartanya dari kepunahan.

Adapun contoh bai’ al-talji’ah antara lain;: menjual barang atau tanah yang masih dalam posisi sengketa, atau menjual barang atau rumah untuk mengelak dari proses lelang yang akan dilakukan oleh bank atau pemberi hutang. Menjual barang yang masih dalam sengketa tentu merupakan tindakan yang tidak dibenarkan baik berdasarkan norma, hukum terlebih lagi agama.

2.Jual Beli dengan Sistem Uang Hangus (بيع العربون)

Jual-beli ‘Urbun (bai’ al-‘Urbun)  adalah suatu sistem atau bentuk jual beli dimana pembeli membayar sejumlah uang (uang muka) untuk menunjukkan keseriusan dalam melakukan transaksi jual beli. Jika jual beli tersebut dilanjutkan, maka uang muka tersebut akan menjadi bagian dari harga barang yang diperjual belikan, sehingga pembeli hanya menggenapkan atau melengkapi kekurangan dari harga barang. Namun jika transaksi jual beli dibatalkan, maka keseluruhan uang muka menjadi milik calon penjual dan sedikitpun tidak dikembalikan kepada calon pembeli. Dalam istilah yang lebih populer jenis jual beli seperti ini sering disebut dengan  “jual beli dengan sistem uang hangus”.

Dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa Rasulullah saw melarang jenis jual beli ini, sebagaimana dijelaskan oleh para sahabat; “Naha Rasulullah saw ‘an bai’ al-‘Urbun” (Rasulullah saw telah melarang jual beli ‘Urbun).

Jenis jual beli ini termasuk yang diharamkan karena penuh dengan kezaliman, rekayasa serta mengambil hak orang lain secara bathil dan dapat merugikan pihak lain. Sebab pada prinsifnya uang muka merupakan hak milik pembeli, sehingga jika terjadi pembatalan transaksi karena faktor-faktor tertentu, maka uang muka harus dikembalikan kepada calon pembeli, karena pembeli tidak mengambil sedikitpun dari barang yang sedang  ditransaksikan. Namun jika pembatalan itu dilakukan secara sepihak tanpa alasan yang dibenarkan dan dapat merugikan pihak calon penjual, maka calon penjual dapat meminta kompensasi yang wajar menurut kesepakatan dan keridhaan kedua belah pihak, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan dan dikhianati.

Hal ini juga berlaku pada bisnis transportasi yang banyak ditemukan dewasa ini, seperti; seseorang memesan travel beberapa hari sebelumnya untuk tujuan tertentu, namun sehari atau pada saat jadwal pemberangkatan tiba si calon penumpang membatalkan secara sepihak dengan alasan tertentu. Maka pihak pemilik jasa travel merasa dirugikan oleh calon penumpangnya karena bangku yang sudah dipesan tidak dapat diberikan (dijual)  kepada pemesan lainnya karena sudah terlanjur dipesan oleh calon penumpang pertama. Konsekwensinya adalah terjadi kekosongan yang mengakibatkan kerugian bagi pemilik jasa travel tersebut. Terhadap kasus seperti ini, pemilik travel dapat mengambil sebagian dari uang muka (seperti; 25% atau 50%) sebagai kompensasi terhadap kerugian yang dideritanya. Atau pihak pemilik jasa travel dapat membuat regulasi (peraturan) yang ditempelkan atau dipublikasikan sehingga diketahui oleh para calon penumpang, bahwa jika terjadi pembatalan pada hari pemberangkatan maka akan dipotong sebesar  25% atau lebih dari uang muka atau dari tarif yang telah ditentukan.

3.Bai’ Ihtikar (بيع الإحتكار)

Jual beli Ihtikar adalah salah satu jenis jual beli yang dilarang dalam Islam, yaitu suatu jenis jual beli dengan sistem penimbunan. Dimana seorang penjual (pedagang) sengaja memborong barang yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam jumlah yang sangat banyak lalu menimbunnya, sehingga menyebabkan kelangkaan barang di pasaran, yang pada akhirnya mengakibatkan harga barang melambung tinggi sehingga mengakibatkan kesulitan bagi masyarakat dan lemahnya daya beli mereka.

Motif utama dari pelaku jual beli ini adalah untuk mendapatkan keuntungan yang berlipat ganda, karena biasanya mereka akan menjual barang timbunannya setelah harga melonjak naik di pasaran. Oleh sebab itu Rasulullah saw melarang jenis jual beli ini dan dikategorikan sebagai bentuk kesalahan dan kezhaliman kepada orang lain. Rasulullah saw bersabda, sebagaimana diriwayatkan dari Ma’mar;

عَنْ يَحْيَ وَهُوَ ابْنُ سَعِيْدٍ قَالَ: كَانَ سَعِيْدُ ابْنُ الْمُسَيَّبِ يُحَدِّثُ أَنَّ مَعْمَرًا قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنِ احْتَكَرَ فَهُوَ خَاطِئٌ…. – رواه مسلم و أحمد و أبو داود

 “Dari Yahya  beliau adalah ibn Sa’id, ia berkata: Bahwa Sa’id ibn Musayyab memberitakan bahwa Ma’mar berkata: Rasulullah saw bersabda: Barang siapa yang menimbun barang, maka ia telah melakukan kesalahan (berdosa) …”(HR. Muslim, Ahmad dan Abu Dawu)

Dalam prakteknya, jenis jual beli ini sering kali terjadi di tengah masyarakat baik yang menyangkut kebutuhan pokok masyarakat (sembako) maupun kebutuuhan-kebutuhan lainnya, terutama dalam momen-momen tertentu seperti lebaran atau pergantian tahun, atau bahkan ketika berhembusnya wacana kenaikan harga barang oleh pemerintah. Sehingga tidak jarang karena kezhaliman ini, masyarakat kesulitan untuk mendapatkan minyak goreng, bumbu-bumbu dapur, bensin, solar, hingga air mineral.

Praktek seperti ini, disamping merupakan bentuk egoisme dan kezhaliman terhadap masyarakat luas, namun juga salah satu bentuk kebiadaban (kezhaliman) dan dosa kemanusiaan yang sangat besar.

4.Jual Beli Benda Najis

Pada dasarnya, yang dimaksud dengan benda-benda najis di sini adalah makanan, minuman atau hewan yang dianggap najis dan dilarang untuk dikonsumsi seperti babi, anjing, minuman keras, bangkai dan lain sebagainya. Benda-benda ini tidak hanya dilarang untuk dikonsumsi secara langsung, namun juga dilarang untuk diperjual belikan. Bahkan orang yang memakan hasil penjualannya sama dengan mengkonsumsi barang itu sendiri.

Dalam hadis nabi saw, banyak menjelaskan tentang larangan mengkonsumsi dan memperjual belikan benda-benda najis ini, antara lain:

عَنْ جَابِرِ ابْنِ عَبْدِ اللهِ أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ عَامَ الْفَتْحِ وَهُوَ بِمَكَّةَ إِنَّ اللهَ وَرَسُوْلَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيْرِ وَالأَصْنَامِ فَقِيْلَ يَارَسُوْلَ اللهِ أَرَأَيْتَ شُحُوْمُ الْمَيْتَةِ فَإِنَّهُ يُطْلَى بِهَا السُّفُنُ وَيُدْهَنُ بِهَا الْجُلُوْدُ وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ. فَقَالَ لاَ هُوَ حَرَامٌ ثُمَّ قَالَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَالِكَ قَاتَلَ اللهُ الْيَهُوْدَ إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ لَمَّا حَرَّمَ عَلَيْهِمْ شُحُوْمُهَا أَجْمَلُوْهُ ثُمَّ بَاعُوْهُ فَأَكَلُوْا ثَمُنَهُ. – رواه الجماعة

“Dari jabir Ibn Abdullah r.a. ia mendengar Rasulullah saw bersabda pada waktu tahun kmenangan, ketika itu beliau di Makkah: Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli khamar, bangkai, babi dan berhala. Kemudian ditanyakan kepada beliau: Wahai Rasulullah, bagaimana pendapat anda tentang lemak bangkai, karena ia dapat digunakan untuk mengecat perahu, meminyaki kulit, dan dapat digunakan oleh orang-orang untuk penerangan. Beliau bersabda: Tidak, ia adalah haram. Kemudian beliau bersabda: Allah melaknat orabr-orang Yahudi. Sesungguhnya Allah tatkala mengharamkan lemaknya, mereka mencairkan lemak itu, kemudian menjualnya dan makan hasil penjualannya”. (HR. al-Jama’a)

 عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ حُرِّمَتْ عَلَيْهِمُ الشُّحُوْمُ فَبَاعُوْهَا وَ أَكَلُوْ أَثْمَانِهَا وَإِنَّ اللهَ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَيْئٍ حَرَّمَ عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ. – رواه أحمد و أبو داود

“Dari Ibnu Abbas Nabi saw bersabda: Allah melkanat orang-orang Yahudi, karean telah diharamkan kepada mereka lemak-lemak (bangkai) namun mereka menjualnya dan memakan hasil penjualannya. Sesungguhnya Allah jika mengharamkan kepada suatu kaum memakan sesuatu, maka haram pula hasil penjualannya”. (HR. Ahmad dan Abu Dawud)

Bahkan dalam hadis lain, Rasulullah saw menjelaskan tentang akibat dari mengkonsumsi barang najis seperti khamar dan lainnya, antara lain dalam hadisnya:

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْغَافِقِيِّ وَأَبِي طُعْمَةَ مَوْلَاهُمْ أَنَّهُمَا سَمِعَا ابْنَ عُمَرَ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لُعِنَتْ الْخَمْرُ عَلَى عَشْرَةِ أَوْجُهٍ بِعَيْنِهَا وَعَاصِرِهَا وَمُعْتَصِرِهَا وَبَائِعِهَا وَمُبْتَاعِهَا وَحَامِلِهَا وَالْمَحْمُولَةِ إِلَيْهِ وَآكِلِ ثَمَنِهَا وَشَارِبِهَا وَسَاقِيهَا – رواه أحمد و ابن ماجة

“Dari Abdurrahman bin Abdullah Al Ghafiqi dan Abu Thu’mah mantan budak mereka, keduanya mendengar Ibnu Umar berkata, “Rasulullah saw bersabda: ” dilaknat (akibat) khamar sepuluh pihak; dzatnya, yang memerasnya, yang minta diperaskan, penjualnya, yang minta dibelikan, yang membawanya, yang minta dibawakannya, yang memakan hasil penjualannya, peminumnya dan yang menuangkannya (pelayannya), “ (HR. Ahmad dan Ibnu Majah)

5.Jual Beli dengan Penipuan

Jenis jual beli ini telah umumm dikenal di tengah masyarakat sebagai salah satu bentuk jual beli yang dilarang dan tidak disukai oleh masyarakat, baik dengan cara-cara tradisional hingga cara-cara penipuan yang moderen. Sehingga dalam pembahasan ini penulis hanya mengemukakan salah satu dalil yang melarang disertai beberapa contoh jenis jual-beli dengan penipuan yang banyak dijumpai di tengah-tengah masyarakat. Adapun salah satu dalil yang melarangnya adalah sebagaimana hadis yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah ra:

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَرَّ عَلَى صُبْرَةِ طَعَامٍ فَأَدْخَلَ يَدَهُ فِيْهَا فَنَالَتْ أَصَابِعُهُ بَلَلاً فَقَالَ مَاهَذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ قَالَ أَصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَارَسُوْلَ اللهِ قَالَ أَفَلاَ جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَيْ يَرَاهُ النَّاسُ مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنِّى. – رواه مسلم

“Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah saw lewat pada setumpuk makanan, kemudian beliau memasukkan tangannya ke dalam tumpukan makanan tersebut, maka jari-jari beliau terkena makanan yang basah. Beliau bertanya; Apa ini wahai pemilik (penjual) makanan ? Ia menjawab: Terkena hujan, wahai Rasulullah. Beliau bersabda: Mengapa kamu tidak menaruh yang basah ini di atas agar dapat dilihat orang ? Barangsiapa yang menipu, maka ia bukan golonganku”. (HR. Muslim)

Sedangkan contoh-contoh jenis jual-beli dengan penipuan yang banyak beredar di tengah-tengah masyarakat antara lain; menjual sembako (contoh: beras) dengan takaran atau neraca yang direkayasa (dilas atau dipasang magnet) sehingga berat barang tidak sesuai dengan realitanya, menjual buah yang sesungguhnya sudah tidak layak namun diberikan zat pewarna sehingga terkesan masih segar, menjual daging sapi namun dicampur dengan daging babi dan sejenisnya, menjual ayam yang sudah menjadi bangkai (ayam tiren) lalu direkayasa seolah ayam yang baru disembelih, barang kemasan yyang sudah kadaluarsa atau terbuat dari bahan-bahan haram lalu disembunyikan masa kadaluarsanya atau ditempelkan llabel halal, dan lain sebagainya.

Cara cerdas agar seseorang tidak menjadi korban penipuan dalam transaksi jual beli adalah; hendaknya para calon pembeli berhati-hati dan waspada dengan berbagai modus yang banyak dilakukan oleh para penipu yang hanya mementingkan keuntungan pinansial tanpa memikirkan dampak dan kerugian bagi para pembeli, tidak terlalu konsumtif dan harus jeli melihat barang yang akan dibelinya baik yang terkait dengan bahan dasarnya, rupanya hingga labelnya. 

 

Penulis                        : Ruslan Fariadi

Sumber Artikel           : tuntunanislam.id

 

Halaman Selanjutnya  : Jual Beli Dilarang (2)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *