Senin, 08 Desember 2025

Sikap Orang-Orang Mukmin Terhadap Al-Qur’an (2)

Tafsir Ayat

Pada ayat tersebut digunakan isim isyarah (kata petunjuk): Dzalika (itu), yang biasanya dipergunakan untuk benda, waktu atau hal yang jauh, padahal Kitab yang ditunjukadalah dekat, mengandung makna pengagungan dan pemuliaan terhadap al-Kitab tersebut adalah suci yang diterima dari Allah swt.

Mengapa pada ayat tersebut disebutkan al-Kitab, padahal wahyu Allah belum diturunkan secara keseluruhan? Rasyid Rida berpendapat bahwa yang demikian itu untuk memberikan isyarat bahwa Allah akan memenuhi janjinya untuk menyempurnakan al-Kitab. Sebenarnya tidaklah menjadi masalah menyebutkan al-Kitab, sekalipun belum sempurna turunnya, sebab ternyata sebelum diturunkannya permulaan surat al-Baqarah, telah diturunkan sejumlah besar dari ayat-ayat al-Qur’an, dan Rasulullah saw. telah menyuruh agar ditulis dan dihafalkan. (Rasyid Rida, 1: 123).

Mengapa pada ayat tersebut disebutkan al-Kitab, padahal wahyu Allah belum diturunkan secara keseluruhan? Rasyid Rida berpendapat bahwa yang demikian itu untuk memberikan isyarat bahwa Allah akan memenuhi janjinya untuk menyempurnakan al-Kitab. Sebenarnya tidaklah menjadi masalah menyebutkan al-Kitab, sekalipun belum sempurna turunnya, sebab ternyata sebelum diturunkannya permulaan surat al-Baqarah, telah diturunkan sejumlah besar dari ayat-ayat al-Qur’an, dan Rasulullah saw. telah menyuruh agar ditulis dan dihafalkan. (Rasyid Rida, 1: 123).

Pada ayat tersebut ditegaskan bahwa tidak diragukan baik tentang diturunkannya dari Allah swt. maupun tentang hidayahnya bagi seluruh manusia, sebagaimana ditegaskan dalam firman-Nya:

تَنزِيلُ ٱلۡڪِتَـٰبِ لَا رَيۡبَ فِيهِ مِن رَّبِّ ٱلۡعَـٰلَمِينَ

Turunnya al-Qur’an yang tidak ada keraguan di dalamnya, (adalah) dari Tuhan semesta alam (Qs. as-Sajdah/32: 2).

Sebagai bukti bahwa al-Qur’an adalah wahyu Allah swt., antara lain ialah, ketinggian balagah dan uslubnya yang tidak adapt ditandingi oleh siapapun hingga sekarang, dan ketika itu orang-orang musyrikin telah ditantang untuk membuat satu surat yang sebanding dengan al-Qur’an, namun sama sekali tidak mampu membuatnya, sebagaimana diungkapkan dalam firman-Nya:

 

 وَإِن ڪُنتُمۡ فِى رَيۡبٍ۬ مِّمَّا نَزَّلۡنَا عَلَىٰ عَبۡدِنَا فَأۡتُواْ بِسُورَةٍ۬ مِّن مِّثۡلِهِۦ

وَٱدۡعُواْ شُهَدَآءَكُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ إِن كُنتُمۡ صَـٰدِقِينَ

Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur’an yang Kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal al-Qur’an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar (Qs. al-Baqarah/2: 23).

Jelaslah bahwa ketinggian balagah al-Qur’an, uslubnya, maknanya, ilmunya, dan pengaruhnya terhadap jiwa orang yang beriman serta hidayahnya tidaklah mungkin diragukan. (Rasyid Rida, I: 124).

Kemudian ayat tersebut ditutup dengan firman-nya: Hudan lil-muttaqin (sebagai hidayah bagi orang-orang yang bertaqwa). Hidayah yang dimaksudkan dalam ayat tersebut ialah bimbingan Allah kepada manusia ke jalan yang lurus dengan pertolongan yang sangat khusus dari Allah swt.

Adapun yang dimaksudkan dengan al-Muttaqin. Ialah orang-orang yang menjaga diri dari sebab-sebab siksaan Allah SWT baik di dunia maupun di akhirat. Menurut jumhur ulama, cara menjaga diri yang paling efektif ialah dengan mengerjakan semua perintah Allah dan meninggalkan semua larangan-Nya, dengan ikhlas hanya mencari keridaan Allah SWT.

Al-Maraghi dalam tafsirnya menjelaskan, cara menjaga diri dari siksaan duniawi, harus menguasai ilmu tentang sunnah Allah, yaitu aturan-aturan Allah yang telah ditetapkan untuk mengatur alam ini, yang oleh para ahli disebut hukum alam. Misalnya, api itu mempunyai daya pembakar, matahari memancar sinar, dan sebagainya. Maka orang yang mengetahui bahwa api itu berbahaya, pasti ia akan berhati-hati terhadap api, jika ia mengetahui bahwa dalam peperangan harus mempersiapkan kekuatan, maka ia harus mempersiapkan mesin-mesin perang, di samping harus memasang siasat dan strategi perang, sebagaimana diungkapkan dalam firman-Nya:

 وَأَعِدُّواْ لَهُم مَّا ٱسۡتَطَعۡتُم مِّن قُوَّةٍ۬ وَمِن رِّبَاطِ ٱلۡخَيۡلِ تُرۡهِبُونَ بِهِۦ عَدُوَّ ٱللَّهِ وَعَدُوَّڪُمۡ 

Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggetarkan musuh Allah dan musuhmu…. (Qs. al-Anfal/8: 60).

Adapun untuk menjaga siksaan di akhirat, kita harus beriman, bertaqwa, bertawakkal, bertauhid, beramal salih, serta membersihkan diri dari segala macam kemusyrikan dan kemaksiatan. (Al-Maraghi, 1969, I: 41).

Pada ayat berikutnya, Allah berfirman:

 ٱلَّذِينَ يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡغَيۡبِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَمِمَّا رَزَقۡنَـٰهُمۡ يُنفِقُونَ

Mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan salat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka. (Qs. Al-Baqarah/2: 3)

 

Penulis             : Saad Abdul Wachid

Sumber            : http://tuntunanislam.id/

 

Halaman Sebelumnya: Sikap Orang-Orang Mukmin Terhadap Al-Qur'an (1)........

Halaman Selanjutnya: Sikap Orang-Orang Mukmin Terhadap Al-Qur'an (3)........

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *