MUHAMMADIYAH.OR.ID, INDIA – Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah resmi melantik Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) India pada Jumat (20/4) bertempat di Jawaharlal Nehru University (JNU).
Dikatakan Ketua PCIM India, Brenny Novriansyah Ibrahim, terdapat beberapa peluang dan tantangan dalam menyebarkan dakwah Muhammadiyah di India. Diantaranya tantangan tersebut yaitu legalitas serta mempertahankan eksistensi organisasi Muhammadiyah di India. Hal ini mengingat kondisi politik India yang saat ini sangat sensitif dengan isu keagamaan apalagi yang berbau Islam.
“Konflik di Kashmir antara aparat dan rakyat jelata yang menjadi korban juga menjadikan kegiatan apapun menjadi sangat sensitif. Terlebih pemilu tahun depan yang akan dihadapi India juga turut berkontribusi terhadap sensitifitas gerakan-gerakan keislaman,” terang Brenny ketika dihubungi pada Ahad (22/4).
Kondisi umat Islam India yang terpecah belah, banyak aliran, paham, dan praktek keagamaan yang terkadang melenceng dari akidah. Hal ini diakibatkan terjadinya tekanan dari kaum mayoritas dan praktek pernikahan antara agama yang kerap terjadi, sehingga tidak jarang dalam praktek keagamaan mereka terpengaruh oleh budaya setempat.
“Akan tetapi, banyak juga kalangan muslim yang berpendidikan yang mereka lebih maju dan modern dalam kehidupan beragama serta menjalankan Sunnah sebagaimana mana mestinya,” imbuh Brenny.
Selain itu, banyak dari kalangan minoritas India terutama Muslim yang masih terbelakang, kurang berpendidikan, dan hidup dalam kemiskinan. Karena peluang lapangan kerja bagi mereka amat sangat kecil, tidak banyak orang yang mau mempekerjakan orang Muslim di India.
Meski India mendeklarasikan diri sebagai Negara sekuler sejak kemerdekaan, akan tetapi pada prakteknya kesetaraan dan keadilan sosial baik secara gender maupun antar pemeluk agama masih terjadi ketimpangan.
Berkaitan dengan tingkatan strata sosial atau yang disebut dengan kasta masih saja berlaku di kalangan masyarakat, meski prakteknya saat ini sudah sedikit memudar terutama di kalangan berpendidikan atau diwilayah perkotaan.
“Praktek kasta ini tercantum jelas dalam formulir, pendataan penduduk, dsb. Bahkan praktek kasta ini juga terjadi dikalangan muslim sendiri. Secara sosial Muslim di India juga berkasta meskipun prakteknya tidak pada semua komunitas,” jelas Brenny.
Brenny juga mengungkapkan bahwa Populasi Warga Negara Indonesia (WNI) di India masih sangat minim jumlahnya, yang didominasi oleh kalangan perempuan yang menikah dengan orang India. Hanya sebagian kecil laki-laki maupun perempuan yang bekerja di India maupun pelajar Indonesia.
Sementara itu, berkaitan dengan peluang dakwah Muhammadiyah di India, Brenny mengatakan, gerakan Aligarian di India, yang dipelopori oleh Sir Syed Ahmad Khan sejak abad 18 hingga sekarang telah banyak berkontribusi bagi kemajuan India terutama kalangan minoritas muslim India.
“Hal ini menjadi peluang bagi Muhammadiyah untuk bekerja sama dalam membangun Islam berkemajuan di India,” ungkap Brenny.
Mengingat dalam sejarah panjang perkembangan Islam di India, adanya hubungan erat antara ulama-ulama India dan Indonesia. Terutama mereka yang tergabung dalam kegiatan Jamaah Tabligh. Kehadiran PCIM dapat menjembatani silaturahim ulama Indonesia dan India dalam transformasi keilmuan dan kegiatan kemanusiaan.
“Sebagaimana keberhasilan Bunda Theresa dalam misi kemanusiaan di Calcutta dan seluruh India, maka ini dapat menjadi inspirasi gerakan Muhammadiyah India dalam memberikan pelayanan kemanusiaan di India,” terang Brenny.
Selain itu, kedekatan emosional, budaya, maupun bahasa antara India dan Indonesia, memberi peluang bagi Muhammadiyah untuk membuka kesempatan muslim India untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di institusi-institusi pendidikan Muhammadiyah melalui penyaluran beasiswa.
“Dengan demikian, maka kader Muhammadiyah di India bukan hanya WNI yang bermukim di India, akan tetapi bahkan terbuka juga bagi orang berkebangsaan India,” pungkas Brenny. (adam)