Selasa, 14 Mei 2024

Muhammadiyah Melek Informasi

Kesadaran bermedia di kalangan Muhammadiyah sudah tumbuh sejak tahun 30-an. Selain menerbitkan media massa, Muhammadiyah juga membentuk Bagian Pustaka sebagai salah satu lembaga Muhammadiyah paling awal.  Artinya, kepedulian terhadap hal-hal yang terkait informasi sudah tertanam sejak awal di persyarikatan Muhammadiyah. Sebagai salah satu Ormas yang bercorak pembaharu, Muhammadiyah senantiasa melakukan adaptasi terhadap perkembangan media informasi.

Untuk memegang kunci peradaban, gerakan keilmuan sudah dipelopori oleh bagian pustaka yang dideklarasikan beserta empat lembaga lainnya. Dalam perkembangannya, baik Muhammadiyah maupun Aisyiyah selalu akrab bukan hanya dengan buku, tetapi juga dengan media massa. Walaupun dalam catatan sejarah Muhammadiyah pernah memiliki media massa yang bercorak umum namun tidak bertahan, namun secara konsisten media internal tetep terbit hingga hari ini yaitu Suara Muhammadiyah dan Suara Aisyiyah, disamping beberapa media lain yang diterbitkan oleh lembaga dan atau majelis di tingkat pusat maupun di wilayah dan daerah.

Perkembangan teknologi yang masuk pada babak baru dimana internet menjadi salah satu media informasi yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia saat ini, Muhammadiyah melakukan penyesuaian dengan membuat situs yang memiliki konten sangat kaya dan informatif. Keberadaan situs (www.muhammadiyah.or.id) sudah sangat cukup untuk mewadahi berbagai informasi yang bisa menjelaskan apa itu Muhammadiyah dan apa saja aktivitas Muhammadiyah – walupun belum tercover semua.

Di tengah dunia yang selalu berubah, Muhammadiyah dengan medianya, baik cetak (majalah) maupun onlinenya mengalami beberapa persoalan. Pertama, kurangnya partisipasi warga Muhammadiyah untuk mengisi media tersebut. Terlebih ketika website Muhammadiyah dibuat dengan menyediakan lebih dari 500 sub domain, maka hal yang paling dihawatirkan adalah keberadaan sub domain yang tetap kosong tanpa isi – sebab tidak dimanfaatkan oleh kader-kadernya. Kedua, stagnasi konten media dihawatirkan akan menimbulkan kejenuhan bagi pembacanya. Sedangkan karakteristik dari media online ada pada dinamisasi – bukan hanya bagus tampilannya.

Dua persoalan di atas paling tidak diakibatkan oleh dua hal, pertama, pembuatan media (khususnya online) tidak disertai dengan edukasi kepada warganya. Hal ini yang membuat penyediaan konten bagi pengelola website menjadi berat, di satu sisi harus mengcover berbagai aktivitas Muhammadiyah, di sisi lain kurangnya personil untuk melakukan aktivitas tersebut – ini yang akan diantisipasi oleh MPI periode saat ini. Kedua, belum tumbuhnya kesadaran di kalangan kader Muhammadiyah juga Ortomnya untuk menjadi bagian dari media onlie tersebut. Paradigma konsumen (download) dalam media online sebenarnya telah lewat, dan saatnya kini adalah setiap kader Muhammadiya juga menjadi konsumen. Sehingga ke depan akan muncul generasi prosumen (produsen sekaligus konsumen) dari konten media online tersebut.

           

Melek Informasi

Beberapa saat ke belakang, kita berada pada abad informasi, artinya orang yang menguasai dunia adalah orang yang paling banyak informasinya. Sumber-sumber informasi ada di media dengan segala bentuk, mereka akan sebanyak-banyaknya mencari informasi agar dia tetap eksis bahkan paling eksis dan berkuasa. Namun sekejap kemudian sesungguhnya kita sudah lemewati abad itu dan kini kita berada di abad kreatifitas. Artinya, siapa yang kreatif memanfaatkan media dialah mereka yang menguasai dunia.

Bagi kader Muhammadiyah, membaca media saja tidak cukup, tetapi bagaimana setiap kader dapat berkontribusi dalam penciptaan konten media dalam sebuah kolaborasi informasi yang dilakukan secara sederhana namun terstruktur. Inilah yang kemudian kita sebut sebagai (kader) Muhammadiyah Melek Informasi (MMI). Kader Muhammadiyah aktif dalam penciptaan makna dan berkontribusi dalam memberikan informasi kepada publik. Hal ini bisa dilakukan olah siapa saja, kapan saja dalam posisi dimana saja.

Beberapa hal penting untuk mewujudkan MMI, pertama, setiap kader Muhammadiyah memunculkan sensitifitasnya dengan kemampuan analisis sosial (sence of news). Setiap orang baik di kota maupun di desa, selalu menemukan hal-hal unik, peristiwa menarik dan kejadian luar biasa. Dalam peroses kehidupan normal kita selalu menganggap bahwa itu tidak perlu diinformasikan karena memang biasa bagi dirinya dan masyarakat sekitarnya. Pertanyaanya, apakah itu juga biasa-biasa saja bagi orang lain? Belum tentu, hal-hal yang menurut kita biasa bisa jadi bagi orang lain sangat luar biasa. Kemampuan untuk menanamkan sesifitas terhahdap nilai berita bisa dimunculkan dengan melakukan kategorisasi terhadap fenomena sosial yang terjadi di sekitar kehidupannya. Fenomena keluarga yang sepuluh tahun tinggal di kandang kambaing, seperti yang terjadi di Sukabumi misalnya, mungkin bagi warga sekitar tidak istimewa. Namun ketika dibuka ke publik, ternyata menjadi pemberitaan nasional dan dapat menggerakan masyarakat lain untuk mencari solusi atas persoalan sosial tersebut. Dalam waktu sekejap, keluarga tersebut selamat dan kini hidup layak seperti yang lain.

Kedua, kemampuan masyarakat untuk memproduksi informasi. Setiap berita memang memerlukan teks – agar informatif. Karenanya kemampuan membuat berita bagi kader Muhammadiyah sangat penting. Yang harus dibedakan adalah paradigma pembuatan berita yang hari ini masih monopoli para wartawan profesional. Wartawan membuat berita tentu untuk komersial sebab mereka bekerja di sebuah industri, karenanya banyak aturan dalam pembuatan beritanya. Namun pada intinya adalah bagaimana kader Muhammadiyah dapat membuat teks yang keluar dari struktur pembuatan berita yang rigid dan konfensional. Bagi warga masyarakat biasa, memproduksi berita adalah menyampaikan informasi apa adanya, tidak perlu kaidah-kaidah jurnalistik yang mengikat, gaya bahasa yang mendayu dan lain sebagainya. Dengan gaya bahasa masyarakat sendiri, cara penulisan bebas, yang penting informatif, itu sudah sangat cukup.

Ketiga, kemampuan penggunakan teknologi secara produktif. Media teknologi dalam MMI tidak melulu internet, komputer atau lap top, tetapi semua potensi teknologi yang bisa dimanfaatkan. Jika hari ini hampir tidak ada kader Muhammadiyah yang tidak punya hand phone (HP), maka itulah potensi yang harus dioptimalkan. Artinya bagaimana mereka dapat memanfaatkan HP untuk kepentingan membagi informasi. Mengetik berita bisa dilakukan dengan menggunakan HP (walaupun HP Jadul). Jika HP bisa SMS maka itulah modal penting untuk mengirimkan sebuah berita.  Terlebih jika HP nya sedikit maju dengan fasilitas foto, video, atau bisa internetan. Hal itu akan lebih mempermudah dan memperkaya konten, sebab nanti yang dikirim tidak hanya teks tetapi juga gambar. Dengan memanfaatkan teknologi seperti ini, artinya setiap kader Muhammadiyah sudah bisa mencari, membuat dan mengirim berita. Sehingga semua kader Muhammadiyah adalah reporter  yang bertugas mengcover berbagai informasi yang ada di sekitar dirinya dan rumahnya – tidak usah jauh-jauh dari situ.

Keempat, diperlukan kekuatan penghubung. Penghubung dalam kerja MMI adalah aktivitas menyambungkan konten yang mungkin lokal bahkan hyper lokal yang dimuat di web milik Muhammadiyah kepada media mainstream. Walaupun media-media alternatif dan media sosial sangat akrab di masyarakat, namun untuk mempublikasikan secara massif sebuah isu tetap harus berkolaborasi juga dengan media mainstream baik cetak maupun elektronik. Kedua, menghubungkan antara fenomena sosial yang terjadi di masyarakat dengan sumber-sumber kekuatan baik finansial, politik, budaya, maupun komunitas masyarakat lain yang memiliki kepedulian. Fakta yang terjadi di Sukabumi seperti dijelaskan di atas ternyata dengan kekuatan penghubung baik ke media mainstream maupun ke sumber donatur, terbukti bisa menyelesaikan persoalan yang terjadi dalam rentang waktu sepuluh tahun hanya dalam hitungan hari, sebab banyak orang yang tergerak untuk turut menyelesaikan apa yang menjadi persoalan di masyarakat yang sesungguhnya mungkin jauh dari tempat tinggalnya.

Jika dilakukan, akan terbukti bahwa MMI bukan hanya melahirkan generasi narsis (ingin tampil di media saja), tetapi juga mencoba menggerakan publik untuk peduli terhadap sebuah fenomena sosial tertentu. Karenanya konten dalam MMI adalah segala sesuatu yang mungkin tidak hanya peristiwa biasa, tetapi juga hal-hal yang terkait dengan ketimpangan sosial, hal-hal yang bersifat human interest, ironisme, dan kejanggalan sosial lainnya. Konten yang bersifat lokal bahkan hyper lokal, selain dapat mempermudah kader dalam mencari informasi, juga bahwa memang pada dasarnya setiap orang akan paham tentang apa yang terjadi di sekitarnya, bukan orang lain.

MMI punya visi yaitu membangun kemandirian publik untuk melakukan perubahan sosial. Dasarnya adalah setiap kader Muhammadiyah harus kritis terhadap fenomena sosial yang ada di sekitarnya, dengan kemampuan membuat berita dan mengirimkannya, sesungguhnya kader telah melakukan kolaborasi dengan masyarakat di luar untuk senantiasa bersama-sama menyelesaikan persoalan di daerahnya. Sedangkan misi dari MMI adalah pemberdayaan masyarakat. Dengan tanpa menggantungkan nasib masyarakat dan pembangunan daerahnya kepada pemerintah, masyarakat masih bisa menarik kekuatan lain untuk menjadi bagian dari dirinya dalam menyelesaikan persoalan, dengan tetap memegang prinsip independen dan kritis. Al’ilmu minallah

           

Penulis adalah Wakil Sekretaris Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *