Kamis, 16 Januari 2025
Home/ Berita/ Merawat Api Pencerahan Muhammadiyah

Merawat Api Pencerahan Muhammadiyah

MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA – Dalam mengembangkan gagasan Pencerahan Muhammadiyah, warga Muhammadiyah, khususnya pimpinan di semua tingkatan harus memahami posisinya sebagai teladan dalam pengamalan gagasan tersebut.
 
“Para pimpinan harus menjadi pelopor paling depan, teladan yang kokoh dan berkemajuan. Jika mereka tertinggal maka tidak bisa menjadi rujukan. Setiap personal warga Muhammadiyah harus mau membaca pemikiran Muhammadiyah, Alquran, Hadis, khazanah Islam dan kontemporer. Dengan ikhtiar itu maka Muhammadiyah bisa merawat api pencerahan,” pesan Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir, Jumat (24/4).
 
Dalam program Televisi Muhammadiyah (TvMu) “Ramadan di Rumah Saja” bertema “Islam Agama Pencerahan”, Haedar juga berpesan bahwa gagasan Pencerahan Muhammadiyah dimulai dari kesadaran diri untuk mempelajari berbagai sumber pemikiran Muhammadiyah dan mengamalkannya.
 
“Muhammadiyah itu sejak awal punya etos pergerakan sekaligus etos kemajuan yang luar biasa. Kiai dahlan dalam 17 falsafah dan 17 prinsip-prinsip Ayat Alquran yang ditulis ulang oleh Kiai Hadjid penuh pemikiran berkemajuan. Ketika bicara kebenaran, orang Islam tidak perlu takut dialog dengan agama lain. Percaya diri begitu rupa,” ungkapnya.
 
“Kita punya seperangkat pemikiran Muhammadiyah yang kaya. 1938 lahir 12 Langkah Muhammadiyah, 1946 lahir Mukadimah Anggaran Dasar, 1962 lahir Konsep Kepribadian, 1969 lahir Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup, 1971 lahir Khittah, 1980 lahir Pedoman Hidup Islami, 2000 Pedoman Hidup Islami, 2010 Pemikiran Muhammadiyah Abad Kedua, 2015 lahir konsep Darul Ahdi wal Syahadah, di Bengkulu kemarin ada Risalah Pencerahan, maka ini semua harus menjadi guidance (buku petunjuk),” rinci Haedar. 
 
Haedar berharap para pegiat dakwah Muhammadiyah memahami gagasan Pencerahan dan bukan malah membawa pemikiran lain yang berbeda dari Muhammadiyah karena malas membaca.
 
“Jangan sampai tidak membaca dan merujuk (sumber-sumber di atas) malah berpikiran berbeda dengan Muhammadiyah yang itu tidak maju dan tidak mencerahkan sehingga marwah kita dipertaruhkan. Kiai dahlan dulu pelopor, banyak ditentang kiai tradisional, akhirnya mereka maju juga. Jangan sekarang gagap terhadap pemikiran dari luar karena tidak membaca. intinya berjamaah di Muhammadiyah itu jangan bawa diri sendiri, tapi harus membawa pemikiran dan platform yang ada di Muhammadiyah. Ini akan kokoh di dalam dan Islam akan memancar sebagai Dinut Tanwir,” pungkas Haedar. (afn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *