Kamis, 16 Januari 2025
Home/ Berita/ Pentingnya Menghadirkan Tuhan di Tengah Krisis

Pentingnya Menghadirkan Tuhan di Tengah Krisis

MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA - Ketika negara-negara kaya kewalahan membendung arus Covid-19, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir mengungkapkan bahwa pentingnya melakukan reorientasi terutama terhadap sistem kapitalisme yang menjadi basis dominan dalam tatanan dunia saat ini. Haedar mengatakan bahwa sistem ini perlu dikoreksi dengan menghadirkan dimensi ilahiyah sebagai konstruksi baru.

“Nilai-nilai ketuhanan yang rahmatan lil alamin bisa menjadi dasar epistemologi yang menyatu dengan ilmu pengetahuan. Kita tahu bahwa tatanan ilmu pengetahuan sekarang berasal dari era paska pencerahan di Barat dan kita tahu dengan kelebihannya seperti kemajuan sains dan humanisme telah memberi corak baru pada peradaban mereka. Tapi ada sesuatu yang hilang, Barat memiliki pengalaman traumatik terhadap agama pada abad pertengahan yang kemudian memicu lahirnya ateisme, agnotisme, dan sekularisme yang sama sekali tidak ramah terhadap dimensi ilahiyah. Kalau suatu saat mereka krisis lalu ingin kembali pada spiritualitas tetapi spiritualitas tanpa agama,” terang Haedar dalam Tabligh Akbar Menyambut Ramadan 1441 H PCIM dan PCIA Dunia yang bertemakan “Reorientasi Kemanusiaan Semesta” yang dilangsungkan secara webinar pada Rabu (22/4).

Haedar menegaskan bahwa Islam di tengah seperti ini mestinya hadir untuk menawarkan teologi yang solutif dan inklusif. Namun Haedar juga mengingatkan agar jangan sampai meniru konstruksi cara pikir agama pada abad pertengahan sebagai cara pandangan menghadapi realitas modern saat ini. Sekularisme yang merupakan produk otentik peradaban Barat paska pencerahan telah menghilangkan aspek spiritual sehingga Islam memiliki momentum untuk mengisi kekosongan tersebut.

“Ketika sistem modern saat ini sedang krisis lalu tiba-tiba kita melompat lagi menawarkan Islam yang ingin kembali, yang sesungguhnya artifisial sekali seperti cara minum, cara berpakaian, atau hal-hal yang kecil dan yang secara politik, Islamisme yang hadir pada abad ke-7 masehi. Intinya jangan tiru agama abad tengah yang ada di Barat karena sudah didekonstruksi oleh sistem pencerahan,” tutur Haedar.

Muhammadiyah sebagai basis massa Islam terbesar di dunia, kata Haedar, penting untuk menjadi pioneer yang melakukan reorientasi terhadap sistme-sistem yang ada. Peradaban Barat yang sarat dengan positivistime memberi dampak pada hasrat manusia yang lebih mementingkan kemajuan teknologi dan rasionalisasi. Akibatnya, muncul segregasi kepemilikan sumber daya alam yang harus dibayar mahal dengan ketimpangan ekologi.Bagi Haedar, apa yang ada dalam Manhaj Tarjih seperti pendekatan bayani, burhani, dan irfani harus menjadi keniscayaan sebagai konstruksi pemikiran keislaman untuk ditawarkan menghadapi dunia yang krisis ini.

“Trilogi pendekatan bayani, burhani, dan irfani akan adaptif, kompatibel, dinamis, dan mampu berdialog dengan modernisme abad ke-21.Tetapi kalau misalkan kader Muhammadiyah menawarkan Islam dengan sistem yang lain, justru tidak akan menjadi solusi yang menawarkan rahmatan lil alamin,” jelasnya.

Di saat krisis dari berbagai dimensi yang saat ini dirasakan di seluruh dunia, solusi paling nyata memang harus menghadirkan Tuhan dalam realitas kehidupan. Menurut Haedar, selama berabad-abad Tuhan dinegasikan terutama oleh orang-orang sekularis, dan kaum humanisme-sekular. Tapi, lagi-lagi, Tuhan yang kita hadirkan dalam konteks pemikiran kosmlogoi keagamaan, adalah konsep Tuhan yang kasih dan penyayang, dan menjadi solusi. Karena itu, penting untuk menekankan trilogi pendekatan bayani, burhani, dan irfani dalam sistem berpikir warga Muhammadiyah umumnya umat Islam. (ilham)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *