Kamis, 16 Januari 2025
Home/ Berita/ Tiga Alasan Muhammadiyah Harus Melakukan Fresh Ijtihad

Tiga Alasan Muhammadiyah Harus Melakukan Fresh Ijtihad

MUHAMMADIYAH.ID, MALANG - Amin Abdullah menjadi salah satu pemateri dalam acara Kolokium Nasional Interdisipliner Cendekiawan Muda Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Malang pada Jumat (6/3) sore. Menurut Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga ini Muhammadiyah abad kedua harus melakukan fresh ijtihad jika ingin tetap dalam jalur yang berkemajuan.

“Ada tiga alasan mengapa Muhammadiyah harus melakukan fresh ijtihad. Yang pertama, pemikiran-pemikiran keagamaan sekarang ini gerakannya bukan revolutif, malah involutif. Supaya umat Islam tidak jatuh menjadi umat yang involutif, maka harus banyak membaca berbagai literatur, jangan hanya bahasa Indonesia thok,” tutur Amin.

Perkembangan involutif ditandai oleh wacana tafsir yang mengebiri jargon al-Islam shalih li kull zaman wa makan.Implikasikasinya, pemahaman terhadap Islam menjadi sangat legal-formal dan rigid. Amin menjelaskan bahwa gerakan Islam sekarang sedikit terjebak menjadi umat yang renik dan produktivitas keilmuan hanya bersifat repetitif atau pengulang-ulangan tanpa menciptakan gagasan baru.

“Alasan kedua kenapa harus melakukan fresh ijtihad karena adanya stagnasi metodologi di seluruh umat Islam di dunia. Jadi sebenarnya fresh ijtihad itu adalah tawaran metodologi yang baru.  Al-Azhar itu baru sekarang mengadakan al-tajdid fil fikr al-islami, padahal Muhammadiyah sudah seratus tahun yang lalu, itu ijtihad yang sama sekali tidak fresh,” jelas Amin.

Solusi mengatasi masalah involutisme dan stagnasi metodologi keilmuan dalam Islam, maka harus menghadirkan apa yang Amin sebut sebagai takamul al-‘ulum atau adanya integrasi-interkoneksi keilmuan. Dengan kata lain, Amin mengajak pada cendekiawan muda Muhammadiyah agar membaca teks al-Quran maupun al-Sunah tidak cukup dipahami dengan pendekatan linguistik-semantik semata, tetapi mesti dengan interdisipliner keilmuan.

“Al-Azhar baru-baru ini mengajak pada tajdid pemikiran, namun mereka tetap mempertahankan konsep pembacaan teks dengan qath’i dan dzanni. Itu sesuatu yang bila umat berkutat di sana hanya akan menimbulkan involusi dan stagnasi. Yang diperlukan umat itu takamul al-‘ulum atau interdisipliner keilmuan dalam memahami Islam,” terang Amin.

Dalam acara kolokium nasional itu, Amin berpesan agar anak-anak muda Muhammadiyah melek berbagai literatur secara detail, cermat dan kritis. Di samping itu, harus juga memiliki kemampuan multi bahasa. (ilham)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *