MUHAMMADIYAH.ID, MALANG – Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menjadi saksi sejarah pembentukan Lembaga Bantuan Hukum Muhammadiyah (LBHM), Jumat (30/11). Rektor UMM, Fauzan, M.Pd., menyampaikan keinginannya agar pendirian LBHM bisa menjadi pelopor dalam pemartabatan bangsa di ranah penegakan hukum.
Saat ini, kata Fauzan, banyak terjadi malpraktik-malpraktik, baik itu di bidang hukum, sosial, politik, dan lainnya. Sebagai contoh, vonis Mahkamah Agung (MA) terhadap Baiq Nuril misalnya, adalah satu di antara malpraktik itu.
“Nah, pendirian LBHM ini harus jadi pelopor dalam upaya pemartabatan bangsa di bidang hukum,” kata Fauzan.
Oleh karena itu, ia berharap, apa yang dilahirkan dalam forum yang dikemas dalam Sarasehan Nasional ini memiliki ciri khas karena itu merupakan bagian dari etalase gerakan Muhammadiyah di masa mendatang. “Jangan sampai apa yang kita lahirkan di era milenial ini, tapi sepak terjangnya tidak bisa acceptable,” ungkapnya.
Fauzan mengingatkan, agar tidak menjadikan hukum sebagai satu-satunya cara untuk mengambil solusi dari sebuah permasalahan. “Penegakan hukum penting. Tapi banyak cara lain yang juga bisa kita lakukan,” tuturnya.
Sementara, Budayawan Emha Ainun Najib alias Cak Nun menyampaikan harapannya agar para pelaku bantuan hukum Muhammadiyah bisa mendasari dirinya dengan memperkaya wawasan, memperkuat mental, memastikan akidah dan memastikan bahwa Allah bersamanya.
Pasalnya, masyarakat bangsa ini sedang dikepung oleh Dajjal, yang mengaku paling syar’i dan lainnya. Padahal itu semua serba palsu.
“Jadi, sebelum mengamalkan surat Al Maun, para pelaku bantuan hukum harus mendasari dirinya dengan surat Al Quraisy agar lebih produktif,” katanya.
Secara simbolis, peresmian LBHM ini ditandai dengan pembubuhan tanda tangan oleh Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas, Ketua MHH PP Muhammadiyah Trisno Rahardjo, Rektor UMM Dr Fauzan, dan Budayawan Emha Ainun Najib (Cak Nun).
Dijelaskan Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Trisno Raharjo, bahwa Inisiasi LBHM sendiri sebenarnya telah dimulai sejak Rapat Kerja Nasional (Rakernas) MHH PP Muhammadiyah di Yogyakarta pada tahun 2015.
“Keinginan untuk mendirikan LBHM ini didasari atas fenomena pembangunan demokrasi di Indonesia, yang menunjukan masih ada masyarakat yang perlu dukungan dan sentuhan advokasi di bidang hukum,” katanya.
Menurut dia, selama ini, advokasi yang telah banyak dilakukan oleh Majelis-Lembaga Muhammadiyah baru sebatas pada ranah pemberdayaan an sich. Tapi, belum menyentuh advokasi di ranah hukum. Padahal, lanjut dia, advokasi juga perlu menyentuh dan mendapat dukungan dari profesional di bidang hukum.
“Saya berharap semua pihak di internal Persyarikatan bisa saling berkoordinasi dan bersinergi untuk melakukan kegiatan advokasi di bidang hukum. Sebab, kita butuh advokasi yang utamanya berkenaan dengan persoalan hukum, khususnya di internal Muhammadiyah,” tandasnya.
Selain Budayawan Emha Ainun Najib, turut hadir sebagai pembicara Akademisi Fakultas Hukum UII, Suparman Marzuki, Advokat dan Aktivis HAM, Bambang Widjojanto, Divisi Komunikasi dan Advokasi Amnesty Internasional Indonesia, Haeril Halim.
Sumber: (Humas UMM)