Oleh : Irvan Shaifullah S.Kep,. Ns
(Pengurus Panti Asuhan dan Pondok Pesantren Al Mizan Muhammadiyah Lamongan)
*Artikel ini adalah ringkasan karya tulis ilmiah mahasiswa yang juga menjadi Juara Pertama dalam Gebyar Panti Asuhan Muhammadiyah Jawa Timur dan Bali tahun 2015
Di Indonesia Panti Asuhan berada dibawah pengawasan Dinas sosial. Menurut Data di Biro Pusat Statistik dan Departemen Sosial menunjukkan bahwa pada tahun 2006 jumlah anak terlantar yang berusia 6 – 18 tahun mencapai 2.815.393 anak, Balita Terlantar mencapai 518.296, Anak Perlakuan Salah 182.408, Anak Jalanan 232.894 dan Anak Nakal sebesar 295.763. Dengan rincian yang tinggal di perkotaan sebanyak 492.281 jiwa dan pedesaan mencapai 2.275.348 jiwa. Sedangkan yang tergolong rawan keterlantaran diperkirakan mencapai 10.322.764, dengan rincian yang tinggal di perkotaan mencapai 2.996.253 jiwa dan pedesaan sebanyak 7.326.421 jiwa. Kondisi tersebut menuntut perhatian dan upaya pemerintah dalam rangka mewujudkan sistem perlindungan dan pelayanan kesejahteraan sosial anak yang lebih representatif untuk perkembangan anak.
Muhammadiyah hadir sebagai solusi atas berbagai masalah sosial tersebut. Dengan mendirikan banyak sekali lembaga pendidikan dan lembaga sosial dalam memajukan bangsa. Terutama panti asuhan. Panti Asuhan sendiri menurut Depsos RI (2004), adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial pada anak terlantar dengan melaksanakan penyantunan dan pengentasan anak terlantar, memberikan pelayanan pengganti orang tua/wali anak dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial kepada anak asuh sehingga memperoleh kesempatan yang luas,tepat dan memadai bagi pengembangan kepribadianya sesuai dengan yang diharapkan sebagai bagian dari generasi penerus cita- cita bangsa dan sebagai insan yang akan turut serta aktif dalam bidang pembangunan nasional‟.
Sedangkan menurut Gospor Nabor (Bardawi Barzan:1999): “Panti asuhan adalah suatu lembaga pelayanan sosial yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat, yang bertujuan untuk membantu atau memberikan bantuan terhadap individu, kelompok masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup”.
Shadow Orphanage. “Panti Bayangan” istilah ini agaknya sangat rasis jika di dengar di dunia pendidikan. Meminjam istilah dalam ilmu ekonomi, “shadow” berarti transaksi ekonomi yang tak terekam oleh statistik negara. Ekonomi bayangan memiliki kategori yang luas sekali: sektor informal, jasa pribadi, kegiatan ekonomi ilegal, dan korupsi. Tak ada negara yang bebas sama sekali dari ekonomi bayangan. Namun, skala dan karakternya berbeda dan dengan dampak yang berbeda pula. Kementerian Pendidikan Nasional sampai saat ini belum banyak kemajuan dalam menyinergikan pendidikan dengan pengembangan kompetensi ekonomi. Seperti peribahasa, the devils lie in the details, kemampuan pemimpin adalah pada pemahaman dan kebijakannya atas wilayah bayangan.
Istilah “Shadow Orphanage” ini memang dimaksudkan dalam rangka menjangkau lebih banyak hal berdasarkan otonomi Muhammadiyah dalam mengatur manajemen pendidikan kemandirian dalam lembaga sosialnya, termasuk panti asuhan. “Shadow Orphanage” ini bukan istilah konsep ilegal yang sebagaimana yang sering kita dengarkan dalam istilah ekonomi yang ada. Konsep ini dimaksudkan untuk “keluar” dari definisi panti asuhan yang terkesan pragmatis dan tradisional. Yang mengharuskan panti hanya untuk menampung dan hanya menerima dana dari donatur atau pemerintahan guna menghidupi kebutuhan fisik anak anak terlantar. Tanpa mengatur dan memikirkan masa depan anak anak itu.
Sebagaimana tujuan penulisan ini, hal ini dimaksudkan untuk menjangkau berbagai pihak dan mengedepankan masa depan anak bangsa dan kader sebagai umat yang pandai dalam segala hal. Berdakwah dengan ilmunya masing masing. Sesuai gagasan Muhammadiyah yang mengusung konsep berkemajuan, membentuk pendidikan yang baik untuk generasi mendatang.
Sebuah pepatah arab menyebutkan: laisa al fata man qaala kana abi, walakin al fata man qaala ha anadza. Pepatah lama ini mengusung dua pelajaran penting. Pertama, kemandirian adalah sifat dasar kaum muda untuk meraih eksistensi sosial daripada menjual identitas dari garis keturunan. Kedua, meskipun demikian, pepatah ini juga mengandung larangan untuk menonjolkan keampuan diri dengan meninggalkan pengakuan adanya pengaruh atau dampak yang didapatkan dari orang lain ataupun eksternal, terlepas dari usaha dan prestasinya.
Panti Asuhan Muhammadiyah –Aisyiyah harus terus berbenah. Tidak hanya bangga meraih eksistensi sosial tapi juga harus menyadari dan mengakui bahwa ada orang lain atau pihak ekternal yang juga turut andil dalam mencapai eksistensi itu. Menggerakkan perubahan perubahan baru yang berorientasi pada hasil karya dan kinerja. Menciptakan kemandirian kemandirian yang berpedoman pada Al Quran dan As Sunnah. Mendidik kader kader bangsa untuk mencipta Indonesia yang Berkemajuan.
Pendidikan dapat dilihat dalam dua sisi yaitu: Pendidikan sebagai praktik dan Pendidikan sebagai teori. Pendidikan sebagai praktik yakni seperangkat kegiatan atau aktivitas yang dapat diamati dan disadari dengan tujuan untuk membantu pihak lain (baca: peserta didik) agar memperoleh perubahan perilaku. Sementara pendidikan sebagai teori yaitu seperangkat pengetahuan yang telah tersusun secara sistematis yang berfungsi untuk menjelaskan, menggambarkan, meramalkan dan mengontrol berbagai gejala dan peristiwa pendidikan, baik yang bersumber dari pengalaman-pengalaman pendidikan (empiris) maupun hasil perenungan-perenungan yang mendalam untuk melihat makna pendidikan dalam konteks yang lebih luas.
Diantara keduanya memiliki keterkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Praktik pendidikan seyogyanya berlandaskan pada teori pendidikan. Demikian pula, teori-teori pendidikan seyogyanya bercermin dari praktik pendidikan. Perubahan yang terjadi dalam praktik pendidikan dapat mengimbas pada teori pendidikan. Sebaliknya, perubahan dalam teori pendidikan pun dapat mengimbas pada praktik pendidikan. Terkait dengan upaya mempelajari pendidikan sebagai teori dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, diantaranya: Pendekatan Sains, Pendekatan Filosofi dan Pendekatan Religi
Dalam konsep “Shadow Orphanage” ini meliputi : Pendidikan Agama dan Dakwah, Pendidikan Karakter, Pendidikan Budaya Literasi, Pendidikan Entrepreneurship, Pendidikan Kader. Kelima pendidikan ini menjadi pendidikan “bayangan” di dalam panti asuhan. Panti asuhan tidak hanya menjadi penampungan untuk anak anak yatim piatu, fakir miskin dan terlantar saja. Tapi demi mencapai panti yang berkemajuan khususnya, Panti Asuhan Muhammadiyah-Aisyiyah harus menanamkan pendidikan yang layak untuk anak anak didik ini. Untuk lebih jelasnya, penulis akan sedikit menjelaskan pendidikan dalam konsep “Shadow Orphanage”.
1. Pendidikan Islam dan Dakwah
Pendidikan Islam sebagai suatu rangkaian proses pengembangan potensi kreatifitas peserta didik, dalam pengertiannya tidaklah jauh berbeda dengan pengertian pendidikan secara umum yang telah kita kenal karena Islam memandang pendidikan itu sebagai wujud proses yang dapat membantu pertumbuhan, seluruh unsur kepribadian manusia secara seimbang kearah yang positif, maka pendidikan islam itu adalah sistem pendidikan dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya yang sesuai dengan cita-cita Islam. Karena nilai-nilai ke-Islam-an telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya.
Sebagaimana telah disebutkan bahwa pengertian pendidikan Islam tidaklah jauh berbeda dengan pengertian pendidikan itu sendiri, akan tetapi dalam penerapannya pendidikan Islam mengorientasikan dirinya sesuai dengan tujuan diturunkannya agama Islam yang tidak lain adalah untuk menjadi rahmat alam semesta. Oleh karena itu esensi pendidikan Islam itu sendiri adalah esensi dari pada potensi dinamis dalam setiap diri manusia itu yang terletak pada keimanannya, keyakinan, ilmu pengetahuan, akhlak (moralitas), dan pengamalannya. (Fadhil Al-Djali, 1996). Bilamana pendidikan kita artikan sebagai latihan mental, moral dan fisik (jasmaniah), yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas, kewajiban, maka pendidikan berarti menumbuhkan kepribadian serta menanamkan rasa tanggung jawab. Pendidikan Islam dengan sendirinya adalah suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah oleh karena Islam mempedomani seluruh aspek kehidupan manusia muslim baik duniawi maupun ukhrawi.
Mengingat luasnya jangkauan pengertian pendidikan Islam maka berikut ini akan dikemukakan pendapat-pendapat pengertian pendidikan tanpa maksud membatasi pengertiannya. Secara terminologi beberapa ahli telah merumuskan konsep pendidikan Islam antara lain, Syed Sajjad dan Ali Ashraf dalam buku Crissis in Muslim Education, menulis: “Pendidikan Islam adalah, pendidikan yang melatih perasaan murid-murid dengan cinta begitu rupa, sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan mereka-mereka terhadap segala jenis pengetahuan mereka sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai spritual dan sadar akan nilai-nilai etis Islam.”
Sementara Muchtar Bukhari menganggap pendidikan Islam sebagai kegiatan pendidikan. Selengkapnya Muchtar Bukhari menulis sebagai berikut :“Pendidikan Islam adalah : Pertama, segenap kegiatan yang dilakukan seseorang atau suatu lembaga untuk menanamkan nilai-nilai Islam dalam diri sejumlah siswa, dan Kedua, keseluruhan lembaga pendidikan yang mendasarkannya program pendidikan atau pandangan dan nilai-nilai Islam.”
Inilah pendapat-pendapat sebagian filsuf tentang pengertian pendidikan dalam mendefinisikannya. Tidak menutup kemungkinan ada pendapat-pandapat lain mengenai pendidikan yang lebih kongkrit dan mudah dipahami. (Abd. Halim Soebahar, 2002)
Dalam konsep “Shadow Orphanage” anak didik Panti Asuhan mendapatkan pendidikan agama islam berupa Tilawah Qur’an, diniyyah, pengajian umum, muhadhoroh dalam rangka mengusung kemandirian dalam beragama dan berfikir. Berdakwah dengan keilmuan yang mumpuni dan ketulusan jiwa.
2. Pendidikan Karakter
Menurut Ratna Mawangi, pendidikan karakter adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikanya dalam kehidupan seharihari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkunganya.
Pendidikan karakter menurut Thomas Lickona adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang, yaitu: tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab,menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya.
Menurut Scerenco pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai upaya yang sungguh-sungguh dengan cara menumbuhkan ciri kepribadian positif dikembangkan,didorong dan diberdayakan melalui keteladanan, kajian(sejarah dan biografi pra bijak dan pemikir besar), serta praktik emulasi (usaha yang maksimal untuk mewujudkan hikmah dari apa-apa yang dipelajari).
Untuk mewujudkan pendidikan karakter yang efektif harus didasarkan pada prinsip-prinsip pendidikan karakter diantaranya adalah:
a) Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter.
b) Mengidentikfikasi karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran, perasaaan dan prilaku.
c) Menggunakan pendekatan yang tajam proaktif dan efektif untuk membangun karakter.
d) Menciptakan komunitas yang memiliki kepedulian.
e) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mewujudkan prilaku yang baik.
f) Memiliki cangkupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka dan membangun mereka untuk sukses.
g) Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri padapeserta didik.
h) Mengfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagai tanggung jawab untuk pendidikan karakter yang setia pada nilai dasar yang sama.
i) Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan yang luasdalam membangun inisiatif pendidikan karakter.
j) Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter. Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik.
Adapun metode dalam membangun karakter menurut Akh Muwafik Shaleh yaitu :
1. Melalui Keteladanan.
2. Melalui Simulasi Praktik
3. Menggunakan metode ikon dan afirmasi
4. Menggunakan Metode Repeat Power
5. Metode 99 Sifat Utama
6. Membangun kesepakatan nilai keunggulan
7. Melalui Penggunaan Metafora.
Pengasuh Panti Asuhan memberikan teladan yang baik. Itu sudah termasuk pendidkan karakter bagi anak anak. Pendidikan ini menjadi amat penting karena mereka tidak mendapatkan itu diluar sana. Dan pengasuh panti menjadi solusi bagi anak asuh untuk tetap bermoral baik dan berkarakter.
3. Pendidikan Literasi
Literasi yang dalam bahasa Inggrisnya, literacy berasal dari bahasa Latin littera (huruf) yang pengertiannya melibatkan penguasaan sistem-sistem tulisan dan konvensi-konvensi yang menyertainya. Namun demikian, literasi utamanya berhubungan dengan bahasa dan bagaimana bahasa itu digunakan.
Adapun sistem bahasa tulis itu sifatnya sekunder. Manakala berbicara mengenai bahasa, tentunya tidak lepas dari pembicaraan mengenai budaya karena bahasa itu sendiri merupakan bagian dari budaya. Sehingga, pendefinisian istilah literasi tentunya harus mencakup unsur yang melingkupi bahasa itu sendiri, yakni situasi sosial budayanya.
Berkenaan dengan ini Kern (2000) mendefinisikan istilah literasi secara komprehensif sebagai berikut: Literacy is the use of socially-, and historically-, and culturallysituated practices of creating and interpreting meaning through texts. It entails at least a tacit awareness of the relationships between textual conventions and their context of use and, ideally, the ability to reflect critically on those relationships. Because it is purpose-sensitive, literacy is dynamic – not static – and variable across and within discourse communities and cultures. It draws on a wide range of cognitive abilities, on knowledge of written and spoken language, on knowledge of genres, and on cultural knowledge.
Yang artinya, literasi adalah penggunaan praktik-praktik situasi sosial, dan historis, serta kultural dalam menciptakan dan menginterpretasikan makna melalui teks. Literasi memerlukan setidaknya sebuah kepekaan yang tak terucap tentang hubungan hubungan antara konvensi-konvensi tekstual dan konteks penggunaanya serta idealnya kemampuan untuk berefleksi secara kritis tentang hubungan-hubungan itu. Karena peka dengan maksud/ tujuan, literasi itu bersifat dinamis – tidak statis – dan dapat bervariasi di antara dan di dalam komunitas dan kultur diskursus/ wacana. Literasi memerlukan serangkaian kemampuan kognitif, pengetahuan bahasa tulis dan lisan, pengetahuan tentang genre, dan pengetahuan kultural.
Dari pernyataan di atas dapat diketahui bahwa literasi memerlukan kemampuan yang kompleks. Adapun pengetahuan tentang genre adalah pengetahuan tentang jenis-jenis teks yang berlaku/ digunakan dalam komunitas wacana misalnya, teks naratif, eksposisi, deskripsi dan lain-lain. Terdapat tujuh unsur yang membentuk definisi tersebut, yaitu berkenaan dengan interpretasi, kolaborasi, konvensi, pengetahuan kultural, pemecahan masalah, refleksi, dan penggunaan bahasa. Ketujuh hal tersebut merupakan prinsip-prinsip dari literasi.
Dalam pendidikan Literasi ini, Panti Asuhan diharapkan mampu membudayakan Gerakan Membaca dan Menulis bagi anak asuhnya. Disamping memperkaya bahasa nusantara dan asing, gerakan literasi ini diharapkan mampu menjadi tonggak sejarah bagi lembaga sosial berupa panti dalam mengasuh anak didiknya menjadi kader kader bangsa dan persyarikatan yang menjunjung ilmu pengetahuan dan keislaman.
4. Pendidikan Entrepreneurship
Menurut Hisrich-Peters (2002:10), kewirausahaan adalah Entrepreneurship is the process of creating something new with value by devoting the necessary time and effort, assuming the accompanying financial, psyhical, and social risks and receiving the resulting rewards of monetary and personal satifaction and independence. Kewirausahaan merupakan proses menciptakan sesuatu yang baru dengan mengorbankan waktu dan tenaga disertai dengan pengorbanan keuangan, fisik dan resiko sosial untuk mendapatkan penghargaan baik berupa materi (uang), kepuasan pribadi dan kemandirian.
Timnos dalam Lambing dan Kuehl (2000:14) mendefinisikan kewirausahaan dengan istilah entrepreneurship sebagai berikut, Human creative act that builds something of value from practically nothing. It is the pursuit of opportunity regadless of resources, or lack of resources at hand. It requires a vision and the passion and commitmen to lead others in the pursuit of that vision. It also requires a willi ngness to take calculated risk
Kewirausahaan adalah tindakan kreatif manusia yang membuat sesuatu yang tidak berharga (tidak mempunyai nilai) menjadi berharga. Kewirausahanmenciptakan suatu kesempatan dengan sumber daya yang kurang memadai. Kewirausahaan memerlukan visi, tekad dan komitmen untuk memimpin/menguasai orang lain dalam upaya mewujudkan visi tersebut. Kewirausahaan juga mempunyai keberanian untuk mengambil resiko yang telah diperhitungkan sebelumnya.
Pengasuh Panti harus menyiapkan anak asuhnya untuk menjadi wirausaha dengan membentuk beberapa faktor yang dapat membentuk kesiapan berwirausaha :
1) Keberanian mengambil resiko
Berjiwa berani mengambil resiko artinya bermental mandiri dan beranimemulai usaha sekalipun dalam kondisi tidak pasti. Resiko kerugian yangdihadapi, semakin besar pula peluang keuntungan yang dapat diraih. Tidak adaistilah rugi seorang selama seseorang melakukan usaha dengan berani dan penuhperhitungan (Purwo Sutanto, dkk, 2008: 3). Hal ini sesuai pendapat Angelita dalam Yuyus (2010: 147) yang menyatakan bahwa “seorang wirausaha yang berani menanggung resiko ialah orang yang selalu ingin jadi pemenang dan memenangkan dengan cara yang baik”, selanjutnya menurut Meredith (2002 : 37) yang menyatakan bahwa keberanian menanggung resiko yang menjadi nilai kewirausahaan adalah pengambilan resiko yang penuh dengan perhitungan dan realistik. Kepuasan yang besar diperoleh apabila berhasil dalam melaksanakan tugas-tugasnya secara realistik. Situasi resiko kecil dan tinggi dihindari karena sumber kepuasan tidak mungkin didapat pada masing-masing situasi ini. Artinya,wirausaha menyukai tantangan yang sukar namun dapat dicapai.
2) Kemandirian
Sesuai perkembangan zaman, manusia yang mempunyai sikap mandiriyang dapat hidup layak. Hal ini dapat kita rasakan dengan semakin kompleknyapermasalahan yang timbul, antara lain menyangkut banyaknya orang mencaripekerjaan, sedangkan lapangan pekerjaan yang tersedia jumlahnya tidakmencukupi. Dalam menentukan keputusan yang demikian tergantung pada dirisendiri, sehingga keputusan yang diambil merupakan keputusan terbaik bagi dirisendiri.
Kemandirian adalah otonomi dalam mengatur diri sendiri secara merdeka(tidak tergantung pihak lain). Otonomi harus didukung antara lain merencanakan,mengorganisasikan, memotivasi, kepemimpinan, transformasional, pemecahanmasalah, dan pengambilan keputusan, berkomunikasi berkoordinasi secarasinergis dan melakukan perubahan organisasi (jujur, adil, demokratis, transparan,adaptif, antisipatif, memberdayakan sumber daya yang ada, dan memenuhikebutuhan sendiri) Dikmenjur (2007:10).
3) Kepercayaan diri
Menurut Soesarsono Wijandi yang dikutip oleh Suryana (2009:39) kepercayaan diri merupakan suatu paduan sikap dan keyakinan seseorang dalamtugas atau pekerjaan. Dalam praktik, sikap dan kepercayaan ini merupakan sikapdan kayakinan untuk memulai, melakukan, dan menyelesaikan tugas ataupekerjaan yang dihadapi. Oleh sebab itu, kepercayaan diri memiliki nilaikeyakinan, optimisme, individualitas dan ketidaktergantungan. Hal ini relevan dengan pendapat Kao (1995:139) yang menyatakan bahwa percaya diri adalah pola pikir. Keyakinan untuk sukses, sebagai salah satu keberhasilan mengarah ke keberhasilan lain. Pengalaman lebih sukses yang dimiliki oleh individu. Individuakan merasa lebih yakin dengan dirinya sendiri. Oleh karena itu, orang yang tidakpercaya harus berjuang untuk pertama, tetapi berhasil. Percaya diri akan datang setelah kesuksesan.
Beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kesiapan berwirausaha merupakan kemauan, keinginan dan kemampuan untuk berwirausaha. Seseorangharus mampu mandiri, berani mengambil resiko, inisiatif dan tanggung jawab,disiplin, mempunyai visi kedepan, mampu memasarkan produk, dapatmengembangkan suatu ide cemerlang dan berwawasan luas, serta berani mengambil keputusan. Pengasuh panti harus memfasiltasi itu.
5.Pendidikan Kader
Maka pendidikan yang terakhir ini agaknya lebih penting dan mendalam dari esensi pendidikan yang sudah saya sampaikan diatas. Pendidikan ini meliputi banyak aspek dan harus benar benar dilakukan terutama untuk panti asuhan Muhammadiyah, sebab dari pendidikan kader inilah rasa cinta dan kemanusiaan itu hadir. Kepekaan sosial dan ketulusan dalam mengabdi yang menjadi semangat pendiri Muhammadiyah dapat diilhami oleh seluruh anak panti. Dengan berbagai macam cara, salah satunya adalah dengan cara memberikan pembinaan lanjutan kepada anak asuh yang dirasa mumpuni untuk diberikan pendidikan diatasnya dan kembali ke Panti Asuhan untuk mengabdi dan mendidik generasi generasi setelahnya.
Sebagai penutup, konsep “Shadow Orphanage” ini mengandung lima prinsip umum dalam mendidik anak asuh diantaranya adalah : Pendidikan Agama Islam dan Dakwah, Pendidikan Karakter, Pendidikan Literasi, Pendidikan Entrepreneurship dan Pendidikan Kader. Kelima hal ini dimaksudkan untuk menjadi pedoman bagi tenaga asuh panti dalam mendidik anak asuh di pantinya masing masing. Sebagai upaya pencerdasan bangsa dan membangun kemandirian Panti Muhammadiyah dan Aisyiyah yang berkemajuan.
Daftar Pustaka
Saleh, Muwafik. 2011. Membangun Karakter dengan hati nurani. Jakarta : Penerbit PT Erlangga
Hosen, Nardisyah. Hammado, Nurrussyariah. 2013. Ashabul Kahfi. Jakarta : Penerbit Noura Books
Hidayatullah dkk, Ahmad. 2015. Membaca Muhammadiyah: Refleksi Kritis Anak Muda Lintas Isu. Surabaya : Penerbit UMSurabaya Press..
Fethullah Gulen, Muhammad. 2011. Islam, Rahmatan Lil Alamin.Jakarta : Penerbit Republika.
Asrohah, Hanun. 1999. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Logos Wacana Ilmu
Azra, Azyumardi dan Maarif, Syafi’I. 2003. Ensiklopedi Tokoh Islam, Dari Abu Bakr Sampai Nashir dan Qardawi. Jakarta : Hikmah
Suparta, Munzier, Harjani, Hefni, (ed), 2003 Metode Dakwah. Jakarta : Prenada Media
Noorhayati aliet sutrisno, pandanita windari, fikriyah.2012. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: deepublish
Tafsir, Ahmad. 2009. Filsafat Umum. Bandung: PT Remaja Rosdak
Uyoh Sadulloh, 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung : Alfabeta,
Wijaya, Albert Hendra. 2012. Kejujuran dalam Pendidikan. Bandung:Alfabeta
Cepi Triatna,2012. pendidikan karakter (kajian teori dan praktik skolah) Bandung:PT Remaja Rosda karya