Kamis, 16 Januari 2025
Home/ Berita/ Posisi Muhammadiyah Pasca-Pilpres 2019

Posisi Muhammadiyah Pasca-Pilpres 2019

Oleh: Prof Syafiq A Mughni - Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Bangsa Indonesia, khususnya warga Muhammadiyah, saat ini sedang menghadapi uijan pasca-Pilpres 2019. Diakui atau tidak, Pilpres kali telah membelah masyarakat menjadi dua kubu yang saling berhadapan.

Ujian yang hampir sama pernah dialami oleh Muhammadiyah pada paruh pertama tahun 1960-an dalam soal Soekarno dan Masyumi. Juga pada paruh pertama tahun 1980-an dalam hubungannya dengan asas tunggal. Muhammadiyah dapat melaluinya tanpa friksi berkepanjangan.

Pertanyaannya, akankah perbedaan pilihan politik sekarang berdampak panjang? Hal itu sangat tergantung pada tingkat kedewasaan berdemokrasi elite Muhammadiyah di daerah, wilayah, dan pusat.

Tampaknya kita perlu belajar banyak memahami kerangka perjuangan dengan meletakkan posisi ideologi, politik, organisasi, strategi, dan taktik pada struktur berpikir yang tepat.

Taktik dilakukan untuk memenangkan sebuah strategi. Strategi dibangun untuk memenangkan sebuah organisasi. Organisasi dibangun untuk memenangkan cita-cita politik. Cita-cita politik dirumusksn untuk memenangkan sebuah ideologi.

Perbedaan taktik tidak boleh mengganggu strategi (politik praktis). Perbedaan strategi tidak boleh mengganggu organisasi (Muhammadiyah). Perbedaan orgasisasi tidak boleh mengganggu politik (politik nilai, politik kebangsaan). Dan, perbedaan politik tidak boleh mengganggu ideologi (masyarakat Islam yang sebenar-benarnya).

Taktik harus tunduk pada strategi (politik praktis). Strategi harus tunduk pada organisasi. Organisasi harus tunduk pada kepentingan politik (menjadikan Indonesia sebagai darul ahdi wa al-syahadah). Selanjutnya, politik harus tunduk pada kepentingan ideologi. Sebuah kerangka perjuangan yang rumit tapi saya pikir bermanfaat untuk kita.

Dalam konteks ini, pemimpin harus mengombinasikan dua peran. Pemimpin tidak sekadar representasi jamaah, tapi juga pencerah jamaah. Dalam memainkan dua peran itu, pemimpin tidak cukup hanya berbekal kebenaran tetapi juga memerlukan kearifan atau taktik dan strategi.

Kata Ali bin Abi Thalib RA, "Kebenaran tanpa strategi dan taktik (yang baik) akan dikalahkan oleh kebatilan dengan strategi dan taktik (yang baik)."

Baik juga untuk diingat bahwa dalam peperangan ada rumus yang menarik. Sebuah perang terdiri dari sejumlah pertempuran. Untuk memenangkan perang kita harus memenangkan pertempuran. Tetapi untuk memenangkan perang, kita tidak perlu memenangkan semua pertempuran. Bahkan kita boleh kalah dalam pertempuran tertentu tetapi memenangkan pertempuran yang lebih strategis.

Maknanya, kita bisa jadi kalah dalam pilpres (satu dari sekian banyak pertempuran), tetapi tetap menang dalam pertempuran-pertempuran lain seperti dakwah, pemberdayaan, filantropi, pengembangan amal usaha Muhammadiyah, dan lain-lain.

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *