Berpedoman pada ketetapan PP Muhammadiyah, kedudukan wanita haid  tidak boleh berpuasa dan wajib mengganti di hari lain. Kedudukan haid adalah mani' (halangan) bukan rukhshah (keringanan). Sedangkan kedudukan rukhshah sepeti orang sakit dan berpergian, pada umumnya ulama memahami bahwa yang besangkutan dibolehkan puasa jika tidak memberatkan.

Mengenai dalil yang dijadikan dasar oleh Majelis Tarjih adalah 

أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصِلٍّ وَلَمْ تَصُمْ قُلْنَ بَلَى   (رواابخار

Artinya: Bukankah wanita itu bila sedang haidh tidak shalat dan tidak puasa? Jawab mereka (para wanita) "Ya demikianlah".(HR.Bukhari)

Selain itu, dalam hadits lain bahwa orang yang haidh tidak melakukan puasa diperintahkan mengganti di hari lain, sebgaimana hadits riwayat Muslim dai Mu'adzah

عَنْ مُعَاذَةَ قَالَتْ سَأَلْتُ عَائِشَةَ فَقُلْتُ مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِى الصَّوْمَ وَلاَ تَقْضِى الصَّلاَةَ فَقَالَتْ أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ قُلْتُ لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ وَلَكِنِّى أَسْأَلُ. قَالَتْ كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ وَلاَ نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلاَةِ [رواه مسلم

Artinya: Dari Mu’adzah, dia berkata, “Aku bertanya kepada ‘Aisyah, maka aku berkata: Kenapa wanita haid menqodlo puasa dan tidak mengqodlo sholat? Maka ia berkata: Apakah kamu Haruriyah? Aku berkata: Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku bertanya. Dia berkata: Kami pernah mengalami hal itu maka kami diperintahkan untuk mengqodlo puasa dan tidak mengqodlo sholat.” (H.R. Muslim)

Kesimpulannya, wanita yang menstruasi tidak boleh berpuasa tetapi wajib mengganti di hari lain. demikian menurut Qarar Mukatamar Tarjih bila berdasar hadits riwayat bukhari yang menyatakan bahwa wanita bila haidh tidak shalat dan tidak puasa. Adapun dasar menggantikannya, sepeti yang disebutkan dalam hadits, bahwa Aisyah diperintahkan mengganti hutang puasabya dab tidak diminta untuk mengganti shalatnya.

             Sumber: Fatwa-Fatwa Tarjih : Tanya Jawab Agama 3 hal151-153.