MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA — Semangatnya perlu ditiru generasi muda saat ini, ialah H. Abdullah Tjan seorang ulama keturunan Tionghoa dari keluarga Tjan. Laki-laki kelahiran 14 Juni 1877 dengan nama lengkap Abdullah Tjan Hoatseng yang dengan gigih mensyiarkan dan mengembirakan masyarakat muslim di Tobelo, Halmahera Utara.
Bersenjatakan “balighu ‘anni walau’ayah”, Abdullah Tjan selalu tampil paling depan dalam menggembirakan dan medakwahkan agama Islam. Pasalnya, di Tobelo saat itu Masjid-masjid sepi pengunaannya masih hanya sebatas sebagai tempat ibadah formal dan “museum” saja. Padahal umat Islam memerlukan suatu yang lebih dari itu, karena berhadapan dengan kuatnya pengaruh Zending di sekitar mereka.
Sebelum pindah ke Tobelo, Ia merupakan ketua I Muhammadiyah di Galela, Halmahera Utara pada tahun 1928. Namun setelah melihat umat Islam di Tobelo di hinggapi kecemasan karena pengaruh tugas Zending, Ia memutuskan pindah dan berdakwah di sana. Masjid yang biasanya sepi ketika menyambut ibadah-ibadah pada bulan Ramadhan menjadi ramai. Kehadiran Abdullah Tjan mampu menjadi daya tarik bagi umat Islam untuk turut meramaikan dan mengembirakan masjid.
Abdullah Tjan menjadi Imam di Tobelo, sehingga sholat-sholat tarawih banyak diikuti orang. Sehingga malam-malam dibulan Ramadhan selalu hidup dengan syiar Islam.
Menyadari pentingnya pengorganisasian masyarakat yang terstruktur dan rapi, Ia beserta kawan-kawannya mengajukan izin untuk pendirian Muhammadiyah di Tobelo. Namun oleh pemerintah Hindia Belanda saat itu ditolak tanpa alasan yang jelas, padahal saat itu gedung tempat Sekolah Muhammadiyah sudah didirikan. Karena ditolak, mereka kemudian berinisiatif untuk membentuk perkumpulan yang diberi nama Persatuan Islam Tobelo (PERSIT).
Pelarangan yang dilakukan oleh Pemerintah Hindia Belanda saat itu kemudian dilaporkannya kepada Pengurus Besar (PB) Muhammadiyah, dan disarankan untuk tetap membentuk kepengurusan baru diumukan dan dilaporkan. Jika nanti ada persoalan yang datang dari Pemerintah saat itu, PB Muhammadiyah yang akan menanganinnya langsung.
Kemudian pada tahun 1930, Ia beserta kawan-kawannya berhasil membentuk Pengurus Muhammadiyah Tobelo. Dengan susunan A. Gani Datuk Bendaharo Alam (Ketua), (Sekretaris) Moh. Thayib Siri, sementara Abdullah Tjan menjabat sebagai ketua II.
Keberadaan dan pengaruh Zending di Halmahera Utara sejak 18 agustus 1865, yang dimulai oleh H Van Dijken di ternyata masih kuat. Umat Islam masih ‘kocar-kacir’ dalam membendung aksi Zending, akhirnya Abdullah Tjan Imam Permusyawaratan Onderafdeling Tobelo (IPOT) bersama Mohammad Amal (Imam Galela), Humar Djama (Imam Morotai) dan Amly Sidik (Imam Kao) pada tahun 1938.
Selain mendapat perlawanan dari eksternal umat Islam, dakwah yang dilakukan oleh Abdullah Tjan juga memiliki rintangan dari internal umat Islam sendiri. Hal itu disebabkan karena kecemburuan, karena Sultan Ternate lebih menyukai gerakan yang dilakukan oleh Abdullah Tjan dari pada Hakim Syara’ di Ternate. Sultan Ternate lebih menyukai Abdullah Tjan karena dalam menyelesaikan persoalan lebih rapi dan prestasi yang membanggakan lainnya adalah karena Abdullah Tjan merupakan seorang ahli debat dan cerdas. Sehingga para Zending tidak banyak berkutik ketika menghadapinya. (a’n)