Rabu, 29 Januari 2025

Literasi dan Kado Milad Ikatan Pelajar Muhammadiyah ke 56

Literasi dan Kado Milad Ikatan Pelajar Muhammadiyah ke 56

Oleh : Irvan Shaifullah

Ketua PD IPM Lamongan, Penulis dan Penyunting 20 buku

Pengasuh di Panti Asuhan dan Ponpes Al Mizan Muhammadiyah Lamongan

 

Tidak ada manusia yang sama persis.

Setiap manusia tentulah memiliki keunikan dan pengalaman sendiri sendiri.

Kita menjadi manusia karena kita memang berbeda dengan manusia yang lain.

Literasi secara etimologi berasal dari bahasa latin Littera yang memiliki pengertian melibatkan sistem tulisan yang menyertainya. Literasi adalah hak asasi manusia yang fundamental dan pondasi untuk belajar sepanjang hayat. Hal ini penting sepenuhnya untuk pembangunan sosial dan manusia dalam kemampuannya untuk mengubah kehidupan (UNESCO, 2015). Sedangkan menurut Alberta (2009),  arti literasi bukan hanya sekedar kemampuan untuk membaca dan menulis namun menambah pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dapat membuat seseorang memiliki kemampuan berpikir kritis, mampu memecahkan masalah dalam berbagai konteks, mampu berkomunikasi secara efektif dan mampu mengembangkan potensi dan berpartisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat.

Iqra’ wa rabbukal akram

Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir Al Misbah menjelaskan kata al akram yang berbentuk superlatif (bentuk kata yang menyatakan paling atau ter-) adalah satu satunya ayat di dalam Al Quran yang menyifati Tuhan dalam bentuk tersebut. Ini mengandung pengertian bahwa Tuhan dapat menganugerahkan puncak dari segala yang terpuji bagi setiap hambaNya, terutama dalam kaitannya dengan perintah membaca.

Perintah membaca, menelaah, meneliti, menghimpun dan sebagainya dikaitkan dengan “bi ismi Rabbika” (dengan nama Tuhamu). Pengaitan ini merupakan syarat sehingga menuntut dari si pembaca bukan saja sekadar melakukan pembacaan dengan ikhlas, tetapi juga antara lain memilih bahan bahan bacaan yang tidak mengantarkannya kepada hal hal yang bertentangan dengan ‘Nama Allah’ itu.

Seorang koki-pengarang atau penulis- yang memiliki keterampilan tinggi menulis biasanya gemar sekali membaca. Keterampilan membaca ini secara otomatis akan membuat si penulis seperti meracik sesuatu dan dia tidak pernah kekurangan bahannya. Dengan tema apapun, jikalau penulis adalah orang yang gemar membaca maka menulis sesuatu yang sulit bisa diubahnya menjadi sesuatu yang lebih sederhana dan mudah dipahami.

Tentunya dalam benak kita terbesit sebuah pertanyaan bagaimana menemukan artikel atau buku yang bergizi?

Dalam bukunya Flow di era sosmed (Mizan, 2016), Hernowo Hasim menyarankan tiga hal. Yang pertama perhatikan koki atau yang memasak buku alias penulisnya. Apabila sang koki menguasai materi yang ditulis dan memiliki keterampilan tinggi dalam merangkai kata, dapat dijamin bahwa artikel atau buku yang ditulisnya bergizi.

Kedua, cobalah cicipi sederet teks yang ada di artikel atau buku tersebut. Jika bahasa tulisnya jernih serta menggerakkan pikiran (membangkitkan semangat dan menggairahkan kita untuk membaca) berarti artikel atau buku tersebut bergizi.

Dan ketiga coba amati struktur buku tersebut. Buku yang bergizi adalah buku yang secara fisik  disusun dengan mematuhi kaidah kaidah penyusunan buku yang benar ( ada halaman halaman awal, halaman tengah, dan halaman halaman akhir). Kemudian buku tersebut memiliki komponen komponen buku lengkap (misalnya, disertai bab indeks jika buku itu non fiksi yang memudahkan seseorang pembaca untuk menemukan materi penting yang diinginkannya secara cepat, akurat dan tepat).

 

Agaknya memang benar kata Andrea Hirata, bahwa buku bagi seorang Lintang adalah obat dan sumur kehidupan yang airnya selalu memberikan kekuatan baru agar dia mampu mengayuh sepeda menatang angin setiap hari. Apabila makanan yang bergizi itu menyehatkan tubuh, demikian jugalah buku yang bergizi akan menyehatkan pikiran.

Sehat dengan menulis

Dunia pemikiran islam modern mengenal seorang penulis perempuan bernama Fatima Mernissi. Lahir di Fez, Maroko pada 1940. Dia dikenal sebagai seorang penulis yang ‘menggugat’ banyak hal. Beberapa karyanya yang telah diterbitkan dalam bahasa Inggris adalah Beyond the veil, Doing Daily Battle, Women and Islam, The Forgotten Queens of Islam, Islam and Democrazy dan Dream of Trespass.  Perempuan yang mempelajari ilmu politik dan sosiologi di Universitas Mohammad V tersebut juga mengajar di universitas yang sama sejak 1974 sampai 1980.

Di dalam bukunya yang diterjemahkan dalam bahasa inggris pada tahun 1996 yang berjudul Women’s Rebellion and Islamic memory, Mernissi memberikan pendahuluan yang panjang dengan karakter tulisan tulisannya yang berisi pertanyaan pertanyaan yang khas dan tajam. Tapi kita tidak akan bahas pelbagai pertanyaan tersebut dalam tulisan ini. Ada hal yang lebih menarik yang disampaikan oleh Mersinni dalam bukunya itu- yang akhirnya diterbitkan dalam versi bahasa indonesia yang bejudul Pemberontakan wanita : Peran Intelektual Kaum Wanita dalam sejarah Muslim (Mizan, 1999)- mengupas hal menarik tentang menulis itu menyehatkan. Judulnya pun menarik yaitu Menulis itu lebih baik ketimbang Operasi pengencangan kulit wajah.

Dalam bukunya, Mersinni menuliskan,” Usahakan menulis setiap hari.Niscaya kulit anda akan menjadi segar kembali akibat kandungan manfaat yang luarbiasa. Dari saat anda bangun, menulis meningkatkan aktivitas sel. Dengan coretan pertama diatas kertas kosong, kantung dibawah mata anda akan segera lenyap dan kulit anda akan segar kembali.”

Boleh percaya atau tidak. Pada tahuan 1990an, seorang psikolog bernama Pennebaker yang telah melakukan penelitian selama lima belas tahun tentang pengaruh upaya membuka diri terhadap kesehatan fisik, menerbitkan buku yang berjudul Opening Up : The Healing Power of Expressing Emotions. Buku ini secara  ‘gamblang’ menceritakan upaya upaya mengungkapkan segala pengalaman yang tidak mengenakkan dengan kata kata yang mempengaruhi pikiran, perasaan dan kesehatan tubuh seseorang. Buku ini berisi tentang pengalaman Pennebaker sebagai peneliti di bidang psikologi, bukan sebagai dokter atau terapis.

Dalam penelitian yang diceritakan dalam buku tersebut, semua sukarelawan  diminta untuk menulis tentang trauma. Tulisan itu berisi tiga hal yaitu, hanya melepaskan emosi saat proses menulis berlangsung, hanya menuliskan fakta yang terkait trauma, dan menulis tentang fakta dan upaya melepaskan emosi  tekait trauma tersebut.  Kelompok pembanding juga disiapkan untuk melengkapi penelitian tersebut, mereka diminta menuliskan topik khayalan dan tidak relevan dengan diri mereka sendiri.

Alhasil, singkatnya dalam kurun waktu 4 bulan. Mereka yang menuliskan trauma mereka menunjukkan adanya penurunan kunjungan sakit dibandingkan mereka yang tidak pernah menuliskannya. Lantas dengan gembira Pennerbakker menuliskan dalam bukunya,” Orang orang yang menuliskan pikiran perasaan terdalam mereka tentang pengalaman traumatis menunjukkan fungsi kekebalan tubuh dibanding dengan orang orang yang menuliskan masalah remeh temeh. Menulis tentang pikiran dan perasaan terdalam tentang trauma yang mereka alami menghasilkan suasana hati yang lebih baik, pandangan yang lebih positif, dan kesehatan fisik yang lebih baik.”

Four Language skill

Guru besar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Pasundan Bandung, Asep Sjamsul Bachri dalam artikelnya yang berjudul “ Membangun Literasi Sunda melalui Persekolahan “ di Pikiran Rakyat  Jumat, 29 Januarti 2016 menuturkan,” Bahasa menekankan pada empat aspek kemapuan, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis yang harus dikembangkan kebermaknaannya,”

Berbicara-dilanjutkan oleh Prof Asep Sjamsul Bachri- adalah suatu kemampuan dalam mengungkapkan isi hati secara lisan untuk sesuatu yang dianggap setuju, tidak setuju atau bertanya tentang sesuatu yang kita perlukan penjelasannya. Pembicara yang baik senantiasa fokus pada konteks dan teks yang menjadi tema.

Selanjutnya, membaca adalah melisankan gambar dan huruf yang bersusun jadi kata, kata jadi kalimat, tetapi menyinkronkan pikir, hati, dan penglihatan yang menuntun pembaca mengungkapkan lisan yang jelas.

Sedangkan, menyimak adalah melatih pikir, hati, mata dan pendengaran untuk konsentrasi penuh dalam mendengarkan ujaran orang lain, termasuk guru, untuk dicerna dan dipahami maknanya sehingga orang berhasil dalam belajarnya karena mengerti.

Dan menulis, adalah menggambarkan ekspresi hati yang tampak pada gambar dan huruf melalui  proses berpikir yang bermakna karena tulisan adalah tuturan lisan yang dicerna oleh indra mata. Tulisan yang rapi dan bersih akan menimbulkan rasa nyaman dalam membaca dan akan mengesankan pada orang yang membaca.

Stephen R Covey melengkapi deskripi tersebut dengan ungkapan,” membaca dan menulis sama sama merupakan bentuk komunikasi. Begitu pula berbicara dan mendengarkan. Sebenarnya, hal itu semua adalah empat jenis dasar komunikasi. Dan, pikiranlah seluruh waktu yang anda habiskan untuk mengerjakan setidaknya salah satu dari keempat hal itu. Kemampuan untuk mengerjakan itu semua dengan baik mutlak perlu, demi efektivitas anda.”

Pada milad IPM ke 56 ini, Ikatan Pelajar Muhammadiyah mengusung tema besar yaitu Membangun Spirit Berkemajuan wujudkan pelajar berkarya nyata. Tema besar itu lantas terbagi menjadi 3 bagian besar terdiri dari gerakan literasi, ekologi dan studentpreneur. Dengan tidak mengesampingkan dua gerakan yang lain, gerakan literasi hari hari ini bolehlah disebut sebagai ‘perayaan kecil’ dibanding tahun tahun sebelumnya. Apalagi pemerintah sedang gencar mengawal program tersebut, salah satunya dengan pengiriman paket buku gratis pada tanggal 17 setiap bulannya. ‘ Perayaan kecil’ ini sebenarnya sudah mulai digerakkan IPM bahkan pada saat pemerintah belum sepenuhnya mendukung program literasi.

Program ini lantas menjadi bahan perbincangan dalam seminar seminar dan banyak digalakkann oleh pegiat pegiat di daerah. Tidak hanya berliterasi, sebenarnya secara tidak sadar IPM telah mengembangkan komunikasi Four languange skill bahkan sebelum banyak organisasi lain melakukannya. Four Language skill tersebut sebagaimana dijelaskan di awal meliputi menyimak, berbicara, membaca dan menulis. Keempat komunikasi tersebut adalah aktivitas keseharian kader kader IPM. Menyimak dan berbicara adalah bagian dari aktifitas perkaderan di IPM dalam semua hal. Mulai taruna melati, pengajian di masjid, diskusi dll. Dari tingkat bawah sampai ke tingkat pusat. Luar biasa.

Uniknya, aktifitas menulis dan membaca ini mulai tumbuh sedemikian pesat dan menjadi ‘kado baru’ bagi Ikatan Pelajar Muhammadiyah dalam mengemban amanah bangsa dan persyarikatan. Perkembangan ini bisa dilihat dari banyaknya taman baca yang berada dalam naungan IPM. Walaupun taman baca tidak menjadi ukuran mutlak perkembangan literasi di IPM. Minimal itu menjadi semangat baru dalam mengembangkan potensi membaca dan menulis bagi kader kader IPM. Empat komunikasi tersebut akan lengkap dan sempurna jika IPM mampu mengembangkan dan melaksanakannya dalam berbagai program.

Semoga berkelanjutan dan terus berkarya nyata. 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *