MUHAMMADIYAH.ID, JAKARTA - Koordinator Perkumpulan Penggerak Pendidikan Interreligius (PaPPirus) Listya M. Hum menilai kurangnya koordinasi dinas pendidikan antar daerah dan bias informasi yang dilakukan oleh media massa membuat perdebatan mengenai kebijakan Zonasi mulai kehilangan arah dan esensinya.
"Kita punya hambatan di daerah karena idealnya dinas-dinas daerah tanggap tentang prinsip-prinsip pendidikan. Ini yang kurang sehingga masyarakat membaca Peraturan Pemerintah dengan sangat kaku dan melihat sistem ini sebagai masalah teknis ruang semata, tanpa melihat pada hal-hal yang penting.
Padahal membaca peraturan ini harus juga membaca itu tujuan besarnya termasuk mengurangi kesenjangan sosial," keluh Listya.
Listya menilai kebutuhan sistem Zonasi malah mendesak. Sebab berbicara mengenai pemajuan mutu pendidikan, tidak akan ideal jika hanya ada satu atau beberapa sekolah saja yang terus menerus berprestasi dan mendominasi. Sistem Zonasi pun tidak hanya menyasar pada siswa, tapi juga pada tenaga pengajar dan sarana pendidikan.
"Lebih baik sekarang diterapkan daripada terlambat. Banyak negara luar yang maju maupun yang berkembang sudah menerapkan sistem zonasi karena asasnya adalah keadilan, memastikan anak-anak di lingkungan tertentu bisa sekolah," ujar Sekretaris Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PP Muhammadiyah Alfa Amirachman dalam acara "Bincang Pendidikan: Menguji Relevansi Kebijakan Zonasi Sekolah", Jumat (28/6).
Dalam acara yang digelar di di Gedung PP Muhammadiyah Jakarta tersebut, Alfa menganggap wajar jika timbul pro kontra.
"Pro-kontra itu biasa karena satu kebijakan tidak mungkin bisa menyenangkan semua pihak. Kontranya mungkin karena ada anak yang nilainya tinggi tapi tidak bisa masuk sekolah favorit. Tapi itu kan bukan berarti dia tidak bisa berkembang," ujar Alfa.
"Yang jelas tujuan zonasi adalah pemerataan agar tidak melulu satu sekolah anaknya pintar-pintar semua. Gurunya pun jadi tidak ada tantangan. Prinsipnya bukan hanya sekedar persaingan tapi anak-anak juga harus terbiasa berkoloborasi dengan keberagaman temannya. Juga sekolah baik adalah yang aman dan dapat diakses warga di sekitarnya, apapun latarbelakangnya. Kebijakan ini sangat positif dilandasi oleh niat baik pemerataan dan keadilan, jadi harus kita kawal," imbuh Alfa.
Mendukung Alfa, Kepala Dinas Pendidikan Tangerang Selatan Taryono menyebut bahwa Permendikbud PPDB nomor 51 Tahun 2018 dan nomor 20 Tahun 2019 memiliki tujuan yang baik. Taryono pun mencontohkan wilayahnya telah menerapkan peraturan tersebut dengan sangat baik.
"Tentu implementasinya kami sesuaikan dengan kondisi riil di daerah. Ada 3 jalur PPDB yaitu jalur zonasi, jalur prestasi dan perpindahan ortu. Jalur zonasi kami petakan sesuai amanat Kemendikbud yaitu memperhatikan prestasi, ketidakmampuan ekonomi dan masalah disabilitas. Semua berlangsung lancar dan tidak ada masalah. Jika pun ada masalah hanya teknis pendaftaran yang tidak ada kaitannya dengan sistem zonasi seperti salah input, salah ketik saja," tutup Taryono. (Afandi)