MUHAMMADIYAH.OR.ID, BANGLADESH – Banyaknya tenaga medis asing yang masuk melalui jalur Bangladesh untuk misi kemanusiaan di Myanmar, membuat pemerintah Bangladesh meregulasi aturan bagi semua NGO (Non – Governmental Organization) serta aktivis kemanusiaan untuk bekerjasama dengan mitra lokal.
Corona Rintawan selaku dokter MuhammadiyahAid mengatakan, bahwas saat ini dirinya selaku koordinator tim medis Indonesia Humanitarian Alliance (Alinasi Kemanusiaan Indonesia) telah melakukan komunikasi dan koordinasi dengan mitra lokal maupun nasional di Bangladesh.
“Adanya regulasi yang diberlakukan oleh Pemerintah Bangladesh membuat kami melakukan komunikasi dan koordinasi bersama mitra lokal (Human aid Banglades Foundation) serta mitra nasional (We Are The Dreamer – Asosiasi Dokter Medis Muslim Bangladesh),” kata Corona ketika dihubungi redaksi pada Selasa (26/9).
Corona berujar bahwa regulasi tersebut membuat Pemerintah Bangladesh memberlakukan visa kerja bagi siapapun yang ingin melakukan misi kemanusiaan di Myanmar. “Tim 1A dan 1B menjadi rombongan terakhir yang menggunakan visa turis, Tahap selanjutnya, semua tim yang dikirim untuk misi kemanusiaan harus menggunakan visa kerja. Untuk urusan izin administrasi di Bangladesh ini, IHA mempercayakan saya,” imbuh dokter spesialis emergency ini.
Adapun komunikasi dan koordinasi yang dilakukan oleh Indonesia Humanitarian Alliance bersama mitra setempat tersebut, menghasilkan sebuah nota kesepakatan (Memorandum of Understanding) yang ditandatangani oleh IHA – WTD dan Human Aid Bangladesh Foundation.
“Sebagai syarat bagi kami (IHA) untuk melakukan kegiatan pelayanan kesehatan jangka panjang, maka masing – masing perwakilan lembaga menandatangani nota kesepakatan terebut,” ujar Corona selaku pimpinan rombongan Tim Medis IHA.
Corona yang juga merupakan pengurus Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC) ini menambahkan bahwa rencana kegiatan pelayanan kesehatan tersebut akan dibuat dan dilaksanakan dalam jangka waktu yang panjang dengan tujuan ketika asistensi medis IHA berakhir maka mitra lokal dapat melanjutkan kembali kegiatan tersebut.
“Proposal program kegiatan yang sustainable dan berkelanjutan antara IHA dan WTD telah disusun untuk jangka waktu 3 – 6 bulan, harapan kami ketika progam IHA berakhir, mitra lokallah yang dapat melanjutkan kegiatan tersebut,” pungkas Corona.
Terdapat program medis yang akan dilakukan sepuluh hari kedepan diantaranya; Clinical Workshop pada tanggal 25 hingga26 September untuk memahami jenis penyakit yang dialami pengungsi dan program kesehatan yang dapat dilakukan; pelayanan kesehatan medis dasar bersama tim dokter We Are The Dreamer di Cox Bazzar pada tanggal 28 September hingga5 Oktober, dan pembuatan laporan dan kajian kesehatan selama pelayanan medis.
Di akhir wawancara Corona menyatakan laporan dan kajian pelayanan medis tersebut akan digunakan sebagai bahan evaluasi serta rekomendasi untuk kedatangan tim selanjutnya. “Evaluasi dan rekomendasi bagi tim medis selanjutnya tentu berdasar pada laporan dan kajian pelayanan medis yang telah dibuat selama masa program,” tutupnya. (raipan)