Senin, 06 Mei 2024

Orang Islam Wajib Shadaqah (2)

Penerima Shadaqah

Islam, dalam mewajibkan shadaqah, tidak memberi peluang kepada umat manusia untuk bermalas-malas, menantikan shadaqah orang yang akan diterimanya. Sebaliknya, ajaran Islam memerintahkan agar orang bekerja mencari nafkah untuk hidupnya dan dalam waktu sama mencela orang yang hidup menyandarkan kepada pertolongan orang lain. Karena itu, yang berhak menerima shadaqah adalah orang yang benar-benar memerlukan pertolongan karena usahanya tidak mampu mencukupi kebutuhannya. Atau, karena sesuatu peristiwa yang terjadi pada diri seseorang, ia amat memerlukan bantuan dari orang lain.  Hadist Nabi SAW mengajarkan bahwa orang yang mampu mencukupkan kebutuhan hidup dirinya dan orang yang menjadi tanggungannya, demikian pula orang yang cukup kuat untuk bekerja mencari nafkah, tidak berhak menerima shadaqah.

 

Sanak Kerabat Diutamakan

Dari ayat-ayat al-Quran dan hadist, kita peroleh ajaran bahwa sanak kerabat yang memerlukan pertolongan diutamakan untuk menerima shadaqah seseorang. Misalnya, ayat 177 surat al-Baqarah, ayat 90 surat an-Nahl, ayat 26 surat al-Isra’, ayat 38 surat ar-Ruum, dan ayat 23 surat as-Syura. Bahkan dalam ayat 215 surat al-Baqarah terdapat ketentuan suatu urutan kepada siapa shadaqah itu diberikan, yaitu berturut-turut kepada kedua orang tua, sanak kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, kemudian orang dalam perjalanan (ibnu sabil) yaitu orang yang dalam perjalanan bukan karena maksiat dan memerlukan bantuan.

يَسۡـَٔلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَ‌ۖ قُلۡ مَآ أَنفَقۡتُم مِّنۡ خَيۡرٍ۬ فَلِلۡوَٲلِدَيۡنِ وَٱلۡأَقۡرَبِينَ وَٱلۡيَتَـٰمَىٰ وَٱلۡمَسَـٰكِينِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِ‌ۗ وَمَا تَفۡعَلُواْ مِنۡ خَيۡرٍ۬ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٌ۬ -٢١٥

Mereka bertanya tentang apa yang mereka nafkahkan. Jawablah: “Apa saja harta yang kamu nafkahkan hendaklah diberikan kepada ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan.” Dan apa saja kebaikan yang kamu buat, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya. (QS al-Baqarah 215)

Pada suatu hari Rasulullah SAW memerintahkan para sahabat untuk bershadaqah, kemudian berkata salah seorang sahabat: “Ya Rasulullah, saya mempunyai satu dinar”, maka beliaupun memerintahkan: “Shadaqahkanlah uangmu itu untuk keperluan dirimu”, orang itu berkata: “saya mempunyai dinar lain”, Rasulullah memerintahkan: “Shadaqahkanlah uangmu itu untuk anakmu”; orang itu berkata lagi: “saya masih mempunyai yang lain”, beliau memerintahkan “Shadaqahkanlah uang itu untuk istrimu”; orang itu mengatakan lagi “saya masih mempunyai yang lain”, Rasulullah memerintahkan “Shadaqahkanlah uang itu untuk pembantu rumah tanggamu, orang itu menjawab lagi “saya masih punya yang lain”, maka beliau menjawab: “Engkau lebih tahu kepada siapa uang itu akan engkau shadaqahkan”.

Hadist yang diriwayatkan Ahmad, Muslim dan Turmudzi dari Abu Hurairah RA mengajarkan bahwa uang yang dibelanjakan seseorang untuk sabilillah, untuk memerdekakan budak, untuk orang miskin, dan untuk keluarganya, yang paling besar pahalanya adalah yang dibelanjakan untuk keluarganya.

Hadist Nabi SAW riwayat Bukhari-Muslim mengajarkan bahwa shadaqah untuk orang miskin mendapat pahala satu shadaqah, sedang shadaqah untuk sanak kerabat mendapat pahala dua, yaitu pahala shadaqah dan pahala menghubungkan tali persaudaraan (silaturrahmi).

Demikian luasnya pengertian shadaqah menurut ajaran Islam hingga memberi nafkah untuk kepentingan keluarga yang menjadi tanggunganpun termasuk shadaqah, sebagaimana diajarkan dalam hadist Nabi SAW riwayat Bukhari-Muslim dari Abu Mas’ud al-Anshari RA:

“Bila orang muslim membelanjakan harta untuk mencukupkan nafkah keluarga, dengan niat memperoleh ridla Allah SWT, maka orang itu mendapat pahala shadaqah”.

 

Bershadaqah kepada Siapapun adalah Kebaikan

Shadaqah kepada siapapun merupakan kebaikan yang berpahala; tetapi shadaqah untuk sanak keluarga mempunyai kelebihan kebaikan dibanding shadaqah kepada selain keluarga.

Meskipun demikian, bila kita memang mempunyai kelonggaran, jangan seluruh harta yang akan dishadaqahkan hanya tertuju pada keluarga, tetapi hendaklah juga kepada yang lain; misalnya kepada tetangga yang bukan keluarga, orang yang datang untuk meminta bantuan karena kebutuhan mendesak, kepentingan amal sosial, pembangunan tempat ibadah, dan sebagainya. Kepada semua itu kita berikan bagiannya, meskipun bila tiba-tiba bersama-sama dengan kebutuhan keluarga yang amat mendesak, lebih kita utamakan kepentingan keluarga.

 

Shadaqah kepada non Muslim

Sering menjadi pertanyaan, apakah dalam kita memberikan shadaqah itu harus diberikan kepada saudara-saudara kita yang beragama Islam? Untuk memberi jawaban atas pertanyaan tersebut, dapat dikemukakan ketentuan ayat 8-9 surat al-Mumtahanah yang mengajarkan agar umat Islam berbuat baik dan berbuat adil kepada siapapun yang tidak bersikap memusuhi umat Islam.

لَّا يَنۡهَٮٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ لَمۡ يُقَـٰتِلُوكُمۡ فِى ٱلدِّينِ وَلَمۡ يُخۡرِجُوكُم مِّن دِيَـٰرِكُمۡ أَن تَبَرُّوهُمۡ وَتُقۡسِطُوٓاْ إِلَيۡہِمۡ‌ۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُقۡسِطِينَ (٨) إِنَّمَا يَنۡہَٮٰكُمُ ٱللَّهُ عَنِ ٱلَّذِينَ قَـٰتَلُوكُمۡ فِى ٱلدِّينِ وَأَخۡرَجُوڪُم مِّن دِيَـٰرِكُمۡ وَظَـٰهَرُواْ عَلَىٰٓ إِخۡرَاجِكُمۡ أَن تَوَلَّوۡهُمۡ‌ۚ وَمَن يَتَوَلَّهُمۡ فَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلظَّـٰلِمُونَ -٩

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adilSesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, Maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (QS al-Mumtahanah 8-9)

Jadi, yang dilarang adalah bila umat Islam berteman setia kepada mereka yang nyata-nyata memusuhi umat Islam. Dengan demikian, bershadaqah kepada selain saudara seagama dapat dibenarkan, selagi memang mereka benar-benar memerlukan bantuan.

Bahkan, dalam suatu hadist riwayat Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah RA, diceritakan bahwa ada orang niat bershadaqah tiba-tiba diberikan kepada pencuri. Pagi harinya orang-orang mengatakan bahwa orang tersebut memberikan shadaqah kepada pencuri. Mengetahui hal itu, orang tersebut memuji kepada Allah dan berniat akan bershadaqah lagi. Shadaqah yang kedua ini ternyata diberikan kepada perempuan pezina. Pagi harinya orang-orang mengatakan bahwa shadaqahnya diberikan kepada perempuan pezina. Setelah diketahuinya, orang tersebut berniat lagi memberikan shadaqah lagi, yang ternyata diberikan kepada orang yang tergolong kaya. Pagi harinya orang memperkatakan bahwa shadaqah telah diberikan kepada orang kaya. Orang tersebut memuji kepada Allah pula, tetapi agak ada perasaan mengapa tiga kali bershadaqah berturut-turut diberikan kepada pencuri, perempuan pezina, dan orang kaya, apakah tidak salah alamat, dan apakah dengan demikian shadaqahnya berpahala? Kemudian datanglah seseorang kepadanya, (mungkin malaikat) untuk membesarkan hatinya; dikatakan kepadanya:

“Shadaqahmu yang diterima pencuri, mudah-mudahan dapat memberikan peringatan agar ia menghentikan perbuatannya; shadaqahmu yang diterima perempuan pezina mudah-mudahan dapat memberikan peringatan kepadanya untuk menghentikan perbuatan zinanya; shadaqahmu yang diterima orang kaya itu mudah-mudahan akan menjadi pelajaran baginya agar ia mau menshadaqahkan sebagian rejeki yang diberikan Allah kepadanya”.

 

Shadaqah Seorang Isteri

Ada hal lain yang baik dikemukakan, untuk menunjukkan bagaimana kuat anjuran bershadaqah itu dalam Islam, yaitu bila seorang istri bershadaqah dengan harta berasal dari belanja yang diberikan suaminya, asalkan tidak berakibat mengganggu terpenuhinya kebutuhan sehari-hari, maka istri itu akan mendapat pahala atas shadaqah yang dilakukan dan suami akan mendapat pahala, karena harta yang dishadaqahkan itu berasal dari hasil kerjanya.

Hadist riwayat Bukhari Muslim dari Aisyah RA mengatakan:

“Apabila istri menshadaqahkan sebagian makanan rumah tangganya tanpa berakibat merusak kecukupan kebutuhannya, maka ia mendapat pahala atas shadaqah yang telah dilakukannya, dan suaminya mendapat pahala karena ia telah bekerja menghasilkan harta yang dishadaqahkan istrinya itu…”.

 

Ikhlas Shadaqah Karena Allah

Amalah shadaqah bukan hubungan antara si mampu dengan si miskin, tetapi sesungguhnya adalah hubungan antara si mampu dengan Allah SWT. Al-Qur’an surat Muzzamil ayat 20 memerintahkan agar kita bermuamalah dengan Allah dengan jalan memberikan pinjaman yang baik; segala kebaikan yang kita lakukan adalah untuk kepentingan diri kita sendiri; kebaikan yang kita lakukan akan bernilai kebaikan di sisi Allah dan akan memperoleh balasan pahala yang besar.

وَءَاتُواْ ٱلزَّكَوٰةَ وَأَقۡرِضُواْ ٱللَّهَ قَرۡضًا حَسَنً۬ا‌ۚ وَمَا تُقَدِّمُواْ لِأَنفُسِكُم مِّنۡ خَيۡرٍ۬ تَجِدُوهُ عِندَ ٱللَّهِ هُوَ خَيۡرً۬ا وَأَعۡظَمَ أَجۡرً۬ا‌ۚ

“…tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya…” (QS Muzammil 20)

Oleh karenanya dalam memberikan shadaqah diutamakan secara rahasia, tidak diketahui oleh orang lain. Kalaupun dilakukan dengan cara yang dapat diketahui orang lain, jangan sampai dikotori dengan rasa riya’, ingin memperlihatkan kebaikan kepada orang lain.

Al-Quran surat al-Insan ayat 9 menggambarkan keikhlasan orang bershadaqah dengan ungkapan:

إِنَّمَا نُطۡعِمُكُمۡ لِوَجۡهِ ٱللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنكُمۡ جَزَآءً۬ وَلَا شُكُورًا -٩

“Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, Kami tidak menghendaki Balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih” (QS al-Insan 9).

Meskipun dari pihak yang bershadaqah dilarang untuk mengharapkan balasan atau ucapan terima kasih dari yang menerima shadaqah, tetapi Nabi SAW mengajarkan; bila beliau menerima amanat shadaqah selalu membacakan shalawat untuk keluarga orang yang bershadaqah.

Ucapan terimakasih harus datang dari pihak yang menerima shadaqah, bukan karena diharapkan oleh pihak yang memberikan. Doa semoga shadaqahnya dikabulkan Allah, diberi balasan dengan berlipat ganda, baik pula diucapkan oleh orang yang menerima shadaqah. Dengan demikian apakah orang yang menerima shadaqah itu mengucapkan terimakasih ataukah tidak, tidak boleh mempengaruhi rasa ikhlas dalam melaksanakan amal shadaqah kita. Kita tidak boleh kecil-hati bila yang menerima shadaqah itu tiba-tiba tidak mengucapkan terimakasih ataupun tidak mendoakan untuk kita.

 

Penulis                        : Tim Redaksi

Sumber Artikel           : tuntunanislam.id

Halaman Sebelumnya  : Orang Islam Wajib Shadaqah (1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *