Jum'at, 19 April 2024

Kemandirian Pelajar Untuk Kedaulatan Ekonomi Bangsa

Hedonisme menjadi topik menarik ketika dikaitkan dengan fenomena pelajar saat. Hal ini dalam Q.S. Al-Takatsur ayat 1, Allah memberi peringatan, yaitu “Berlebih-lebihan telah melalaikan kamu”. Inspirasi tentang pola hidup yang hedonis-konsumeristik sangat dikecam oleh Allah. Kira-kira saat ini, apakah yang mencirikan bahwa manusai itu ada? Rene Descartes yang dikenal sebagai  bapak perintis filsafat modern berkata,”Cogito Ergo Sum” (Saya berpikir, maka Saya  Ada). Namun jika pertanyaan ini dialamatkan pada pelajar masa kini mungkin  jawabannya adalah,”Emo Ergo Sum” (Saya Belanja, maka Saya Ada). Realitanya, mereka  mengkonsumsi sesuatu bukan dari segi fungsionalnya melainkan dari tren yang  sedang berkembang. Belanja menjadi semacam eksistensi pelajar untuk bisa diterima dikelompoknya.

Kini, pelajar sedang menjadi obyek bagi pasar.  Pelajar semakin kehilangan jati dirinya sebab mereka hanya mejadi penganut setia tren yang dikembangkan sistem pasar. Budaya hedonisme dan konsumerisme mementingkan benda sebagai ukuran kesenangan dan kenikmatan. Hal ini akan menjerumuskan pelajar menjadi generasi yang tidak punya karakter dan kemandirian. Pelajar adalah kelompok usia yang masih sangat labil dan sedang mencari identitas diri. Hal ini dimanfaatkan oleh para pelaku bisnis untuk mengeiksploitasi celah kelemahan yang ada pada pelajar.  

Sejatinya, budaya  konsumerisme hanya menawarkan citra-citra kedewasaan semu seperti rokok,  handphone, akses ke internet yang berujung pada pornografi, dan lain-lain. Kalau pelajar membutuhkan identitas, maka dunia bisnis bisa menawarkan  dan menjual berbagai macam identitas palsu (semu) bagi para pelajar ini.Dalam hal ini pelajar terpukau dengan iklan-iklan menggiurkan di televisi,  surat kabar, atau internet. Pelajar ingin dianggap sebagai  orang dewasa, tetapi dewasa menurut budaya konsumerisme menawarkannya, bukan dewasa yang sebenarnya. Kedewasaan  yang mereka alami sejatinya adalah kedewasaan yang prematur, tanpa disertai rasa  tanggung jawab.

 Pelajar menjadi korban dari kecanggihan teknologi yang dikuasai  oleh kaum kapitalis.  Budaya konsumerisme membuat jiwa pelajar hampa. Pelajar menjadi teralienasi dari lingkungannya, baik dari keluarga, sekolah, dan masyarakat, bahkan masjid. Contohnya apabila  seorang pelajar memiliki ketergantungan  yang sangat tinggi terhadap Blackberry,  maka benda itu akan menjadi berhalanya.  Pelajar lupa dengan hakikat dirinya sebagai manusia pembelajar. Ketika pelajar asyik bermain dengan dunia Blackberrynya secara tidak  langsung interaksinya dengan orang di sekitarnya mulai berkurang atau dengan kata  lain ia menjadi seorang yang individualistis dan terasing.

Kemandirian Pelajar untuk Kedaulatan Ekonomi

Setelah 68 tahun merdeka, Indonesia belum mampu meraih kejayaan ekonomi. Sumber daya alam yang sangat melimpah belum mampu menolong bangsa kita keluar dari kerterpurukan.  Bangsa Indonesia masih berjuang untuk merdeka dari belenggu kemiskinan, mengatasi hutang luar negeri yang semakin hari semakin melumpuhkan, korupsi yang membuat frustasi anak bangsa, sumber daya alam yang terus menguap setiap hari, bahkan jumlah penduduk 237 juta jiwa pada hari ini tidak menjadi kekuatan untuk membangun ekonomi bangsa sendiri namun justru telah menjadi strategi bangsa lain dalam membangun ekonomi mereka.

Mengapa begitu banyak bangsa-bangsa di dunia yang berhasil meraih kejayaannya sementara Indonesia masih terus terpuruk? Mengapa Indonesia bahkan tidak mampu bersiang dengan negeri tetangga yang jauh lebih kecil dari Indonesia? Hari ini kita menghadapi kenyataan bahwa 80% pasar tekstil telah dikuasai asing, 80% pasar farmasi juga sudah asing, 92% industri teknologi yang hampir seluruhnya dikuasai oleh asing telah menunjukkan bahwa kita tidak berbuat sesuatu yang semestinya di negeri kita sendiri. Lihatlah produk yang kita gunakan sehar-hari yang ada di kamar mandi, di dapur, di ruang tamu, di jalan-jalan bahkan mainan anak-anak kita, buah-buahan, makanan pokok tanpa kita sadari ternyata semuanya telah didomonasi oleh produk-produk asing.

Jika sebelum tahun 1945 kita tidak menguasai tanah air kita, hari ini ternyata kita tidak menguasai kehidupan kita. Produk bangsa kita bukan tuan rumah di negeri sendiri, produk asing yang telah menjadi tuan rumah di negeri kita. Bangsa Indonesia harus segera berubah dan berbuat sesuatu, meraih kejayaan ekonomi dan membangkitkan kembali karakter unggul bangsa kita. Kejayaan ekonomi Indonesia ada di tangan kita sendiri, kita harus mengambil pasar di negeri kita untuk dijadikan sebagai kekuatan bangsa kita membangun kejayaan ekonomi! Jika sebelumnya kita tidak terlalu peduli produk apa yang harus dibeli, hari ini kita harus peduli bahwa hanya produk bangsa Indonesia yang akan mengantarkan Indonesia meraih kejayaan ekonomi.

Rasa optimisme itu masih ada, jika pelajar mampu melakukan pencerdasan, pemberdayaan dan pembebasan pelajar dari budaya konsumerisme yang melahirkan etiko-hedonistik. Sehingga mampu menjadi pelajar yang memiliki karakter unggul bangsa Indonesia, karakter yang lahir dari kesadaran jati diri kita sebagai bangsa Indonesia, bangsa yang yakin kepada Allah SWT, yakin bahwa masa depan ada di tangan kita sendiri, yakin bahwa kejayaan akan kita raih sebagaimana telah diraih oleh bangsa-bangsa besar lainnya di dunia. Salah satu langkah kecil, yang harus dilakukan ialah mencintai dan membeli produk-produk Indonesia. Dengan menjadi pelajar yang mandiri dan kreatif, merupakan upaya efektif untuk mewujudkan kemerdekaan ekonomi bangsa.

 

Azaki Khoirudin

(Sekretaris Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah 2012-2014)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *