Menurut pandangan Muhammadiyah, shalat witir disebut juga shalat lail sebagaimana juga shalat tahajjud, qiyamu lail dan qiyamu Ramadhan. (lihat HPT hal. 341).
Shalat lail disebut shalat tahajjud karena shalat tersebut dilaksanakan setelah bangun tidur. Disebut shalat witir karena dalam melaksanakan shalat tersebut diakhiri dengan witir (bilangan ganjil). Disebut sebagai qiyamu lail karena shalat tersebut dilaksanakan hanya pada waktu malam. Disebut seabgai qiyamu Ramadhan karena shalat tersebut dilakukan pada bulan Ramadhan dan istilah yang sering digunakan untuk shalat lail di bulan Ramadhan adalah shalat tarawih, karena dalam shalat malam tersebut dilaksanakan dengan bacaan yang bagus dan lama dan setelah empat rakaat pertama dan kedua ada istirahat sebentar. (al-'Utsaimin, Majalis Syahr Ramadhan)
Adapun waktu pelaksanaannya, menurut jumhur (kebanyakan) ulama menyatakan bahwa waktu pelaksanaannya dimulai setelah shalat Isya' sampai dengan terbitnya fajar (shalat Subuh). Hal ini didasari melalui beberapa hadits berikut, yang artinya :
“Diriwayatkan dari Aisyah ra, ia berkata: Pada setiap malam Rasulullah saw melaksanakan shalat witir di awal malam, pertengahan malam dan akhir malam, maka berakhirlah waktu shalat witir hingga waktu sahur (terbitnya fajar)”. [HR. al-Jama’ah]
“Diriwayatkan dari Abu Sa’id, bahwasanya Rasulullah saw bersabda: Laksanakanlah shalat witir sebelum kamu mengalami waktu fajar”. [HR. al-Jama’ah, kecuali al-Bukhari dan Abu Dawud]
Kemudian, tidak ada larangan terkait dengan waktu pelaksanaan shalat witir sesudah shalat Isya’ tanpa shalat tahajud terlebih dulu. Bahkan seandainya merasa khawatir akan tidak melaksanakan shalat witir di tengah atau akhir malam, maka sebaiknya shalat witir dilaksanakan setelah shalat Isya'. Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits, Rasulullah saw bersabda:
Artinya : “Diriwayatkan dari Jabir, dari Nabi saw beliau bersabda; “Siapa di antaramu khawatir tak akan dapat bangun pada akhir malam, maka hendaklah ia shalat witir lalu tidur. Dan barang siapa percaya akan dapat bangun pada akhir malam, hendaklah ia shalat witir pada akhir malam itu, sebab akhir malam itu disaksikan malaikat dan hal itu lebih utama.” [HR. Ahmad, Muslim, Tirmidzi dan Ibnu Majah]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah saw menganjurkan padaku tiga perkara, puasa tiga hari tiap bulan, (shalat) dua raka’at Dluha dan agar aku kerjakan shalat witir sebelum tidur”. [HR. Muslim]
Akan tetapi, apabila telah melakukan shalat witir di awal malam, kemudian pada malamnya melakukan shalat kembali (shalat tahajud) maka jumhur (kebanyakan) ulama berkeyakinan tidak perlu untuk mengulanginya kembali. Hal ini didasari hadist nabi yang artinya :
“Diriwayatkan dari Talq Ibn ‘Ali ia berkata: Saya mendengar Nabi saw bersabda: Tidak ada dua witir dalam satu malam.” [HR. Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan an-Nasai]
Dengan demikian Tim Fatwa Tarjih menyimpulkan, meskipun tidak ada larangan mengerjakan salat witir di awal malam (sesudah mengerjakan shalat isya’) dan sebelum mengerjakan shalat tahajud, akan tetapi mengerjakannya pada akhir malam adalah lebih utama. Hal ini didasarkan pada hadits Nabi Muhammad SAW riwayat Ahmad, Muslim, Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Jabir seperti telah disebutkan dimuka dan juga hadits berikut:
Artinya: “Diriwayatkan dari Nafi’, dari Ibnu Umar, dari Nabi saw, beliau bersabda: Jadikanlah shalat witir sebagai akhir shalatmu di malam hari.” [HR. Muslim]
Sumber: http://www.fatwatarjih.com/2011/08/waktu-pelaksanaan-shalat-witir.html?m=1
Foto: Ilustrasi