MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA – Selain membawa dampak ekonomi, sosial, politik, pandemi Covid-19 yang kini menyebar di seluruh dunia juga membawa dampak terhadap kejiwaan, spiritualitas dan sistem ekonomi.
Fenomena tersebut bagi Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir di sisi lain membuka peluang lebih besar bagi Muhammadiyah untuk mengembangkan gagasannya lebih luas di dunia internasional.
“Era pencerahan Barat telah memberi corak pada peradaban modern saat ini, tetapi trauma terhadap agama sehingga lahirlah sikap anti dan tidak ramah terhadapnya. Lahir spiritualitas tanpa agama. Islam harusnya hadir dengan teologi profetik yang inklusif,” jelasnya dalam Tabligh Akbar Menyambut Ramadan 1441 H PCIM dan PCIA Dunia yang bertemakan “Reorientasi Kemanusiaan Semesta” dan dilangsungkan secara webinar, Rabu (22/4).
“Apa yang perlu kita reorientasi? jangan-jangan sistem kapitalisme yang jadi basis mewarnai tatanan dominan dunia ini perlu kita koreksi,” ujar Haedar memantik diskusi dengan perwakilan PCIM dan PCIA dari seluruh dunia tentang modernitas yang kering dari nilai ruhaniyah teologis.
Karena itu, Haedar berpesan agar da’i dan pegiat Muhammadiyah memahami ciri kerangka berpikir pencerahan Muhammadiyah yang memadukan antara Bayani (dalil), Burhani (sains empirik), dan ‘Irfani (hikmah) dalam melihat dan menghadapi kehidupan sebagaimana telah dicontohkan oleh Kiai Ahmad Dahlan.
“Tetapi kalau orang Muhammadiyah levelnya Bayani saja tanpa pemahaman menyeluruh akan ketinggalan zaman, tidak sampai pada Islam yang rahmatan lil ‘alamin. Kita punya teologi Al-Ma’un, Islam yang tajdid. Ini nilai Unitarian yg semesta,” terang Haedar.
“Pertama, Muhammadiyah menghadirkan Islam yang kosmopolit, kedua Islam yang mampu berdialog dengan seluruh peradaban agama dan golongan bangsa, ketiga membawa praksis pencerahan melalui program yang nyata. Sebab peradaban dibangun di atas kenyataan. Nilai kemanusiaan tidak mungkin hidup jika kita minus ‘Irfani, yaitu nilai Ihsan. Pola pikir kosmologis itu perlu hidup. Bagaimana bisa jika elit dan kader Muhammadiyah tertutup, serba memusuhi setiap orang, tidak mungkin membawa rahmatan lil ‘alamin,” imbuhnya.
Dengan konstruksi tiga aspek sebagai ciri Islam Berkemajuan Muhammadiyah tersebut Haedar percaya Muhammadiyah dapat berbicara banyak dan sesuai dalam berbagai kemajuan zaman.
“Terakhir saya selain berharap, percaya bahwa Muhammadiyah masa depan salah satu pilar pentingnya adalah PCIM. Semuanya menjadi aktor dakwah. Dengan berbagai latar belakang keilmuan, anda harus belajar apa saja baik agama sampai pengalaman budaya. Tumbuhkan rasa sayang dan kebersamaan. Harus senang jika ada kawan maju dan menderita jika kawan mendapat masalah,” nasihat Haedar. (afn)