Orang yang berhalangan puasa ramadhan misalnya karena sakit, menyusui ataupun hamil, dapat membayar denda (kafarah) dengan mengganti puasa atau melakukan fidyah. Fidyah berarti memberi makan pada orang miskin. Lantas, bagaimana seharusnya fidyah ditunaikan?
Merujuk pada Surat Al-Baqarah ayat 184, fidyah berarti memberi makan pada orang miskin (tha’aamu miskin):
أَيَّامًا مَعْدُودَاتٍ ۚ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيضًا أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ ۚ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ ۖ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَهُ ۚ وَأَنْ تَصُومُوا خَيْرٌ لَكُمْ ۖ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (Al Baqarah: 184)
Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah dengan merujuk pada Surat Al-Baqarah ayat 184, fidyah harus diberikan kepada orang miskin (tha’aamu miskin). Kemudian berdasar riwayat yang ditakhrijkan Abu Dawud dari Ibnu Abbas, menetapkan bahwa perempuan menyusui dan mengandung diperbolehkan untuk tidak puasa, tapi harus membayar fidyah dengan memberi makan setiap hari kepada orang miskin.
Lalu, fidyah sebaiknya dibayar dengan bahan pokok mentah atau makanan yang sudah masak? Menurut riwayat Al Bukhari dari Abu Hurairah ketika Nabi didatangi orang yang harus membayar fidyah namun ia tak mampu membayar fidyah itu, maka Nabi memberinya tamar.
Menurut ‘uruf bahasa, tamar adalah kurma yang sudah masak. Namun mengingat di Indonesia, kurma bukanlah makanan yang pokok, maka pemahaman kalimat “ith’amu tha’ amil miskin” dapat dilihat dengan perspektif yang luas yakni makanan pokok yang masih mentah maupun yang telah masak. Maka dengan pengertian itu, fidyah dapat diberikan dalam wujud makanan yang dapat dimakan secara langsung maupun makanan pokok mentah (beras).
Sumber: Tanya Jawab Agama Jilid 2, halaman 134