Senin, 06 Mei 2024

Refleksi 365 hari Ber-IMM

Oleh : Misbahul Ma’ruf  (Sekum PC IMM Kota Denpasar)

Tak terasa setahun sudah, kita bersama menjadi bagian dari keluarga besar IMM Kota Denpasar, semenjak awal pertama kali dalam acara Masa Ta’aruf atau MASTA pada 17 September 2017. Selama setahun ini kadang terbesit guyonan yang sedikit sarkas, “Untung kami tidak di Kader orang lain!”, ya, bagaimana tidak, kita diperkaderan pertama IMM atau Darul Arqam Dasar (DAD) baru 7 Bulan pasca Masta. Mungkin kalau bukan karena keteguhan hati kita pasti kita sudah pindah kelain hati. Wkwk Kog jadi bawa-bawa hati hehe

Satu tahun yang tidak mudah, kalau kata Tan Malaka bilang “Terbentur, terbentur, terbentur dan terbentuk” ya, Tan Malaka menyebut kata “terbentur” hingga tiga kali tentu bukan tanpa alasan, namun dari kata itu dapat ditarik kesimpulan bahwa hidup tidak bisa lepas dari proses benturan atau masalah yang berkali-kali. Seperti Guci antik, indah yang biasa konglomerat koleksi, untuk mendapatkan guci antik yang indah dan mahal harus siap dibenturkan dengan alas demi mendapat tekstur tanah yang bisa dibentuk. Sama halnya dalam hidup berorganisasi harus siap dibenturkan dengan apapun, dibenturkan dengan persoalan pribadi (inskonsistensi, apatis dsb), dibenturkan dengan keadaan (kulltur yang berbeda), dibenturkan dengan persoalan finansial dan lainnya. Namun percayalah persoalan, masalah dan benturan itu akan membentuk kita menjadi kader untuk terus survive menghidupkan organisasi.

365 hari berkader, aahhh terlalu malu kalau dikatakan kita adalah kader, sedang kami adalah kader kemarin sore. Malu dikatakan kader sedang kami belum banyak berkonstribusi untuk organisasi. Malu dikatakan kader yang katanya agent of change, tapi masih sibuk dengan gadget masing-masing sehingga lupa masih banyak penindasan dan penyelewengan di luar sana. Terlalu jauh panggang dari api untuk disebut kader persyarikatan, kader ummat dan kader bangsa.

Apalah kami ini hanya kader akselerasi- istilah yang diberikan salah seorang kader IMMawati. Percepatan, adalah keadaan yang mengharuskan, karena Islam di Bali adalah minoritas, apalagi kita harus “berjualan ideologi”-istilah dari Mas Yon Alumni IMM, tentu makin berat saja. Selain itu, Bali juga belum memiliki Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM), sehingga untuk terus bertahan hidup harus bergantung dengan PTN atau PTS lainnya. Ah, itu semua tak menjadi persoalan lah, toh Bali telah mencatat sejarah sebagai tuan rumah penyelenggaraan Muktamar XI tahun 2003 lalu, yang saat itu hanya segelintir orang saja. Sejarah kejayaan IMM Bali juga pernah mengantarkan Kakanda Djihadul Mubarak meraih kursi Ketua DPP di Medan dengan suara 480 dalam putaran kedua mengalahkan langganan juara Jawa Timur pada Muktamar XV di Medan tahun 2012 lalu. Kalau pendahulu sudah mencatat tinta emas sejarahnya, kini saatnya kita yang mencatat sejarah itu!! Billahi fii sabililhaq fastabiqul khairat

Denpasar, 17 September 2018

Sebagai refleksi satu tahun di IMM

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *