Puasa Arafah adalah puasa sunnah yang dilaksanakan pada tanggal 9 Dzulhijah sebelum pelaksanaan Idul Adha. Berdasarkan hasil Hisab Kakiki Wujudul Hilal Pimpinan Pusat Muhammadiyah memutuskan Hari Arafah 9 Dzulhijah 1438 H jatuh pada Kamis, 31 Agustus 2017.
Puasa arafah memiliki keutamaan yang seharusnya tidak ditinggalkan seorang muslim. Sebagaimana telah dijelaskan dalam sebuah hadis, yang artinya :
Diriwayatkan dari Abu Qatadah (diriwayatkan) bahwa Rasulullah saw bersabda: Puasa hari Arafah menutup dosa dua tahun, satu tahun yang lampau dan satu tahun yang akan datang, dan puasa Asyura menutup dosa satu tahun. [Hadis ini diriwayatkan oleh sejumlah ahli hadis dan teks di atas adalah riwayat Imam Ahmad].
Dalam pelaksanaan puasa arafah terdapat beberapa hadis yang menyatakan bahwa dosa yang bisa diampuni, oleh beberapa jenis ibadah tersebut adalah dosa-dosa kecil. Hadis dimaksud adalah sebagai berikut :
Artinya: Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda: Shalat lima waktu dan Jumat ke Jumat menutup dosa-dosa dari shalat ke shalat berikutnya selama tidak dilakukan dosa besar. [HR. Muslim, at-Turmudzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Ibnu Khuzaimah, dan al-Baihaqi].
Ibnu ‘Abdil-Barr (w. 463/1071), seorang ulama besar dari Cordova, Spanyol, menegaskan dalam kitabnya at-Tamhid bahwa memang ada beberapa orang ahli ilmu pada zaman ini yang berpendapat bahwa hikmah taharah dan shalat dapat menghapus dosa-dosa besar. Akan tetapi ia mengomentari pendapat tersebut dengan agak keras dengan menyatakannya sebagai pendapat jahil dan menyetujui ajaran Murjiah. Dari uraiannya yang panjang dapat pula dipahami bahwa dosa yang disengaja tidak dapat ditutupi oleh hikmah ibadah-ibadah tersebut. Dosa-dosa besar dan disengaja dapat diampuni apabila pelakunya bertobat nasuha dengan menyesalinya dan memperbaiki diri serta bertekad untuk tidak mengulangi lagi (at-Tamhid, IV: 44-49).
Dalam Putusan Tarjih pada Munas XXVI tahun 2003 (yang belum ditanfidz oleh PP) tentang hikmah puasa tathawwu‘ diberi peringatan bahwa: Hendaknya jangan terjadi salah pengertian dan jangan timbul anggapan yang mengarah kepada bermudah-mudah melakukan perbuatan maksiat dan dosa semata karena anggapan bahwa dengan berpuasa sunnat sehari saja dosa-dosa itu, bahkan dosa setahun yang lalu dan yang akan datang, segera akan terhapus, dan orang tersebut akan dijauhkan dari api neraka sejauh tujuh puluh tahun.
Perlu dicamkan bahwa puasa yang sungguh-sungguh bukan sekedar perbuatan fisik berupa tidak makan, tidak minum dan tidak berhubungan badan (bagi pasangan suami-isteri) belaka, melainkan puasa yang sesungguhnya adalah puasa yang didasarkan kepada suatu komitmen otentik untuk meninggalkan segala perbuatan dosa dan maksiat dan sekaligus terefleksikan dalam perbuatan dan tingkah laku nyata.
Mengenai dosa yang akan datang yang belum dikerjakan, dapat dikutipkan pernyataan Imam asy-Syaukani (w. 1255/1839), dalam Nailul-Authar ketika menerangkan puasa Arafah akan menghapus dosa yang akan datang, bahwa dosa itu akan diampuni apabila seandainya terjadi, atau bisa juga berarti bahwa orang itu, karena puasa Arafahnya, akan terbimbing sehingga terhindar dan tidak akan melakukan dosa (Nailul-Authar, 2000 : 875). Alternatif kedua dari penjelasan asy-Syaukani ini lebih logis dan dapat diterima.
Sumber : http://www.fatwatarjih.com/2011/06/puasa-arafah-menutup-dosa-puasa-ketika.html?m=1
Foto: Ilustrasi