Minggu, 19 Mei 2024

Lalim, Dosa Besar, Taubat, Syukur (1)

Tafsir Qs. al-Baqarah (2) ayat 51-53

 

وَإِذْ وَاعَدْنَا مُوسَى أَرْبَعِينَ لَيْلَةً ثُمَّ اتَّخَذْتُمُ الْعِجْلَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَنْتُمْ ظَالِمُونَ -51- ثُمَّ عَفَوْنَا عَنْكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ -52- وَإِذْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَالْفُرْقَانَ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ -53

51. Dan (ingatlah), ketika Kami berjanji kepada Musa (memberikan Taurat, sesudah) empat puluh malam, lalu kamu menjadikan anak lembu (sembahanmu) sepeninggalnya dan kamu adalah orang-orang yang lalim (zalim). 52. Kemudian sesudah itu Kami maafkan kesalahanmu, agar kamu bersyukur. 53. Dan (ingatlah), ketika Kami berikan kepada Musa Al-Kitab (Taurat) dan keterangan yang membedakan antara yang benar dan yang salah, agar kamu mendapat petunjuk. 

 

Ibnu Katsir mengkaitkan ayat al-Baqarah (2): 51 dengan ayat al-A‘raf (7): 142

وَوَاعَدْنَا مُوسَى ثَلَاثِينَ لَيْلَةً وَأَتْمَمْنَاهَا بِعَشْرٍ فَتَمَّ مِيقَاتُ رَبِّهِ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً وَقَالَ مُوسَى لِأَخِيهِ هَارُونَ اخْلُفْنِي فِي قَوْمِي وَأَصْلِحْ وَلَا تَتَّبِعْ سَبِيلَ الْمُفْسِدِينَ  – الأعراف: 142

“Dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam. Dan berkata Musa kepada saudaranya yaitu Harun: Gantikanlah aku dalam (memimpin) kaumku, dan perbaikilah, dan janganlah kamu mengikuti jalan orang-orang yang membuat kerusakan.” (Qs. al-Baqarah/2: 142)

 

(وَإِذْ وَاعَدْنَا): wa idz waa‘adnaa: Dan ingatlah (Wahai Bani Isra’il), ketika Kami berjanji.

Yang dimaksud  dengan janji di sini, menurut Imam At-Tabari, adalah “pertemuan” antara Allah ta’aala dan Nabi Musa di atas Gunung  (Ath-Thuur). Kata (نَا) “Kami”, menurut para mufassir adalah Allah ta’aala sendiri atau diwakilkan kepada para Malaikat.

(أَرْبَعِينَ لَيْلَةً): arba‘iina lailatan:  selama empat puluh malam

Di dalam Surat al-A‘raf (7): 142 di atas dijelaskan bahwa empat puluh malam itu adalah “ sesudah berlalu waktu tiga puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam”.

Menurut Tafsir At-Thabari dan Ibn Katsir, empat puluh hari itu adalah tigapuluh hari penuh pada bulan Dzul-Qa‘dah dan sepuluh hari berikutnya di bulan Dzul-Hijjah. Dan itu terjadi setelah Bani Isra’il terbebas dari Fir’aun dan bala tentaranya serta selamatnya mereka menyeberangi laut.

(ثُمَّ اتَّخَذْتُمُ الْعِجْلَ مِنْ بَعْدِهِ) tsummat takhadztumul ‘ijla min ba‘dihi: lalu kamu menjadikan anak lembu (sebagai sembahanmu) sepeninggalnya

Kata “kamu” yang dimaksud di sini adalah kaum Yahudi Bani Isra’il. Sepeninggal Nabi Musa berangkat ke bukit atau gunung (ath-Thuur), mereka membuat patung sapi yang dijadikan sesembahan mereka.

Hal ini berdasar ayat berikut:

يَسْأَلُكَ أَهْلُ الْكِتَابِ أَنْ تُنَزِّلَ عَلَيْهِمْ كِتَابًا مِنَ السَّمَاءِ فَقَدْ سَأَلُوا مُوسَى أَكْبَرَ مِنْ ذَلِكَ فَقَالُوا أَرِنَا اللَّهَ جَهْرَةً فَأَخَذَتْهُمُ الصَّاعِقَةُ بِظُلْمِهِمْ ثُمَّ اتَّخَذُوا الْعِجْلَ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ فَعَفَوْنَا عَنْ ذَلِكَ وَآتَيْنَا مُوسَى سُلْطَانًا مُبِينًا – النساء: 153

Ahli Kitab meminta kepadamu agar kamu menurunkan kepada mereka sebuah Kitab dari langit.  Maka sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih besar dari itu. Mereka berkata: “Perlihatkanlah Allah kepada kami dengan nyata”. Maka mereka disambar petir karena kelalimannya, dan mereka menyembah anak sapi, sesudah datang kepada mereka bukti-bukti yang nyata, lalu Kami maafkan (mereka) dari yang demikian. Dan telah Kami berikan kepada Musa keterangan yang nyata. (Qs. an-Nisaa/4: 153)

Istilah Ahli Kitab di dalam al-Qur’an banyak merujuk kepada Kaum Yahudi Bani Isra’il. Apalagi di dalam kasus Nabi Musa, maka Kaum Nasrani yang mengaku sebagai pengikut Nabi ‘Isa belum muncul.

Sementara itu ayat tentang penyembahan anak sapi juga disebutkan di dalam ayat Al-Baqarah: 92-93.

وَلَقَدْ جَاءَكُمْ مُوسَى بِالْبَيِّنَاتِ ثُمَّ اتَّخَذْتُمُ الْعِجْلَ مِنْ بَعْدِهِ وَأَنْتُمْ ظَالِمُونَ (92) وَإِذْ أَخَذْنَا مِيثَاقَكُمْ وَرَفَعْنَا فَوْقَكُمُ الطُّورَ خُذُوا مَا آتَيْنَاكُمْ بِقُوَّةٍ وَاسْمَعُوا قَالُوا سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَأُشْرِبُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْعِجْلَ بِكُفْرِهِمْ قُلْ بِئْسَمَا يَأْمُرُكُمْ بِهِ إِيمَانُكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (93) – البقرة: 92، 93

92. Sesungguhnya Musa telah datang kepadamu membawa bukti-bukti kebenaran (mukjizat), kemudian kamu jadikan anak sapi (sebagai sembahan) sesudah (kepergian)nya, dan sebenarnya kamu adalah orang-orang yang lalim (zalim). 93. Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu dan Kami angkat bukit (Thursina) di atasmu (seraya Kami berfirman): “Peganglah teguh-teguh apa yang Kami berikan kepadamu dan dengarkanlah!” Mereka menjawab: “Kami mendengarkan tetapi tidak menaati”. Dan telah diresapkan ke dalam hati mereka itu (kecintaan menyembah) anak sapi karena kekafirannya. Katakanlah: “Amat jahat perbuatan yang diperintahkan imanmu kepadamu jika betul kamu beriman (kepada Taurat)”. (Qs. al-Baqarah/2: 92-93)

(وَأَنْتُمْ ظَالِمُونَ) wa antum dlaalimuun: dan kamu adalah orang-orang yang dlalim (zalim).

Ungkapan kata dlalim (yang di dalam bahasa Indonesia sering dibilang “zalim” atau terkadang juga “lalim”) di atas menunjukkan sebuah perbuatan dosa yang sangat besar, yaitu perbuatan syirik dan sekaligus dihukumi sebagai kafir. Tentu saja karena mereka bertaubat, maka Allah ta’aala mengampuni mereka.

Kedlaliman itu memiliki beberapa tingkatan dan semuanya sebenarnya berakibat dosa pada dirinya.

Kedlaliman itu istilah yang dipakai untuk kejadian pelanggaran kebenaran yang berada pada suatu titik tingkatan tertentu. Oleh karena itu ada banyak pelanggaran dan ada sedikit pelanggaran, juga ada dosa besar dan dosa kecil. Ketika Adam melanggar larangan Allah, dia disebut dlalim, begitu juga Iblis disebut dlalim, meskipun di antara keduanya ada perbedaan yang besar.

ثُمَّ عَفَوْنَا عَنْكُمْ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ  [البقرة: 52]

Kemudian sesudah itu Kami maafkan kesalahanmu, agar kamu bersyukur. (Qs. al-Baqarah/2: 52)

 

(ثُمَّ عَفَوْنَا عَنْكُمْ) Tsumma ‘afaunaa ‘ankum: Kemudian Kami (Allah) memaafkan kamu (Bani Isra’il)

Memaafkan itu tentunya setelah mereka bertaubat dari kesalahan mereka menyembah patung sapi.

Kata maaf (العفوal-‘afwu mempunyai pengertian penghapusan dosa. Memaafkan ini terjadi setelah yang berdosa menerima hukuman atau sebelum menerima hukuman. Berbeda dengan kata ampunan (الغفرانal-ghufraan yang dalam hal ini tidak ada hukuman sama sekali.

Semua orang yang seharusnya dihukum tetapi ternyata tidak dihukum, maka orang itu dimaafkan. Permaafan itu penghapusan dosa.

(مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ) min ba‘di dzaalika: sesudah itu, yakni sesudah kamu menyembah patung anak sapi.

(لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ) la‘allakum tasykuruun: agar kamu bersyukur. Bersyukur atas ampunan Allah kepadamu.

Asy-Syukru: Berpikir atau membayangkan suatu kenikmatan dan menampakkannya

Al-Kufru: Melupakan kenikmatan dan menyembunyikannya (menutupinya)

 

Penulis             : M. Yusron Asrofie

Sumber            : http://tuntunanislam.id/

 

Halaman Selanjutnya: Lalim, Dosa Besar, Taubat, Syukur (2)……..

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *