Senin, 29 April 2024

Tajdid Pelayanan Sosial Muhammadiyah

 

Oleh : Dani Kurniawan

Sekretaris Majelis Pelayanan Sosial (MPS)

PWM D.I. Yogyakarta

 

Muhammadiyah sebagai gerakan pelayanan sosial beberapa tahun mengalami kondisi stagnan. Hal ini dapat dilihat tidak adanya tajdid (pembaharuan) bentuk-bentuk pelayanan sosial yang dilakukan oleh persyarikatan. Pelayanan sosial yang dilakukan organisasi ini hanya melanjutkan dari para pendahulunya. Akhirnya hal ini membawa pada aktivitas pelayanan sosial yang sifatnya rutinitas.

Padahal ciri kas dari gerakan muhammadiyah adalah sebagai gerakan tajdid pembaharuan. Tajdid dilakukan agar tidak mengalami terjadi kejumudan dalam beragama. Aktivitas pembaharuan muhammadiyah sangat mencolok diawal pergerakan melalui pelayanan sosial. Buktinya adalah persyarikatan muhammadiyah mampu mengorganisasi dari amal sholeh yang sifatnya individu menjadi berjamaah dalam untuk membantu kaum dhu’afa, mustadz’afiin, fakir-miskin, anak yatim piatu dll.

Hal itu ditandai dengan berdirinya PKO (Poesat Kesengsaraan Omoem) pada tahun 1923. Pada waktu itu siapa saja yang merasa sengsara tanpa melihat suku, agama, ras maka wajib ditolong oleh PKO muhammadiyah. Ini juga menunjukan bahwa muhammadiyah sejak awal telah menunjukan sifat inklusifitas kepada masyarakat. Dari PKO tersebut lahirlah panti asuhan muhammadiyah, rumah sakit PKU Muhammadiyah. Yang akhirnya dalam perjalananan waktu brand PKU dipakai menjadi nama rumah sakit muhammadiyah.

Sekarang RS PKU berdiri dimana-mana mulai dari tingkat kecamatan sampai provinsi dengan sebagian besar status rumah sakit tipe B . Begitu juga dengan panti asuhan muhammadiyah dan aisyiyah jumlahnya sampai delapan ribu yang berdiri dari Sabang-Merauke dan sebagian telah terakreditasi. Ini adalah hal yang positif.

Hasil perjuangan di atas merupakan berdasarkan penghayatan, perenungan dan pembuktian dari Surat Al- Maun. Surat ini dalam perjalanan terkenal dengan istilah teologial-maun. Al-Maun menjadi surat yang pertama diajarkan KH. Ahmad Dahlan kepada santri-santri. KH.Ahmad Dahlan pun tidak sebatas hanya mengajarkan tapi sampai mengamalkan pesan surat tersebut.

Setelah mengamalkan baru pendiri persyarikatan mengajarkan surat-surat yang lain seperti suratAl-Ashr. Implementasi dari al-maun adalah dengan berdirinya PKU dan panti asuhan. Karena hal ini maka KH.Ahmad Dahlan terkenal sebagai The man of action (ulama yang suka beramal).

Ketua Umum PP Muhammadiyah Dr.H. Haidar Nasir, M.Si memahami ayat-ayat dalam surat Al-Maun sebagai ayat transformasi sosial, ayat yang mencerahkan. Karena ayat ini sifatnya untuk membebaskan orang yang terjebak dari kemiskinan, kefakiran, memberdayakan dan memajukan sehingga terbentuk individu yang mandiri dan berdaya.  

 

Sedangkan Amien Rais memahami al-maun sebagai tauhid sosial atau sholeh sosial. Dimana tauhid sosial adalah tauhid yang kuat terhindar dari segala kemusyrikan dan peduli dan menolong kepada kaum dhuafa, mustadz’afiin, fakir miskin. Dan siapa saja orang yang mengaku bertauhid tetapi tidak peduli terhadap kaum dhuafa maka mereka itulah yang disebut pendusta agama. Hal itulah pesan dalam suratAl-maun

Kini muhammadiyah telah memiliki Majelis Pelayanan Sosial  (MPS). Majelis  ini dibentuk saat muktamar 1 Abad muhammadiyah di Yogyakarta. Salah satu tujuan dari MPS adalah agar pelayanan sosial yang dilakukan muhammadiyah lebih masif dan progresif. Harapannya muhammadiyah kembali lagi menjadi leader organisasi dalam hal-hal penanganan sosial.

 Lalu yang menjadi pertanyaan adalah tajdid (pembaharuan) seperti apa yang harus dilakukan muhammadiyah dalam hal pelayanan sosial? Tajdid pelayanan sosial sifatnya harus menjawab mampu menjawab persoalan sosial dan tantangan zaman. Dan inilah yang menjadi tugas utama dari Majelis Pelayanan Sosial.

Dalam pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Majelis Pelayanan Sosial PP Muhammadiyah hari kamis-ahad (18-21/8) di Jakarta Dr.H. Haidar Nasir,M.Si menyampaikan bahwa sekarang ini sudah saatnya dilakukan tajdid pelayanan sosial. Karena pelayanan sosial yang dilakukan muhammadiyah sudah tidak sepenuhnya menjawab persoalan-persoalan sosial yang ada.

Ayahanda Haidar Nasir mengajak MPS supaya melakukan pembaharuan pelayanan sosial sehingga mampu membentuk pranata sosial yang bisa menjawab masalah sosial. Misalnya pelayanan terhadap manusia lanjut usia (lansia) dan layanan kepada anak-anak marginal dll.

Itulah arahan dari ketua umum tentang tajdid dalam pelayanan sosial muhammadiyah. Yang kemudian ditindaklanjuti oleh majelis pelayanan sosial muhammadiyah ingin mengembangkan panti jumpo menjadi community center. Sebelumnya para lansia yang diasuh oleh panti akan diubah lansia akan diasuh oleh para anak kandung dan keluarga.

Muhammadiyah dalam hal ini tidak ingin memisahkan anak kandung  dengan orang tuanya yang sudah lansia. Karena teologis islam mengajarkan tentang birul walidain bakti kepada orang tua. Rasa bakti itu dibuktikan oleh seorang anak untuk mengasuh kedua orang tuanya.

Lalu apa peran community center (CM) bagi lansia? Dalam hal ini Community center berperan sebagai tempat berkumpulnya para lansia untuk menjalin silaturahmi, beraktualisasi diri dll. Selain itu community center juga tempat mengasuh bagi lansia yang sudah tidak memiliki siapa pun sehingga tidak ada yang mengasuhnya.

Inilah salah satu bentuk tajdid pelayanan sosial muhammadiyah. Ke depan pasti ada tajdid pelayanan sosial lain sebagai penawar permasalahan sosial.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *