Menurut al-Qasimy, amsal (perumpamaan) biasanya dipergunakan untuk menjelaskan keadaan, kisah-kisah atau sifat yang mempunyai keistimewaan dan keajaiban, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya ketika menjelaskan keajaiban surga:
مَّثَلُ ٱلۡجَنَّةِ ٱلَّتِى وُعِدَ ٱلۡمُتَّقُونَۖ تَجۡرِى مِن تَحۡتِہَا ٱلۡأَنۡہَـٰرُۖ أُڪُلُهَا دَآٮِٕمٌ۬ وَظِلُّهَاۚ تِلۡكَ عُقۡبَى ٱلَّذِينَ ٱتَّقَواْۖ وَّعُقۡبَى ٱلۡكَـٰفِرِينَ ٱلنَّارُ 35
Perumpamaan syurga yang dijanjikan kepada orang-orang yang takwa ialah (seperti taman); mengalir sungai-sungai di dalamnya; buahnya tak henti-henti sedang naungannya (demikian pula). Itulah tempat kesudahan bagi orang-orang yang bertakwa, sedang tempat kesudahan bagi orang-orang kafir ialah neraka. (Qs. Ar-Ra’d/13: 35)
Pada ayat lainnya Allah berfirman:
لِلَّذِينَ لَا يُؤۡمِنُونَ بِٱلۡأَخِرَةِ مَثَلُ ٱلسَّوۡءِۖ وَلِلَّهِ ٱلۡمَثَلُ ٱلۡأَعۡلَىٰۚ وَهُوَ ٱلۡعَزِيزُ ٱلۡحَكِيمُ 60
Orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, mempunyai sifat yang buruk; dan Allah mempunyai sifat yang Maha Tinggi; dan Dia-lah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Qs. An-Nahl/16: 60)
Pada ayat lainnya Allah berfirman:
ذَٲلِكَ مَثَلُهُمۡ فِى ٱلتَّوۡرَٮٰةِۚ وَمَثَلُهُمۡ فِى ٱلۡإِنجِيلِ كَزَرۡعٍ أَخۡرَجَ شَطۡـَٔهُ ۥ فَـَٔازَرَهُ ۥ فَٱسۡتَغۡلَظَ فَٱسۡتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِۦ يُعۡجِبُ ٱلزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِہِمُ ٱلۡكُفَّارَۗ وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ مِنۡہُم مَّغۡفِرَةً۬ وَأَجۡرًا عَظِيمَۢا 29
Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). (Qs. Al-Fath/48: 29)
Kisah surga adalah kisah yang sangat menakjubkan, baik keindahan maupun kenikmatannya, sifat Allah adalah sifat yang Maha Agung dan Maha Mulia, dan pengikut Nabi Muhammad juga sangat menakjubkan. Karena itulah Allah menjelaskan dengan membuat perumpamaan-perumpamaan. (al-Qasimiy, 1978, II: 56).
Untuk lebih mengenal keadaan orang-orang munafik, baik mereka yang hidup pada masa permulaan Islam maupun yang hidup pada masa kini atau pada masa yang akan datang, Allah menggambarkan mereka dengan perumpamaan yang lain, sebagaiamana disebutkan pada ayat 19 dan 20 (terjemah):
Atau seperti (orang-orang yang ditimpa) hujan lebat dari langit disertai gelap gulita, guruh dan kilat; mereka menyumbat telinganya dengan anak jarinya, karena (mendengar suara) petir, sebab takut akan mati. dan Allah meliputi orang-orang yang kafir (19). Hampir-hampir kilat itu menyambar penglihatan mereka. Setiap kali kilat itu menyinari mereka, mereka berjalan di bawah sinar itu, dan bila gelap menimpa mereka, mereka berhenti. Jikalau Allah menghendaki, niscaya Dia melenyapkan pendengaran dan penglihatan mereka. Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu (20). (Qs. Al-Baqarah: 19-20)
Pada ayat 17 dan 18 Allah menggambarkan orang-orang munafik seperti orang yang menyalakan api, kemudian dia memadamkan lagi, sedang pada ayat 19 dan 20 Allah menggambarkan mereka seperti orang yang ditimpa hujan lebat, yang dapat melenyapkan pendengaran dan penglihatan. Yang demikian itu untuk menggambarkan keadaan orang-orang munafik dan menjelaskan kekejian perbuatan mereka, dengan tujuan untuk memberikan peringatan dan pelajaran agar berhati-hati terhadap mereka. Sebab mereka selalu menyebarkan fitnah dan kekacauan dalam masyarakat. Sebenarnya mereka telah memperoleh hidayah Ilahiyah dari langit, tetapi kemudian tertimpa kegoncangan iman dan kekacauan serta kegelapan taqlid . juga merasa takut terhadap orang-orang kafir yang ada di sekitar mereka ketika mengerjakan hal-hal yang bertentangan dengan pendapat mereka. Kemudian mereka mendapatkan cahaya hidayah lagi ketika didatangi seorang Da’i, dan tampaklah bagi mereka tanda-tanda kekuasaan Allah dengan jelas, karena adanya bukti dan hujjah yang kuat, maka mereka pun mempunyai keinginan yang sangat kuat untuk mengikuti kebenaran, karena cahaya hidayah tersebut. Namun kemudian mereka kembali lagi kepada kegelapan dan kegoncangan jiwa, serta kebingungan, bagaikan orang yang berada di padang pasir, yang ditimpa oleh kegelapan malam dan hujan lebat yang disertai angin ribut dan kilat, serta guruh yang keras dan menakutkan, sehingga mereka harus menutupi telinga mereka dengan jari-jari tangannya. Tetapi usaha tersebut tidaklah dapat menyelamatkan mereka dari bencana yang telah ditetapkan Allah SWT. Semua itu mengandung hikmah dan kemaslhatan yang kadang-kadang tidak dapat kita ketahui. (al-Maragiy, I: 60).
Rasyid Rida dalam tafsirnya memperingatkan agar berhati-hati terhadap penafsiran sebagian ulama yang kurang mengindahkan kesahihan sumbernya. Misalnya al-Jalal as-Siyutiy menafsirkan “ar-Ra’ad” (guntur) adalah Malaikat, atau suaranya, “al-Baq” (kilat) adalah cambuknya, untuk menghalau awan. Seakan-akan Malaikat adalah makhluk yang bertubuh, sebab suara yang dapat didengar adalah ciri-ciri makhluk yang bertubuh. Dan seakan-akan awan adalah binatang himar yang bandel, tidak mau berjalan kecuali dengan dihardik dan dicambuk berkali-kali. Demikianlah pemahaman sebagian orang Arab. Sebenarnya tidaklah boleh memalingkan dari makna alam syahadah (yang dapat dilihat) kepada makna alam ghaib (yang tidak dapat dilihat) yang hanya diketahui oleh Allah SWT. Hanya saja sebagian mufassir senang mengumpulkan penafsiran-penafsiran yang tidak ada sumbernya, seperti kisah-kisah israiliyat yang berasal dari orang-orang Yahudi untuk menjelaskan ayat-ayat al-Qur’an. (Rasyid Ridla, I: 174).
Sebagian besar kisah-kisah Israiliyat disampaikan oleh empat tokoh yang terkenal, yaitu: Abdullah bin Salam, Ka’ab al-Ahbar, Wahab ibnu Munabbih dan Abdul Malik bin Abdil Aziz bin Juraij. Sebagian besar ulama berpendapat bahwa periwayatan dari mereka tidak dapat dipercaya, dan harus ditinggalkan. (Az-Zahabiy, 1976, at-Tafsir wa al-Mufassiruun, I:183).
Ayat tersebut ditutup dengan firman-Nya: “inna Allaha ‘ala kulli syai’in qadir”. (sesungguhnya Allah Maha berkuasa atas segala sesuatu). Pernyataan tersebut sebagai ancaman terhadap orang-orang munafik, bahwa Allah berkuasa menghilangkan pendengaran dan penglihatan mereka jika berkehendak. Juga memberikan pengertian bahwa kehendak Allah amat erat kaitannya dengan kekuasaan-Nya.
Kesimpulan
- Allah swt menyebutkan ciri-ciri orang-orang munafik pada ayat-ayat tersebut dengan sepuluh sifat, yaitu al-kadzab (dusta), al-khida’ (reka daya), al-makr (makar), as-safih (dungu), istihza’ (penghinaan), al-ifsad (berbuat kerusakan), al-jahl (bodoh), adh-dhalal (sesat), at-tadzabdzub (terombang-ambing), as-sukhriyyah (sombong).
- Orang-orang munafik, menampakkan imannya, tetapi batin mereka tidak beriman sebagaimana orang-orang kafir. Karena itulah Rasulullah SAW sangat berhati-hati terhadap mereka, dan memperingatkan kepada seluruh kaum muslim agar waspada, sebab sebenarnya mereka sangat berbahaya.
Penulis : Prof. Drs. H. Saad Abdul Wahid
Sumber : http://tuntunanislam.id/
Halaman Sebelumnya: Sikap Orang-Orang Munafik (3)........