Jum'at, 20 September 2024
Home/ Berita/ The New Normal adalah Kembali ke Fitrah Kemanusiaan

The New Normal adalah Kembali ke Fitrah Kemanusiaan

MUHAMMADIYAH.ID, BANDUNG - “Kita sekarang disebut-sebut akan menghadapi apa yang disebut dengan The New Normal. Sebuah istilah yang ngepop sekarang, yang sebenarnya bagi kita umat Islam dan warga Muhammadiyah, memiliki peluang untuk bisa memaknai The New Normal yang sesuai dengan nilai-nilai Muhammadiyah dan Islam,” ujar Din Syamsuddin dalam acara Silaturahim Bada Idul Fitri 1441 H Keluarga Besar Universitas Muhammadiyah Bandung pada Rabu (10/6).

Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini mengatakan bahwa New Normal merupakan istilah umum yang digagas oleh sejumlah ekonom dan pengusaha di seputar krisis keuangan global yang membawa resesi global pada tahun 2008 dan 2012. Din memahami bahwa mereka yang mengajukan New Normal dalam pengertian yang normatif, yaitu kembali ke masa sebelum krisis. Karena krisis keuangan ketika resesi global tersebut telah meluluhlantahkan kegiatan ekonomi dan perdagangan.

Sekarang pun dengan Pandemi Covid-19, ekonomi dan perdagangan global juga stagnan termasuk perdagangan domestik kita di Indonesia. Maka ada pihak yang menginginkan New Normal, tidak lain kembali ke keadaan semula sebelum krisis, yang diakibatkan Pandemi Covid-19 ini,” kata Din.

Namun bagi Din, sebagai seorang Muslim, The New Normal harus lebih baik dari masa sebelum krisis itu sendiri. Proses muhasabah tidak hanya mengambil hikmah dari belakang tapi juga menyongsong masa depan yang lebih baik. Ajang refleksi diri ini bagi Din harus menjadi momentum agar umat Islam kembali ke fitrah kemanusiaan.

The New Normal dalam kaitannya dengan Idul Fitri ini sejatinya adalah kembali ke fitrah kemanusiaan yang hakiki. Nah, fitrah kemanusiaan kita pahami adalah segenap atau seluruh potensi insani yang ada dalam diri manusia yang berasal dari Sang Pencipta, yaitu kesucian dan kekuatan,” terang Din.

Din menerangkan bahwa fitrah kemanusiaan memiliki dimensi ganda, yaitu kesucian dan kekuatan. Jika keduanya dikembangkan secara simultan maka akan melahirkan insan fitri, yaitu manusia dengan kepribadian suci dan kuat. Inilah kepribadian orang-orang yang bertakwa yang merupakan tujuan ibadah-ibadah Ramadan.

Dimensi kedua dari fitrah itu adalah kekuatan atau potensi, yaitu berupa daya kekuatan insani yang langsung dari Sang Pencipta yang pararel dengan sifat-sifat nama kebaikan Allah SWT yang kita kenal dengan asmaul husna. Maka jika fitrah kemanusiaan ini kita kembangkan, lahirlah manusia kuat, manusia hebat. Karena itu, saya memahami, The New Normal adalah back to normal, back to fitrah kemanusiaan,” jelas Din.

Bagi umat Islam, kata Din, perlu menyadari bahwa saat ini banyak manusia tanpa kemanusiaan. Bahkan tidak sedikit manusia yang tergelincir ke titik nadir kemanusiaannya. Din menilai bahwa manusia yang kehilangan kemanusiaannya merupakan contoh paling ideal yang termaktub dalam QS. At-Tin ayat 6, yaitu asfala safilin, tempat yang serendah-rendahnya.

Bagi kita kaum beriman, tidak hanya berada di bawah garis batas kenormalan manusia, apalagi terjatuh ke bawah, tapi harus naik ke atas ke yang lebih tinggi dan lebih tinggi. Titik dasar The New Normal adalah kembali ke titik dasar kemanusiaan yang berdimensi ganda: suci dan kuat, maka akan lahir manusia hebat. Itulah insan kamil, itulah insan yang bertakwa,” tutur Din.

Selanjutnya Din menyampaikan pesan agar umat Islam mengamalkan fitrah kemanusiaan itu dalam gerak-gerak yang berkemajuan dan terus menerus. Tidak menjadikan gerak sejarah sebagai proses linear apalagi landai, tapi proses yang bergerak dan berorientasi ke depan.

Kita harus menyongsong dan mengisi The New Normal yang tiada lain kembali ke fitrah kemanusiaan, adalah dengan menampilkan satu kehidupan yang baik dan terbaik. Bahasa al-Qurannya dalam QS An-Nahl ayat 97, hayatan thayyibah: kehidupan yang baik,” terang Din. (ilham)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *