Minggu, 19 Mei 2024

Surga Haji Mabrur (1)


حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ أَخْبَرَنَا مَالِكٌ عَنْ سُمَيٍّ مَوْلَى أَبِي بَكْرِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ السَّمَّانِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yusuf, telah mengabarkan kepada kami Malik dari Sumayya, maula Abu Bakar bin ‘Abdur Rahman dari Abu Shalih As-Samman dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Umrah ke ‘umrah berikutnya menjadi penghapus dosa antara keduanya dan haji mabrur tidak ada balasannya kecuali surga“. [Muttafaq ‘alaih: Shahih al-Bukhari (no. 1650), Shahiih Muslim (no. 2403), Sunan at-Tirmidzi (no. 855), Sunan Ibnu Majah (no. 2879), Sunan an-Nasa-i (no. 2582]

 

Takhrij & Sanad

Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dari Abdullah bin Yusuf; yang bersambung kepada Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir; dari Sumayya, maula Abi Bakar Bakar bin ‘Abdur Rahman bin Al Harits bin Hisyam; dari Dzakwan yang dikenal sebagai Abu Shalih As-Saman; dari Abdur Rahman bin Sakhr alias Abu Hurairah. Diriwayatkan juga oleh Muslim, dan 5 ulama perawi hadits yang lain (Ensiklopedi Hadits Kitab 9 Imam menyimpulkan ada 6 hadits pembanding lain yang sama dengan riwayat Imam Bukhari, oleh 6 perawi hadits lain).  Derajat hadits ini, menurut ijma’ ulama adalah shahih. Semua perawi hadits dinilai oleh mayoritas ulama sebagai tsiqah.

Syarah

Keistimewaan Makkah dan Ibadah Haji

Sebelum membicarakan tentang makna haji mabrur, ada baiknya kita kemukakan tentang keistimewaan Makkah dan keutamaan-keutamaan ibadah haji.

Rasulullah SAW adalah warga Makkah. Beliau lahir, tumbuh dan besar di dekat Ka’bah, yaitu di kampung yang bernama Ma’la, terletak di sebelah timur dari Masjidil Haram. Nabi meninggalkan Makkah menuju ke Yatsrib (Madinah) karena perintah Allah untuk berhijrah, akibat tekanan kaum Quraisy yang menentang dakwah beliau.

Ketika hendak meninggalkan Makkah tersebut, sambil berjalan pelan Nabi masih terus melihat ke arahnya sambil mengucapkan hadits di atas. Kecintaan beliau terhadap tanah kelahirannya tersebut tidak dapat beliau sembunyikan. Kecintaan pada tanah air adalah bagian dari naluri manusiawi seseorang yang berbudi dan beradab. Selain faktor manusiawi, kecintaan Nabi kepada kota Makkah ini dapat dilihat pula dari sisi ketuhanan (ilahiyah) yang digambarkan sebagai “bumi yang paling mulia di sisi-Nya”.

Beberapa ayat berikut mengungkapkan tentang keistimewaaan kota Makkah.

وَهُوَ ٱلَّذِى كَفَّ أَيۡدِيَهُمۡ عَنكُمۡ وَأَيۡدِيَكُمۡ عَنۡہُم بِبَطۡنِ مَكَّةَ مِنۢ بَعۡدِ أَنۡ أَظۡفَرَكُمۡ عَلَيۡهِمۡ‌ۚ وَكَانَ ٱللَّهُ بِمَا تَعۡمَلُونَ بَصِيرًا

Dan Dia-lah (Allah) yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan (menahan) tangan kamu dari (membinasakan) mereka di tengah kota Makkah sesudah Allah memenangkan kamu atas mereka, dan adalah Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS al-Fath/48: 24)

وَكَأَيِّن مِّن قَرۡيَةٍ هِىَ أَشَدُّ قُوَّةً۬ مِّن قَرۡيَتِكَ ٱلَّتِىٓ أَخۡرَجَتۡكَ أَهۡلَكۡنَـٰهُمۡ فَلَا نَاصِرَ لَهُمۡ

 Dan betapa banyaknya negeri yang (penduduknya) lebih kuat dari pada (penduduk) negerimu (Muhammad) yang telah mengusirmu itu. Kami telah membinasakan mereka, maka tidak ada seorang penolongpun bagi mereka. (QS Muhammad/47: 13)

Allah SWT telah bersumpah dengan nama kota suci Makkah ini didalam firman-firman-Nya berikut ini.

لَآ أُقۡسِمُ بِہَـٰذَا ٱلۡبَلَدِ (١) وَأَنتَ حِلُّۢ بِہَـٰذَا ٱلۡبَلَدِ

Aku benar-benar bersumpah dengan kota ini (Makkah). Dan kamu (Muhammad) bertempat di kota Makkah ini, (QS al-Balad/90: 1-2)

وَهَـٰذَا ٱلۡبَلَدِ ٱلۡأَمِينِ

Dan demi kota (Makkah) ini yang aman, (QS at-Tin/95: 3)

Kota Makkah ini dijadikan Allah sebagai tempat beribadah para hambanya sepanjang masa, dari manusia pertama Adam a.s., Ibrahim a.s. sampai Nabi Muhammad SAW beserta seluruh ummatnya sampai akhir zaman. Untuk itu, Allah SWT membangun “Rumah-Nya” (Baitullah, Ka’bah) di kota ini, sebuah tempat yang tidak boleh seorang pun masuk ke dalamnya kecuali dengan kerendahan hati, khusyu’, dengan kepala terbuka serta meninggalkan bentuk pakaian dan perhiasan dunia. Inilah tempat, dimana Allah SWT menjadikannya sebagai penghapus dosa-dosa masa lalu.

Di Makkah pula, Allah menempatkan Masjid-Nya yang mulia, yaitu Masjidil Haram, masjid yang pertama kali di muka bumi, dimana tidak ada suatu masjid pun yang orang shalat di dalamnya yang pahalanya akan dilipatgandakan.

وعَنْ جَابِرٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صَلَاةٌ فِي مَسْجِدِي أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلَّا الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ وَصَلَاةٌ فِي الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ أَفْضَلُ مِنْ مِائَةِ أَلْفِ صَلَاةٍ فِيمَا سِوَاهُ

Dari Jabir bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Shalat di masjidku lebih utama seribu kali dari shalat di masjid selainnya, kecuali Masjidil Haram. Dan shalat di masjidil haram lebih utama seratus ribu kali dari shalat di tempat selainnya. ” (HR Ibnu Majah; hadis no. 1396)

Jika dihitung dengan kalkulasi matematika, maka pahala keutamaan shalat di Masjidil Haram setara dengan shalat di masjid lain selama 55 tahun 6 bulan dan 20 malam. Dalam kisah yang diriwayatkan oleh Abu Dzar, sebagaimana terekam dalam Shahih Muslim dalam bab ‘al-Masajid” (no. 808), Rasulullah menegaskan bahwa masjid yang pertama kali dibangun di muka bumi ini ialah Masjidil Haram, kemudian Masjidil Aqsha. Jarak pembangunan keduanya ialah 40 tahun. Dalam al-Qur’an ditegaskan bahwa:

إِنَّ أَوَّلَ بَيۡتٍ۬ وُضِعَ لِلنَّاسِ لَلَّذِى بِبَكَّةَ مُبَارَكً۬ا وَهُدً۬ى لِّلۡعَـٰلَمِينَ

Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Makkah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. (QS Ali Imran/3: 96)

Makkah adalah satu-satunya tempat di muka bumi ini, dimana Allah SWT mewajibkan bagi orang-orang mukmin yang mampu mengunjunginya, dan tidak ada sejengkal bumi pun yang Allah wajibkan hamba-hamba-Nya untuk menghadap dan melambaikan tangan, kecuali kepada Ka’bah, Hajar Aswad dan Rukun Yamani, serta merupakan kiblat kaum beriman sepanjang  masa.

Di kota suci ini, kaum muslimin menapak tilasi jejak kehidupan dan peribadatan nenek moyang kaum beriman, yaitu Nabi Ibrahim as. Mereka tiada lain ialah para hambanya yang dipilih-Nya untuk menyambut seruan Nabi Ibrahim a.s. sekaligus melaksanakan titah Ilahi.

وَأَذِّن فِى ٱلنَّاسِ بِٱلۡحَجِّ يَأۡتُوكَ رِجَالاً۬ وَعَلَىٰ ڪُلِّ ضَامِرٍ۬ يَأۡتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ۬

Dan  berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus (karena payah berjalan) yang datang dari segenap penjuru yang jauh (QS al-Hajj/22:27)

فِيهِ ءَايَـٰتُۢ بَيِّنَـٰتٌ۬ مَّقَامُ إِبۡرَٲهِيمَ‌ۖ وَمَن دَخَلَهُ ۥ كَانَ ءَامِنً۬ا‌ۗ وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلۡبَيۡتِ مَنِ ٱسۡتَطَاعَ إِلَيۡهِ سَبِيلاً۬‌ۚ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ عَنِ ٱلۡعَـٰلَمِينَ

Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji, padahal dia mampu)  maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam. (QS Ali Imran/3: 97)

 

Penulis                        : Tim Redaksi

Sumber Artikel            : tuntunanislam.id

Halaman Selanjutnya  : Surga Haji Mabrur (2)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *