Yogyakarta- Mahasiswa dan unsur golongan kritis yang selama ini menggawangi reformasi di awal, telah lelah dan tenggelam dalam isu-isu rutinitas di dalam kampus, hal tersebut menjadikan gerakan melawan kebijakan yang tidak memihak rakyat menjadi lemah.
Demikian diungkapkan ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir dalam konferensi pers yang dilaksanakan di gedung PP Muhammadiyah, jl. Cik Di Tiro No.23 Yogyakarta, Rabu (18/05/2011). Menanggapi pertanyaan wartawan mengenai peran mahasiswa yang mandeg, Haedar Nahir mengungkapkan, rutinitas mahasiswa dan juga berbagai persoalan di kampus, menjadikan mahasiswa menjadi tenggelam dalam isu lokal. Disamping isu kampus, menurut Haedar, banyaknya isu-isu yang diangkat ke publik seperti terosrisme, NII, dan yang lainnya, menjadikan isu mengenai kebijakan yang tidak berpihak ke rakyat juga ikut tenggelam.
Kembalikan DPR Pada Rel
Haedar Nashir menjelaskan, selama ini Muhammadiyah selalu memandang jalur formal sebagai hal yang tidak bisa ditinggalkan, untuk itu peran wakil rakyat harus diperkuat untuk mendukung kebijakan yang pro terhadap rakyat miskin. “Kita (ormas, civitas kampus, pers) harus mendorong kekuatan pilar negara, termasuk mengembalikan DPR dan partai kembali pada rel nya, dan bukan malah menjadi beban rakyat,” tegasnya. Lebih lanjut menurut Haedar, legislatif dan eksekutif seperti hanya salaing lempar tanggung jawab mengenai kebijakan untuk mensejahterakan rakyat, “Pemerintah selau beralasan bahwa kebijakan selalu mentah di legislatif, dan legislatif selalu mengatakan bahwa tingkat kebijakan ada di tangan pemerintah, dan yang menjadi korban adalah rakyat,” jelasnya.