Inilah isi kandungan al-Qur’an yang tercakup dalam surat al-Fatihah secara garis besar.
Tentang ajaran tauhid tercakup dalam firman Allah: Alhamdulillahi rabbil ‘alamin (segala puja dan puji hanya bagi Allah, Tuhan sekalian alam). Ayat ini berbicara bahwa puja dan puji hanya bagi Allah semata, karena Allah SWT. adalah sumber segala kenikmatan. Maka pada akhir ayat tersebut ditegaskan dengan firmanNya: Rabbil ‘alamin (Tuhan sekalian alam).
Tauhid adalah ajaran yang paling pokok dalam Islam, maka tidak cukup hanya dengan isyarat saja, melainkan harus disempurnakan dengan firmanNya: Iyyaaka na’budu wa-iyyaaka nasta’iin (hanya kepada-Mu aku menyembah dan hanya kepadaMu aku mohon pertolongan). Dengan pernyataan tersebut, tercabutlah akar-akar kemusyrikan dan animisme yang telah menyebar ke seluruh umat. Mereka menjadikan berhala sebagai penolong, dan mereka meyakini bahwa berhala yang mereka sembah mempunyai kekuatan ghaib yang kemudian mereka sembah dan minta pertolongan untuk memenuhi kebutuhan mereka di dunia. Mereka meyakini bahwa berhala yang mereka sembah hanya untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ayat-ayat tentang tauhid dalam al-Qur’an merupakan penjelasan secara rinci terhadap ayat: (iyyaaka na’budu waiyyaka nasta’iin).
Adapun janji Allah termuat dalam firmanNya: Bismillaahir-rahmaanirrahiim (dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang).
Penyebutan kata ar-rahmah (kasih sayang), pada permulaan al-Qur’an merupakan suatu janji dari Allah bahwa Dia akan menganugerahkan kenikmatan kepada hambaNya yang taat kepada-Nya. Kata tersebut diulang dua kali untuk mengingatkan kita semua akan kewajiban mentauhidkan Allah dan menyembahNya sebagai ungkapan rasa syukur kepadaNya.
Firman Allah Maaliki yaumiddiin (Yang Menguasai hari pembalasan) mengandung makna janji dan ancaman. Sebab, makna ad-Din adalah ketundukan kepada Allah swt., yaitu bahwa pada hari kiamat kelak kekuasaan hanya dimiliki Allah SWT, dan seluruh alam tunduk kepadaNya. Semuanya mengharapkan rahmat dari Allah dan takut kepada adzab-Nya. Ad-Din dapat juga diartikan balasan dari Allah. Balasan kebaikan bagi orang-orang yang berbuat kebaikan dan balasan siksaan bagi orang-orang yang berbuat kejahatan. Itulah janji dan ancaman Allah kepada manusia.
Adapun ibadah tercakup dalam firmanNya: Iyyaaka na’budu waiyyaaka nasta’iin (Hanya kepada-Mu aku menyembah dan hanya kepada-Mu aku mohon pertolongan). Beribadah kepada Allah harus melalui jalan yang telah ditentukan Allah SWT. Karena itulah pada ayat berikutnya Allah berfirman: Ihdinash-shirathal mustaqiim (Tunjukilah kami jalan yang lurus). Maksudnya, jadikanlah kami tetap pada jalan yang lurus. Sebab, pada dasarnya orang-orang mukmin telah berada pada jalan yang lurus. Para ulama mengatakan bahwa kebahagiaan itu terwujud karena istiqamah pada jalan yang lurus, yaitu Islam. Dan sebaliknya, kesusahan itu lahir karena keluar dari jalan yang lurus, yaitu kekafiran. Dan istiqamah itu merupakan ruh ibadah. Yang dimaksudkan dengan ruh ibadah ialah “al-khauf war-raja” (rasa takut dan harapan). Ruh ibadah itulah yang mendorong seseorang untuk berbuat amal shalih.
Kisah-kisah dan berita tentang masa lalu diungkapkan dalam firmanNya: Shirathal-ladziina an’amta ‘alaihim (Jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka). Firman Allah ini menjelaskan kisah orang-orang shalih yang hidup pada masa lalu yang telah dikaruniai kenikmatan lahir dan batin, seperti para Nabi dan para Wali Allah swt. Mereka itulah yang wajib diteladani oleh siapa pun.
Di samping mengisahkan orang-orang shalih, Allah juga mengisahkan orang-orang yang sesat dan dilaknat, seba-gaimana disebut dalam firman-Nya: Ghairil-maghdzuubi ‘alaihim waladhdhaalliin (bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan jalan mereka yang sesat). Firman Allah tersebut menjelaskan bahwa orang-orang yang tidak diberi kenikmatan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: orang-orang yang sesat dari jalan Allah serta orang-orang yang menentang dan memusuhi Allah SWT. Mereka itulah yang dimurkai Allah. Kisah-kisah tersebut diungkapkan agar dapat dijadikan pelajaran bagi kita semua.
Ringkasnya, bahwa surat al-Fatihah telah mencakup ushuluddin (pokok-pokok agama) secara garis besar, yang akan dijelaskan pada surat-surat dan ayat-ayat berikutnya. Karena itulah, surat al-Fatihah juga disebut “Ulumul-Qur’an” atau “Ummul-Kitab” (Induk Kitab).
TAFSIR MUFRADAT
Alhamdu: Pujian dengan lisan atas perbuatan yang baik. Arti inilah yang terkenal di kalangan para ahli bahasa dan para ulama (Rasyid Ridha, al-Manar, I: 49). Kata tersebut berasal dari kosa kata: hamida-yahmadu. Dalam al-Qur’an, kata tersebut turunnya diulang sebanyak 68 kali dengan berbagai kata.
Al-‘alamin bentuk jamak dar: al-‘alam, artinya: semua makhluk Allah. Dalam al-Qur’an, kata tersebut diulang sebanyak 73 kali.
Ad-Din berasal dari kosa kata: daana-yadiinu-diinan. Kata ad-Din dalam al-Qur’an mempunyai arti yang berbeda-beda sesuai dengan konteksnya, antara lain:
a. Tauhid, seperti disebutkan dalam firmanNya:
(Sesungguhnya agama tauhid yang sah disisi Allah adalah al-Islam (Ali Imran/3: 19).
b. Hukum, seperti disebutkan dalam firman-Nya Qs. an-Nur (24) ayat 2.
(Dan janganlah belas kasihan kepada keduanya menghalang-halangi kamu untuk menjalankan hukum Allah)
c. Agama, seperti disebutkan dalam firman-Nya Qs. at-Taubah (9) ayat 33.
(Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk al-Qur’an dan agama yang benar)
d. Pembalasan, seperti disebutkan dalam firman-Nya Qs. al-Fatihah (1) ayat 4
(Yang menguasai hari pembalasan)
Penulis : Prof. Drs. H. Saad Abdul Wahid
Sumber Artikel : http://tuntunanislam.id/
Halaman Sebelumnya: Tafsir Surat Al-Fatihah (1)......
Halaman Selanjutnya: Tafsir Surat Al-Fatihah (3).....