Kamis, 30 Januari 2025

Meninggalkan Debat (1)

Seorang hamba tidak dikatakan beriman sepenuhnya hingga meninggalkan berbohong ketika bergurau dan juga meninggalkan berdebat meskipun benar”. (al-Hadits)
Pengertian

Menurut Wikipedia, debat merupakan kegiatan adu argumentasi antara dua pihak atau lebih, baik perseorangan maupun kelompok, dalam mendiskusikan dan memutuskan masalah dan/atau juga perbedaan. Jika dikelompokkan, setidaknya ada 3 (tiga) macam debat, yakni mira’, jadal dan khusumahMira’ adalah setiap bantahan atas ucapan orang lain dengan cara menampakkan, baik pada kalimat, makna, atau maksudnya, untuk menunjukkan keunggulan dirinya. Jadal adalah menyebutkan kelemahan pendapat orang lain dalam rangka mengukuhkan pendapatnya sendiri, membungkam lawan bicara dengan menunjukkan kesalahan ucapannya dan menisbatkan kebodohan kepadanya. Sedangkan, khusumah adalah ucapan yang keras demi mendapatkan harta atau hak.

Di antara ketiganya, mira’ dan jadal biasanya berakibat pada sikap menyakiti orang lain. Dengan demikian, keduanya (mira’ dan jadal) dapat membangkitkan nafsu amarah dan membela pendapatnya masing-masing dengan cara benar atau salah. Apabila ada dua orang yang berdebat, ibarat orang yang sedang berkelahi. Masing-masing saling berusaha merobohkan lawannya setelak mungkin. Jika satu pihak berhasil merobohkan pihak lain, seolah-olah ada kepuasan tersendiri dalam dirinya.

Kita seringkali menjumpai contoh-contoh mira’ berbentuk bantahan terhadap pendapat orang lain, meskipun terkait dengan hal-hal yang sepele. Di antara contoh-contoh mira’ adalah sebagaimana berikut: pertama, kritik atas kalimatnya dengan cara menampakkan kesalahan tata bahasa dan/atau penempatannya. Contoh dari kritik ini bisa dilihat dari ungkapan seseorang yang mengatakan: “jika ngomong jangan muter-muter seperti benang ruwet”. Kedua, bantahan atas makna argumentasi yang disampaikan seseorang. Contoh atas hal ini dapat dilihat dalam pernyataan berikut: “apa yang Anda katakan salah, tidak sesuai dengan fakta yang saya ketahui”. Ketiga, bantahan atas maksudnya. Contoh dari bantahan ini dapat dilihat dalam pernyataan berikut: “yang Anda katakan memang benar, tetapi apa maksud sesungguhnya di balik perkataan Anda? Saya curiga ada maksud-maksud tersembunyi!”.

Hal-hal yang Mendorong Perdebatan

Setiap orang pasti mempunyai cara pandang yang berbeda dalam menyikapi suatu peristiwa yang sama. Sebagai contoh misalnya cara pandang orang dalam melihat gelas yang berisi air separuh. Sekalipun obyeknya sama, tetapi setiap orang dapat melihatnya dari perspektif yang berbeda. Ada orang yang mengatakan bahwa gelas tersebut berisi air separuh, dan ada pula yang menyebut kosong separuh. Kedua pernyataan ini jelas benar semua, tetapi perspektifnya saja yang berbeda-beda. Orang yang mengatakan gelas itu berisi air separuh berangkat dari perspektif berpikir positif. Ia melihat bahwa di dalam gelas sudah berisi sesuatu yang positif, yakni air, meskipun baru separuh. Sementara, orang yang menyebut gelas itu kosong separuh berangkat dari perspektif berpikir negatif. Mengapa demikian? Sebab, apa yang dilihatnya adalah posisi ruang kosong dalam gelas atau sisi negatifnya.

Lepas dari hari itu, yang pasti, biasanya terdapat pendapat positif dan negatif dalam setiap ungkapan yang disampaikan seseorang. Seandainya seseorang itu mengemukakan empat buah pendapat, maka boleh jadi tiga di antaranya adalah pendapat positif, sedangkan yang satunya dianggap negatif. Dalam menyikapi hal ini, tentu masing-masing orang akan menggunakan perspektif yang berbeda-beda. Ada sebagian orang yang berkonsentrasi pada tiga pendapat positif dengan memuji dan memberikan dukungan. Ada juga yang justru berkonsentrasi pada satu pendapat yang dianggapnya negatif. Kecenderungan yang kedua ini biasanya berujung pada kritik dan celaan, sehingga akhirnya dapat memicu perdebatan. Menurut Ibrahim el-Fiky, mencela dan mengkritik merupakan buah dari berpikir negatif yang mengandung racun seperti bisa ular yang masuk dalam aliran darah dan kemudian mematikan.

1. Mencela

Di saat mencela seseorang, Anda pasti sedang dalam posisi mempertahankan diri. Reaksi orang yang sedang menerima celaan dari Anda pun bisa saja menjadi negatif. Celaan telah membuat seseorang merasa menjadi korban dan menjadi racun dalam dirinya, sehingga ia menjadi sangat sedih. Jika Anda mencela salah seorang sahabat yang datang terlambat dalam pertemuan yang telah ditentukan, ia akan merasa menjadi korban dari perlakuan Anda. Jika mencela seorang pimpinan maka ia pun akan merasa menjadi korban dan harga dirinya terusik. Jika mencela orang lain, berarti anda telah mengirim pesan ke akalnya dan memintanya untuk membuka file-file celaan yang tersimpan dalam memorinya agar digunakan untuk mencela anda. Anda berarti telah meminta file-file harga dirinya untuk bangkit. Orang yang suka mencela, ia juga akan menerima celaan. Bahkan, tidak tertutup kemungkinan apabila celaan yang akan diterima bisa lebih “kejam” dari apa yang telah Anda sampaikan.

2. Mengkritik

Sebelum dielaborasi lebih lanjut, terdapat beberapa pertanyaan yang patut diajukan. Apakah Anda pernah dikritik di hadapan banyak orang? Bagaimanakah perasaan Anda ketika dikritik di hadapan banyak orang? Apakah Anda merasa senang, berbunga-bunga, tidak enak hati atau bahkan marah? Secara psikologis, tentu kebanyakan orang akan merasa tidak enak hati ketika mendapatkan kritikan. Boleh jadi, orang itu juga akan marah dan bahkan berusaha untuk membela diri. Oleh sebab itu, jika dengan terpaksa harus mengkritik, sampaikanlah dengan cara-cara yang baik. Mulailah dengan pernyataan-pernyataan positif tentang orang yang dikritik dan akhiri pula dengan sesuatu yang juga positif. Gagasan kritis Anda bisa diselipkan di tengah-tengah penyataan-pernyataan positif tersebut. Dengan demikian, orang yang Anda kritik tidak merasa kalau dirinya sedang dikritik.

Apabila tidak menggunakan cara-cara yang santun, kritikan sangat mungkin mengundang reaksi yang cukup keras. Dengan tanpa disadari, kritik juga dapat menyebabkan orang yang dikritik merasa sendirian dan tidak berguna. Oleh karena itu, kritik dapat berdampak negatif dan mengundang amarah. Jika ada yang suka mengkritik orang lain berarti ia sedang mengundang orang tersebut untuk mengkritiknya. Pada akhirnya, terjadilah saling kritik di antara keduanya. Pelan tetapi pasti, keduanya akan saling bertahan untuk saling “menjatuhkan”. Di saat situasi sudah “memanas”, keduanya tidak bisa dihindarkan untuk saling debat.

 

 

Penulis : Agus Sukaca

Sumber : tuntunanislam.id

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *