MUHAMMADIYAH.OR.ID, JAKARTA – Dewasa ini hakim di Indonesia semakin kehilangan kepercayaan dari masyarakat seiring banyaknya kasus korupsi yang menjerat posisi jabatan tersebut hingga ada sebuah anekdot bahwa hakim yang jujur di Indonesia ini hanya ada dua, Christine Hakim dan Hakim Garuda Nusantara.
Hal itu disampaikan Dhanil Anzar Simajuntak, Ketua Umum PP Muhammadiyah, dalam pengantar Diskusi Berseri Madrasah Anti Korupsi (MAK) Seri XIV bertajuk Meluruskan Kembali Peradilan Indonesia, Kamis (30/3).
“Itu bukan cuma sekedar anekdot, tapi itu pesan penting yang harus diresapi oleh peradilan kita dan hakim-hakim kita,” pungkas Dahnil di Aula KH. Ahmad Dahlan, Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta.
Dahnil mengatakan ada sebuah fenomena menggelitik dari protes yang dilakukan oleh IKAHI menyangkut dengan upaya komisi Yudisial dalam mendorong share responsibility. Menurutnya reaksi tersebut berlebihan, mengapa ada hakim yang takut dikontrol.
Dalam buku yang ditulis oleh Mancur Olson berjudul Power and Prosperity, dalam buku tersebut ia menggunakan istilah political bandit, yang memang lebih banyak mengeksplorasi pengusaha, politisi dan birokrasi, akan tetapi dalam praktik peradilan di Indonesia juga ditemukan bandit peradilan.
“Nah, kalo kemudian hakim itu tidak mau dikontrol, tidak mau diawasi dan hanya mau diawasi oleh teman-teman sejawat, ini menjadi masalah. Sekarang ini kok kehakiman itu akhirnya sama seperti korps kepolisian atau korps kesatuan militer yang takut dan tidak mau dikontrol dari luar, Polisi dan TNI saja mau dikontrol, kok hakim takut dikontrol,” pungkasnya.
Ini menjadi PR bersama agar peradilan dan profesi hakim di Indonesia itu keluar dari tudingan atau labeling sebagai bagian dari mafia peradilan. Maka pemudah Muhammadiyah mendukung penuh upaya yang dilakukan Komisi Yudisial dalam mendorong share responsibility tersebut, karena harus ada pengawasan ketat terhadap profesi peradilan ini.(raipan)