MUHAMMADIYAH.OR.ID, BANJARMASIN - Kaderisasi ulama yang baik, seyogyanya dipersiapkan melalui pendidikan dan sekaligus menyiapkan tokoh perubahan. Ma'ruf Abdullah, Mantan Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kota Banjarmasin menyebutkan bahwa kaderisasi ulama dipersiapkan melalui beberapa tahapan, diantaranya pembibitan dan pemanfaatan.
Kaderisasi pada tahap pembibitan dimulai dari tingkat dasar dan tingkat menengah, dilaksanakan melalui pendidikan di madrasah/pesantren muallimin (untuk laki-laki) dan muallimat (untuk perempuan). Kaderisasi tahap kedua, pemanfaatan. Para kader diberi kesempatan berdakwah untuk menyampaikan ilmu yang diperolehnya di pengajian-pengajian rutin Muhammadiyah di wilayah, daerah, cabang dan ranting serta di Aisyiyah.
“Pengajian rutin Muhammadiyah dan Aisyiyah, sudah menjadi trade mark (ciri khas) Muhammadiyah sejak kepemimpinan KH. Ahmad Dahlan sampai sekarang di semua tingkatan persyarikatan Muhammadiyah,” ungkap Ma’ruf Sabtu (27/5).
Ketiga, tahap pembinaan dan pengembangan. Pada tahap ini, ulama di lingkungan Muhammadiyah secara terprogram mengikuti kegiatan pelatihan, workshop, seminar dan sebagainya untuk menyikapi perkembangan dakwah dan penyiaran agama Islam. Kegiatan tersebut dikordinasikan oleh majelis tabligh yang ada di masing-masing tingkatan organisasi Muhammadiyah, mulai dari pusat, wilayah, daerah hingga cabang dan ranting termasuk Aisyiyah.
Terkait upaya Muhammadiyah menyiapkan kadernya sebagai ulama sekaligus tokoh perubahan, menurut Ma'ruf tak semua kader yang disiapkan secara otomatis dapat mencapai ke jenjang tersebut, karena untuk lahirnya seorang menjadi tokoh perubahan itu banyak faktor yang mempengaruhi, seperti wawasan keilmuan yang dimiliki.
Untuk menjadi mubaligh yang kompeten menurut Ma’ruf tidak cukup hanya memiliki pengetahuan agama yang luas, tetapi juga perlu ditunjang penguasaan pengetahuan ilmu komunikasi, khususnya retorika, etika berdakwah, manajemen khususnya bagaimana kegiatan dakwah itu menjadi dinamis dan menyenangkan pesertanya.
“Dalam konteks ini, kalau yang dimaksudkan itu terjadi perubahan dalam skala besar tentu belum semuanya. Tapi, kalau ukurannya skala terjadi kemajuan organisasi, itu memang sudah dirasakan. Dulu jemaah pengajian rutin Muhammadiyah belum banyak, karena hanya diikuti warga Muhammadiyah. Sekarang jemaah yang mengikuti pengajian, sudah lumayan banyaknya,” terang Ma’aruf.
Di samping diikuti warga Muhammadiyah juga sampatisan yang tertarik. Bahkan sekarang ada satu trend yang berkembang secara spontan, munculnya jemaah keliling atas prakarsa jemaah pengajian sendiri. Mereka secara sukarela menghimpun diri dan bergerak bersama menghadiri kegiatan pengajian rutin yang dilaksanakan di beberapa masjid Muhammadiyah di Kota Banjarmasin.
Itulah yang dimaksud lahirnya tokoh perubahan, karena kepiawaian para mubaligh Muhammadiyah dalam berdakwah, sehingga berhasil menggerakkan jemaahnya mendatangi pengajian yang digelar. "Saya tahu persis tentang kegiatan jemaah keliling ini, karena diberi kepercayaan warga Muhammadiyah selama dua periode di Kota Banjarmasin," pungkas Ma’aruf.
Kontributor: Drt/Serambi Ummah