MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA — Agama Islam diturunkan melalui Rasul yang diutus-Nya untuk menyampaikan wahyu yang berupa firman Allah SWT, melalui penjelasan Rasul-rasul-Nya, diibaratkan sebagai “Tali Allah” yang menghubungkannya dengan mahluk untuk membimbing kepada jalan yang Al-Hak. “Tali Allah” menjadi kebutuhan utama manusia dalam usaha menemukan pola dan jalan hidup yang benar.
Prof Yunahar Ilyas mengatakan, hadirnya agama Islam merupakan solusi atas segala persoalan yang dihadapi umat manusia. Akan tetapi terkadang yang terjadi malah sebaliknya, Islam terkesan dijadikan sebagai alasan untuk melakukan perusakan. Maka diperlukan cara yang benar dan tepat untuk memahami Islam sebagai agama solutif, sehingga pesan utama hadirnya Islam bisa tersampaikan.
Risalah Allah yang pada dasarnya menggariskan pola dan jalan hidup dan kehidupan yang harus dilaksanakan oleh manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi, juga dinamakan sebagai Al Manhaj Al Ilahy, karena didalamnya terkandung juga manhaj (program dasar) yang digariskan Allah. Al Manhaj Al Ilahy juga menerangkan dasar kepemimpinan yang telah dilaksanakan oleh Rasulullah.
Munculnya konsep ini disebabkan karena kelemahan manusia dalam mengakses kebenaran yang hakiki mengenai suatu hal. Sehingga melalui rahmat dan kasih sayang-Nya, Allah megaruniakan Risalah dan Manhaj-Nya. Risalah Allah dan Al Manhaj Al Ilahy harus difahami dengan setepat-tepatnya, serta dihayati dan diamalkan dengan sebenar-benarnya. Agar manusia dapat mencapai keseimbangan.
Cita-cita dari konsep ini adalah untuk menciptakan masyarakat yang beradab, adil dan makmur-sejahtera, bahagia dan utama dalam seluruh aspek hidup dan kehidupan termasuk dalam konsep baldatun toyyibatun wa rabbun ghafur. Risalah Allah dan Al Manhaj Al Ilahy berangkat dan bertitik tolak serta bertujuan untuk berubudiyah kepada Allah SWT dengan benar-benar ikhlas dan jauh dari kata kemusyrikan.
Secara sederhana, konsep tersebut diturunkan menjadi kerangka dan sistematika ajaran yang memberi petunjuk manusia untuk mengenal Tuhan-nya. Sistematika tersebut disebut sebagai iman, iman ialah i’tiqad/keyakinan yang mantap berupa aqidah Tauhid dalam seluruh aspeknya terhadap Allah secara tepat. Sistematika kedua berupa ajaran yag memberi petunjuk manusia tentang hidup dan kehidupan yang benar.
Maksudnya adalah untuk membentuk pola dan jalan hidup serta kehidupan yang sesuai dengan yang dikehendaki/diridhoi Allah SWT, sebagai suatu bentuk hidup dan kehidupan yang menjamin terwujudnya tata hidup dan kehidupan masyarakat yang dicita-citakan agama Islam. Islam dalam sistematika ini terdiri atas dua pokok, yakni sebagai pengarahan hidup dan pedoman pelaksanaannya yang berupa peraturan dan ketentuan.
Manusia sebagai mahluk Tuhan yang memiliki dua dimensi, pribadi dan sifat hidup-kehidupan. Dalam dimensi pribadi manusia meliputi unsur jasmani, rohani dan ditopang oleh anugerah khusus berupa akal-pikiran. Sementara unsur sifat hidup-kehidupan ialah mengenai hubungan diri pribadinya dengan masyarakat.
Al Manhaj Al Ilahy jika diterapkan terhadap jasmani manusia akan menciptakan aturan untuk menjaga dan memelihara jasmani sesuai dengan ilmu pengetahuan. Menjaga lingkungan, mengatur waktu bekerja dan istirahat, menjaga kebersihan dan lain-lain. Sementara jika diterapkan terhadap akal dan pikiran, maka akan menggerakkan manusia untuk menjaga dan memelihara akal agar jangan sampai berkurang dan kehilangan fungsinya.
Dalam melaksanakan petunjuk penjagaan akal-fikiran bisa melalui aturan yang telah ada di syari’at maupun aturan yang berdasarkan hasil penyelidikan/penelitian/riset ilmu pengetahuan. Diantaranya adalah melatih manusia untuk berfikir secara logis dan rasional, dan tidak melakukan sesuatu yang dapat melemahkan/megurangi akal-pikiran, seperti mengkonsumsi barang haram.
Koridor yang ditetapkan melalui konsep Al Manhaj Al Ilahy dalam tujuan besarnya adalah untuk membina masyarakat yang beradab, adil dan makmur. Yaitu sebuah tatanan masyarakat yang salin terintegratsi, yang bukan hanya mengatur hubungan antar manusia dengan manusia, tapi juga dengan alam dan Tuhan.
Manusia dalam menjalin relasi atau hubungan dengan alam dan seluruh kekayaan yang tersebar didalamnya harus berlandasakan pada pemahaman bahwa, seluruh kekayaan yang terkandung didalamnya adalah hak mutlak milik Allah. Maka selain mengolah dan menguasainya, manusia berkewajiban untuk menjaga dan memelihara kelestariannya.
Serta, dalam pengelolaanya harus berazaz pada keadilan, serta mengedepankan sikap efektif dan menghindari dari perbuatan pemubadziran/pemborosan. Karena atas semua yang dilakukannya, manusia akan diminta pertanggungjawaban.
Sumber; M. Djindar Tamimy, Pokok-pokok Pengertian Tentang Agama Islam, PP Muhammadiyah; Yogyakarta, 1978