Sabtu, 04 Mei 2024

Shadow Orphanage, Konsep Pendidikan Baru dalam Panti Asuhan Muhammadiyah-Aisyiyah

 

Oleh : Irvan Shaifullah S.Kep,. Ns

(Pengurus Panti Asuhan dan Pondok Pesantren Al Mizan Muhammadiyah Lamongan)

*Artikel ini adalah ringkasan karya tulis ilmiah mahasiswa yang juga menjadi Juara Pertama dalam Gebyar Panti Asuhan Muhammadiyah Jawa Timur dan Bali tahun 2015 

 

Di Indonesia Panti Asuhan berada dibawah pengawasan Dinas sosial. Menurut Data di Biro Pusat Statistik dan Departemen Sosial menunjukkan bahwa pada tahun 2006 jumlah anak terlantar yang berusia 6 – 18 tahun mencapai 2.815.393 anak, Balita Terlantar mencapai 518.296, Anak Perlakuan Salah 182.408, Anak Jalanan 232.894 dan Anak Nakal sebesar 295.763. Dengan rincian yang tinggal di perkotaan sebanyak 492.281 jiwa dan pedesaan mencapai 2.275.348 jiwa. Sedangkan yang tergolong rawan keterlantaran diperkirakan mencapai 10.322.764, dengan rincian yang tinggal di perkotaan mencapai 2.996.253 jiwa dan pedesaan sebanyak 7.326.421 jiwa. Kondisi tersebut menuntut perhatian dan upaya pemerintah dalam rangka mewujudkan sistem perlindungan dan pelayanan kesejahteraan sosial anak yang lebih representatif untuk perkembangan anak.

Muhammadiyah hadir sebagai solusi atas berbagai masalah sosial tersebut. Dengan mendirikan banyak sekali lembaga pendidikan dan lembaga sosial dalam memajukan bangsa. Terutama panti asuhan. Panti Asuhan sendiri menurut Depsos RI (2004), adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial pada anak terlantar dengan melaksanakan penyantunan dan pengentasan anak terlantar, memberikan pelayanan pengganti orang tua/wali anak dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial kepada anak asuh sehingga memperoleh kesempatan yang luas,tepat dan memadai bagi pengembangan kepribadianya sesuai dengan yang diharapkan sebagai bagian dari generasi penerus cita- cita bangsa dan sebagai insan yang akan turut serta aktif dalam bidang pembangunan nasional‟.

Sedangkan menurut Gospor Nabor (Bardawi Barzan:1999): “Panti asuhan adalah suatu lembaga pelayanan sosial yang didirikan oleh pemerintah maupun masyarakat, yang bertujuan untuk membantu atau memberikan bantuan terhadap individu, kelompok masyarakat dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup”.

Shadow Orphanage. “Panti Bayangan” istilah ini agaknya sangat rasis jika di dengar di dunia pendidikan. Meminjam istilah dalam ilmu ekonomi, “shadow” berarti transaksi ekonomi yang tak terekam oleh statistik negara. Ekonomi bayangan memiliki kategori yang luas sekali: sektor informal, jasa pribadi, kegiatan ekonomi ilegal, dan korupsi. Tak ada negara yang bebas sama sekali dari ekonomi bayangan. Namun, skala dan karakternya berbeda dan dengan dampak yang berbeda pula. Kementerian Pendidikan Nasional sampai saat ini belum banyak kemajuan dalam menyinergikan pendidikan dengan pengembangan kompetensi ekonomi. Seperti peribahasa, the devils lie in the details, kemampuan pemimpin adalah pada pemahaman dan kebijakannya atas wilayah bayangan.

Istilah “Shadow Orphanage” ini memang dimaksudkan dalam rangka menjangkau lebih banyak hal berdasarkan otonomi Muhammadiyah dalam mengatur manajemen pendidikan kemandirian dalam lembaga sosialnya, termasuk panti asuhan. “Shadow Orphanage” ini bukan istilah konsep ilegal yang sebagaimana yang sering kita dengarkan dalam istilah ekonomi yang ada. Konsep ini dimaksudkan untuk “keluar” dari definisi panti asuhan yang terkesan pragmatis dan tradisional. Yang mengharuskan panti hanya untuk menampung dan hanya menerima dana dari donatur atau pemerintahan guna menghidupi kebutuhan fisik anak anak terlantar. Tanpa mengatur dan memikirkan masa depan anak anak itu.

Sebagaimana tujuan penulisan ini, hal ini dimaksudkan untuk menjangkau berbagai pihak dan mengedepankan masa depan anak bangsa dan kader sebagai umat yang pandai dalam segala hal. Berdakwah dengan ilmunya masing masing. Sesuai gagasan Muhammadiyah yang mengusung konsep berkemajuan, membentuk pendidikan yang baik untuk generasi mendatang.

Sebuah pepatah arab menyebutkan: laisa al fata man qaala kana abi, walakin al fata man qaala ha anadza. Pepatah lama ini mengusung dua pelajaran penting. Pertama, kemandirian adalah sifat dasar kaum muda untuk meraih eksistensi sosial daripada menjual identitas dari garis keturunan. Kedua, meskipun demikian, pepatah ini juga mengandung larangan untuk menonjolkan keampuan diri dengan meninggalkan pengakuan adanya pengaruh atau dampak yang didapatkan dari orang lain ataupun eksternal, terlepas dari usaha dan prestasinya.

Panti Asuhan Muhammadiyah –Aisyiyah harus terus berbenah. Tidak hanya bangga meraih eksistensi sosial tapi juga harus menyadari dan mengakui bahwa ada orang lain atau pihak ekternal yang juga turut andil dalam mencapai eksistensi itu. Menggerakkan perubahan perubahan baru yang berorientasi pada hasil karya dan kinerja. Menciptakan kemandirian kemandirian yang berpedoman pada Al Quran dan As Sunnah. Mendidik kader kader bangsa untuk mencipta Indonesia yang Berkemajuan.

Pendidikan dapat dilihat dalam dua sisi yaitu: Pendidikan sebagai praktik dan Pendidikan sebagai teori. Pendidikan sebagai praktik yakni seperangkat kegiatan atau aktivitas yang dapat diamati dan disadari dengan tujuan untuk membantu pihak lain (baca: peserta didik) agar memperoleh perubahan perilaku. Sementara pendidikan sebagai teori yaitu seperangkat pengetahuan yang telah tersusun secara sistematis yang berfungsi untuk menjelaskan, menggambarkan, meramalkan dan mengontrol berbagai gejala dan peristiwa pendidikan, baik yang bersumber dari pengalaman-pengalaman pendidikan (empiris) maupun hasil perenungan-perenungan yang mendalam untuk melihat makna pendidikan dalam konteks yang lebih luas.

Diantara keduanya memiliki keterkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Praktik pendidikan seyogyanya berlandaskan pada teori pendidikan. Demikian pula, teori-teori pendidikan seyogyanya bercermin dari praktik pendidikan. Perubahan yang terjadi dalam praktik pendidikan dapat mengimbas pada teori pendidikan. Sebaliknya, perubahan dalam teori pendidikan pun dapat mengimbas pada praktik pendidikan. Terkait dengan upaya mempelajari pendidikan sebagai teori dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan, diantaranya: Pendekatan Sains, Pendekatan Filosofi dan Pendekatan Religi

Dalam konsep “Shadow Orphanage” ini meliputi : Pendidikan Agama dan Dakwah, Pendidikan Karakter, Pendidikan Budaya Literasi, Pendidikan Entrepreneurship, Pendidikan Kader. Kelima pendidikan ini menjadi pendidikan “bayangan” di dalam panti asuhan. Panti asuhan tidak hanya menjadi penampungan untuk anak anak yatim piatu, fakir miskin dan terlantar saja. Tapi demi mencapai panti yang berkemajuan khususnya, Panti Asuhan Muhammadiyah-Aisyiyah harus menanamkan pendidikan yang layak untuk anak anak didik ini. Untuk lebih jelasnya, penulis akan sedikit menjelaskan pendidikan dalam konsep “Shadow Orphanage”.

1. Pendidikan Islam dan Dakwah

Pendidikan Islam sebagai suatu rangkaian proses pengembangan potensi kreatifitas peserta didik, dalam pengertiannya tidaklah jauh berbeda dengan pengertian pendidikan secara umum yang telah kita kenal karena Islam memandang pendidikan itu sebagai wujud proses yang dapat membantu pertumbuhan, seluruh unsur kepribadian manusia secara seimbang kearah yang positif, maka pendidikan islam itu adalah sistem pendidikan dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya yang sesuai dengan cita-cita Islam. Karena nilai-nilai ke-Islam-an telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya.

Sebagaimana telah disebutkan bahwa pengertian pendidikan Islam tidaklah jauh berbeda dengan pengertian pendidikan itu sendiri, akan tetapi dalam penerapannya pendidikan Islam mengorientasikan dirinya sesuai dengan tujuan diturunkannya agama Islam yang tidak lain adalah untuk menjadi rahmat alam semesta. Oleh karena itu esensi pendidikan Islam itu sendiri adalah esensi dari pada potensi dinamis dalam setiap diri manusia itu yang terletak pada keimanannya, keyakinan, ilmu pengetahuan, akhlak (moralitas), dan pengamalannya. (Fadhil Al-Djali, 1996). Bilamana pendidikan kita artikan sebagai latihan mental, moral dan fisik (jasmaniah), yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas, kewajiban, maka pendidikan berarti menumbuhkan kepribadian serta menanamkan rasa tanggung jawab. Pendidikan Islam dengan sendirinya adalah suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah oleh karena Islam mempedomani seluruh aspek kehidupan manusia muslim baik duniawi maupun ukhrawi.

Mengingat luasnya jangkauan pengertian pendidikan Islam maka berikut ini akan dikemukakan pendapat-pendapat pengertian pendidikan tanpa maksud membatasi pengertiannya. Secara terminologi beberapa ahli telah merumuskan konsep pendidikan Islam antara lain, Syed Sajjad dan Ali Ashraf dalam buku Crissis in Muslim Education, menulis: “Pendidikan Islam adalah, pendidikan yang melatih perasaan murid-murid dengan cinta begitu rupa, sehingga dalam sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan mereka-mereka terhadap segala jenis pengetahuan mereka sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai spritual dan sadar akan nilai-nilai etis Islam.”

Sementara Muchtar Bukhari menganggap pendidikan Islam sebagai kegiatan pendidikan. Selengkapnya Muchtar Bukhari menulis sebagai berikut :“Pendidikan Islam adalah : Pertama, segenap kegiatan yang dilakukan seseorang atau suatu lembaga untuk menanamkan nilai-nilai Islam dalam diri sejumlah siswa, dan Kedua, keseluruhan lembaga pendidikan yang mendasarkannya program pendidikan atau pandangan dan nilai-nilai Islam.”

Inilah pendapat-pendapat sebagian filsuf tentang pengertian pendidikan dalam mendefinisikannya. Tidak menutup kemungkinan ada pendapat-pandapat lain mengenai pendidikan yang lebih kongkrit dan mudah dipahami. (Abd. Halim Soebahar, 2002)

Dalam konsep “Shadow Orphanage” anak didik Panti Asuhan mendapatkan pendidikan agama islam berupa Tilawah Qur’an, diniyyah, pengajian umum, muhadhoroh  dalam rangka mengusung kemandirian dalam beragama dan berfikir. Berdakwah dengan keilmuan yang mumpuni dan ketulusan jiwa.

2. Pendidikan Karakter

Menurut  Ratna  Mawangi,  pendidikan  karakter  adalah  sebuah usaha  untuk  mendidik  anak-anak  agar  dapat  mengambil  keputusan dengan  bijak  dan  mempraktikanya  dalam  kehidupan  seharihari, sehingga  mereka  dapat  memberikan  kontribusi  yang  positif kepada lingkunganya.

Pendidikan  karakter  menurut  Thomas  Lickona  adalah pendidikan  untuk  membentuk  kepribadian  seseorang  melalui pendidikan budi pekerti,  yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata seseorang,  yaitu:  tingkah  laku  yang  baik,  jujur,  bertanggung jawab,menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya.

Menurut  Scerenco  pendidikan  karakter  dapat  dimaknai  sebagai upaya  yang  sungguh-sungguh  dengan  cara  menumbuhkan ciri  kepribadian  positif dikembangkan,didorong  dan  diberdayakan  melalui  keteladanan,  kajian(sejarah  dan  biografi  pra  bijak  dan  pemikir  besar),  serta  praktik  emulasi (usaha  yang  maksimal  untuk  mewujudkan  hikmah  dari  apa-apa  yang dipelajari).

Untuk   mewujudkan  pendidikan  karakter  yang  efektif  harus didasarkan pada prinsip-prinsip pendidikan karakter diantaranya adalah:

a)  Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter.

b)  Mengidentikfikasi  karakter  secara  komprehensif  supaya  mencakup pemikiran, perasaaan dan prilaku.

c)  Menggunakan  pendekatan  yang  tajam  proaktif  dan  efektif  untuk membangun karakter.

d)  Menciptakan komunitas yang memiliki kepedulian.

e)  Memberikan  kesempatan  kepada  peserta  didik  untuk  mewujudkan prilaku yang baik.

f)  Memiliki  cangkupan  terhadap  kurikulum  yang  bermakna  dan menantang  yang  menghargai  semua  peserta  didik,  membangun karakter mereka dan membangun mereka untuk sukses.

g)  Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri padapeserta didik.

h)  Mengfungsikan  seluruh  staf  sekolah  sebagai  komunitas  moral  yang berbagai tanggung jawab untuk pendidikan karakter  yang setia pada nilai dasar yang sama.

i)  Adanya  pembagian  kepemimpinan  moral  dan  dukungan  yang  luasdalam membangun inisiatif pendidikan karakter.

j)  Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha  membangun  karakter.  Mengevaluasi  karakter  sekolah,  fungsi staf  sekolah  sebagai  guru-guru  karakter  dan  manifestasi  karakter positif dalam kehidupan peserta didik.

Adapun metode dalam membangun karakter menurut Akh Muwafik Shaleh yaitu :

1.      Melalui Keteladanan.

2.      Melalui Simulasi Praktik

3.      Menggunakan metode ikon dan afirmasi

4.      Menggunakan Metode Repeat Power

5.      Metode 99 Sifat Utama

6.      Membangun kesepakatan nilai keunggulan

7.      Melalui Penggunaan Metafora.

Pengasuh Panti Asuhan memberikan teladan yang baik. Itu sudah termasuk pendidkan karakter bagi anak anak. Pendidikan ini menjadi amat penting karena mereka tidak mendapatkan itu diluar sana. Dan pengasuh panti menjadi solusi bagi anak asuh untuk tetap bermoral baik dan berkarakter.

3. Pendidikan Literasi

Literasi  yang  dalam  bahasa  Inggrisnya, literacy berasal  dari  bahasa  Latin littera (huruf)  yang  pengertiannya  melibatkan  penguasaan  sistem-sistem  tulisan dan konvensi-konvensi  yang  menyertainya.  Namun  demikian,  literasi  utamanya berhubungan dengan bahasa dan bagaimana bahasa itu digunakan.

Adapun sistem bahasa tulis itu sifatnya sekunder. Manakala berbicara mengenai bahasa, tentunya tidak  lepas  dari  pembicaraan  mengenai  budaya  karena  bahasa  itu  sendiri merupakan  bagian  dari  budaya.  Sehingga,  pendefinisian  istilah  literasi  tentunya harus  mencakup  unsur  yang  melingkupi  bahasa  itu  sendiri,  yakni  situasi  sosial budayanya. 

Berkenaan  dengan  ini  Kern  (2000) mendefinisikan  istilah  literasi secara komprehensif sebagai berikut: Literacy  is  the  use  of  socially-,  and  historically-,  and  culturallysituated  practices  of  creating  and  interpreting  meaning  through texts.  It  entails  at  least  a  tacit  awareness  of  the  relationships between textual conventions and their context of use and, ideally, the ability  to  reflect  critically  on  those  relationships.  Because  it  is purpose-sensitive,  literacy  is  dynamic  – not  static  – and  variable across and within discourse communities and cultures. It draws on a wide  range  of  cognitive  abilities,  on  knowledge  of  written  and spoken  language,  on  knowledge  of  genres,  and  on  cultural knowledge. 

Yang artinya, literasi  adalah  penggunaan  praktik-praktik  situasi sosial,  dan  historis,  serta  kultural  dalam  menciptakan  dan menginterpretasikan  makna  melalui  teks.  Literasi  memerlukan setidaknya  sebuah  kepekaan  yang  tak  terucap  tentang  hubungan hubungan  antara  konvensi-konvensi  tekstual  dan  konteks penggunaanya  serta  idealnya  kemampuan  untuk  berefleksi  secara kritis tentang hubungan-hubungan itu. Karena peka dengan maksud/ tujuan,  literasi  itu  bersifat  dinamis  – tidak  statis  – dan  dapat bervariasi  di  antara  dan  di  dalam  komunitas  dan  kultur  diskursus/ wacana.  Literasi  memerlukan  serangkaian  kemampuan  kognitif, pengetahuan bahasa tulis dan lisan, pengetahuan tentang genre, dan pengetahuan kultural.

Dari  pernyataan  di  atas  dapat  diketahui  bahwa  literasi  memerlukan kemampuan  yang  kompleks.  Adapun  pengetahuan  tentang  genre  adalah pengetahuan  tentang  jenis-jenis  teks  yang  berlaku/  digunakan  dalam  komunitas wacana  misalnya,  teks  naratif,  eksposisi,  deskripsi  dan  lain-lain.  Terdapat  tujuh unsur  yang  membentuk  definisi  tersebut,  yaitu  berkenaan  dengan  interpretasi, kolaborasi,  konvensi,  pengetahuan  kultural,  pemecahan  masalah,  refleksi,  dan penggunaan bahasa. Ketujuh hal tersebut merupakan prinsip-prinsip dari literasi.

Dalam pendidikan Literasi ini, Panti Asuhan diharapkan mampu membudayakan Gerakan Membaca dan Menulis bagi anak asuhnya. Disamping memperkaya bahasa nusantara dan asing, gerakan literasi ini diharapkan mampu menjadi tonggak sejarah bagi lembaga sosial berupa panti dalam mengasuh anak didiknya menjadi kader kader bangsa dan persyarikatan yang menjunjung ilmu pengetahuan dan keislaman.

4. Pendidikan Entrepreneurship

Menurut Hisrich-Peters (2002:10), kewirausahaan adalah Entrepreneurship is the process of creating something new with value by devoting  the  necessary  time  and  effort,  assuming  the  accompanying financial, psyhical, and social risks and receiving the resulting rewards of monetary and personal satifaction and independence. Kewirausahaan merupakan proses menciptakan sesuatu yang baru dengan mengorbankan waktu dan tenaga disertai dengan pengorbanan keuangan, fisik dan resiko  sosial  untuk  mendapatkan  penghargaan  baik  berupa  materi  (uang), kepuasan pribadi dan kemandirian.

Timnos  dalam  Lambing  dan  Kuehl  (2000:14)  mendefinisikan kewirausahaan dengan istilah entrepreneurship sebagai berikut, Human  creative  act  that  builds  something  of  value  from  practically nothing. It is the pursuit of opportunity regadless of resources, or lack of resources at hand. It requires a vision and the passion and commitmen to lead others in the pursuit of that vision. It also requires a willi ngness to take calculated risk

Kewirausahaan  adalah  tindakan  kreatif  manusia yang  membuat  sesuatu yang  tidak  berharga  (tidak  mempunyai  nilai)  menjadi  berharga.  Kewirausahanmenciptakan  suatu  kesempatan  dengan  sumber  daya  yang kurang  memadai. Kewirausahaan  memerlukan  visi,  tekad  dan  komitmen  untuk memimpin/menguasai orang  lain  dalam upaya  mewujudkan  visi  tersebut. Kewirausahaan juga mempunyai keberanian untuk mengambil resiko  yang telah diperhitungkan  sebelumnya. 

Pengasuh Panti harus menyiapkan anak asuhnya untuk menjadi wirausaha dengan membentuk beberapa faktor yang dapat membentuk kesiapan berwirausaha :

1) Keberanian mengambil resiko

Berjiwa  berani  mengambil  resiko  artinya  bermental  mandiri  dan  beranimemulai  usaha  sekalipun  dalam  kondisi  tidak  pasti.  Resiko  kerugian   yangdihadapi,  semakin  besar  pula  peluang  keuntungan  yang  dapat  diraih.  Tidak  adaistilah rugi seorang selama seseorang melakukan usaha dengan berani dan penuhperhitungan  (Purwo  Sutanto,  dkk,  2008:  3).  Hal  ini  sesuai  pendapat Angelita dalam  Yuyus   (2010:  147) yang  menyatakan  bahwa “seorang  wirausaha  yang berani  menanggung  resiko  ialah  orang  yang  selalu  ingin  jadi  pemenang  dan memenangkan dengan cara yang baik”, selanjutnya menurut Meredith (2002 : 37) yang  menyatakan  bahwa keberanian  menanggung  resiko  yang  menjadi  nilai kewirausahaan  adalah  pengambilan  resiko  yang  penuh  dengan perhitungan  dan realistik.  Kepuasan  yang  besar  diperoleh  apabila  berhasil  dalam  melaksanakan tugas-tugasnya  secara  realistik.  Situasi  resiko  kecil  dan  tinggi  dihindari  karena sumber kepuasan tidak mungkin didapat pada masing-masing situasi ini. Artinya,wirausaha menyukai tantangan yang sukar namun dapat dicapai.

2) Kemandirian

Sesuai  perkembangan  zaman,  manusia yang  mempunyai  sikap  mandiriyang dapat hidup layak. Hal ini dapat kita rasakan dengan semakin kompleknyapermasalahan  yang  timbul,  antara  lain  menyangkut  banyaknya  orang  mencaripekerjaan,  sedangkan  lapangan  pekerjaan  yang  tersedia  jumlahnya  tidakmencukupi.  Dalam  menentukan  keputusan  yang  demikian  tergantung  pada  dirisendiri, sehingga keputusan yang diambil merupakan keputusan terbaik bagi dirisendiri.

Kemandirian adalah otonomi dalam mengatur diri sendiri secara merdeka(tidak tergantung pihak lain). Otonomi harus didukung antara lain merencanakan,mengorganisasikan,  memotivasi,  kepemimpinan,  transformasional, pemecahanmasalah,  dan  pengambilan keputusan,  berkomunikasi  berkoordinasi  secarasinergis dan melakukan perubahan organisasi (jujur, adil, demokratis, transparan,adaptif,  antisipatif,  memberdayakan  sumber daya  yang  ada, dan  memenuhikebutuhan sendiri) Dikmenjur (2007:10).

3) Kepercayaan diri

Menurut  Soesarsono  Wijandi yang  dikutip  oleh Suryana  (2009:39) kepercayaan diri merupakan suatu paduan sikap dan keyakinan seseorang dalamtugas atau pekerjaan. Dalam praktik, sikap dan kepercayaan ini merupakan sikapdan  kayakinan  untuk  memulai,  melakukan,  dan  menyelesaikan  tugas  ataupekerjaan  yang  dihadapi.  Oleh  sebab  itu,  kepercayaan  diri  memiliki  nilaikeyakinan,  optimisme,  individualitas  dan  ketidaktergantungan.  Hal ini  relevan dengan pendapat Kao  (1995:139)  yang  menyatakan  bahwa percaya  diri  adalah pola pikir. Keyakinan untuk sukses, sebagai salah satu keberhasilan mengarah ke keberhasilan lain. Pengalaman lebih sukses yang dimiliki oleh individu. Individuakan merasa lebih yakin dengan dirinya sendiri. Oleh karena itu, orang yang tidakpercaya harus  berjuang  untuk  pertama,  tetapi berhasil.  Percaya  diri  akan  datang setelah kesuksesan.

Beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kesiapan berwirausaha merupakan kemauan, keinginan dan kemampuan untuk berwirausaha. Seseorangharus  mampu  mandiri, berani  mengambil  resiko, inisiatif  dan  tanggung  jawab,disiplin,  mempunyai  visi  kedepan, mampu  memasarkan produk, dapatmengembangkan  suatu  ide  cemerlang  dan  berwawasan  luas,  serta  berani mengambil keputusan. Pengasuh panti harus memfasiltasi itu.

5.Pendidikan Kader

Maka pendidikan yang terakhir ini agaknya lebih penting dan mendalam dari esensi pendidikan yang sudah saya sampaikan diatas. Pendidikan ini meliputi banyak aspek dan harus benar benar dilakukan terutama untuk panti asuhan Muhammadiyah, sebab dari pendidikan kader inilah rasa cinta dan kemanusiaan itu hadir. Kepekaan sosial dan ketulusan dalam mengabdi yang menjadi semangat pendiri Muhammadiyah dapat diilhami oleh seluruh anak panti. Dengan berbagai macam cara, salah satunya adalah dengan cara memberikan pembinaan lanjutan kepada anak asuh yang dirasa mumpuni untuk diberikan pendidikan diatasnya dan kembali ke Panti Asuhan untuk mengabdi dan mendidik generasi generasi setelahnya.

Sebagai penutup, konsep “Shadow Orphanage” ini mengandung lima prinsip umum dalam mendidik anak asuh diantaranya adalah : Pendidikan Agama Islam dan Dakwah, Pendidikan Karakter, Pendidikan Literasi, Pendidikan Entrepreneurship dan Pendidikan Kader. Kelima hal ini dimaksudkan untuk menjadi pedoman bagi tenaga asuh panti dalam mendidik anak asuh di pantinya masing masing. Sebagai upaya pencerdasan bangsa dan membangun kemandirian Panti Muhammadiyah dan Aisyiyah yang berkemajuan.

 

Daftar Pustaka

Saleh, Muwafik. 2011. Membangun Karakter dengan hati nurani. Jakarta : Penerbit PT Erlangga

Hosen, Nardisyah. Hammado, Nurrussyariah. 2013. Ashabul Kahfi. Jakarta : Penerbit Noura Books

Hidayatullah dkk, Ahmad. 2015. Membaca Muhammadiyah: Refleksi Kritis Anak Muda Lintas Isu. Surabaya : Penerbit UMSurabaya Press..

Fethullah Gulen, Muhammad. 2011. Islam, Rahmatan Lil Alamin.Jakarta : Penerbit Republika. 

 Asrohah, Hanun. 1999.  Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta : Logos Wacana Ilmu

Azra, Azyumardi dan Maarif, Syafi’I. 2003. Ensiklopedi Tokoh Islam, Dari Abu Bakr Sampai Nashir dan Qardawi. Jakarta : Hikmah

Suparta,  Munzier, Harjani, Hefni,  (ed), 2003 Metode Dakwah. Jakarta : Prenada Media

Noorhayati aliet sutrisno, pandanita windari, fikriyah.2012. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: deepublish

Tafsir, Ahmad. 2009. Filsafat Umum. Bandung: PT Remaja Rosdak

Uyoh Sadulloh, 2003. Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung : Alfabeta,

Wijaya, Albert Hendra. 2012. Kejujuran dalam Pendidikan. Bandung:Alfabeta

Cepi Triatna,2012. pendidikan karakter (kajian teori dan praktik skolah) Bandung:PT Remaja Rosda karya

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *