Jum'at, 20 September 2024
Home/ Berita/ Merawat Ukhuwah di Tengah Wabah

Merawat Ukhuwah di Tengah Wabah

MUHAMMADIYAH.ID, MALANG – Umat Islam memiliki landasan dalil yang kuat tentang ukhuwah. Meskipun begitu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menilai umat Islam selalu jatuh bangun untuk mewujudkannya.

“Ukhuwah itu diuji di saat kritis, bisakah kita berukhuwah? Di Alquran selalu ada anjuran bersatu sekaligus tidak berpecah belah. Itu tidak mudah. Di level teologis-normatif kita kaya, tapi dalam realitas sosiologis-historis kita perlu belajar ukhuwah yang otentik, ketulusan di saat berbeda, dan ketulusan berkorban pada saat dibutuhkan,” ungkap Haedar, Kamis (11/6).

Dalam Webinar Nasional UIN Maulana Malik Ibrahim Malang Haedar selain menganggap bahwa perbedaan adalah hal yang wajar, menurutnya tetap dibutuhkan kedewasaan untuk merawatnya agar tidak terjerumus dalam perpecahan.

Menurut Haedar, ada tiga hal yang seringkali menjadi ujian bagi ukhuwah umat Islam Indonesia yaitu kekuasaan, paham politik keagamaan, dan faktor luar yang tidak terlihat dan sengaja membenturkan umat Islam.

“Kita mudah beretorika soal ukhuwah tetapi ketika berhubungan dengan kue kekuasaan, kita lupa lagi siapa saudara kita. Apa yang sudah di tangan susah lepas. Maka pandai-pandailah saat kita punya kekuasaan dan berebut karena di situ ujian ukhuwah kita,” pesannya.

Sambung Haedar, ujian kedua bagi ukhuwah berkaitan dengan paham keagamaan yang berkaitan dengan politik keagamaan. Kelompok yang kecil memiliki militansi besar, sedangkan kelompok yang besar cenderung punya ego dan fanatisme yang tinggi. Umat Islam harus belajar untuk menekan ego dan membiasakan diri berdialog.

Untuk menghadapi ujian ukhuwah ketiga yaitu permainan pihak di luar umat yang tidak terlihat bagi Haedar membutuhkan kejelian dan kewaspadaan umat. Termasuk dalam konteks kebangsaan adalah kritis terhadap isu-isu besar yang menyangkut hajat orang banyak seperti RUU Omnibus Law hingga RUU Halauan Ideologi Pancasila.

“Bisakah sesama umat Islam menentukan satu titik pandang yang sama tanpa masuk dalam urusan kepentingan. Ini ujian ukhuwah. Sikap ketulusan yang otentik dibutuhkan. Perlu kemurnian dan kebersihan hati. Dengan ikhlas, kita tidak pernah merasa kehilangan apapun sehingga ukhuwah akan terwujud. Apa pentingnya kekuasaan jika diperoleh di atas retaknya hati umat. Berkah hilang. Harus ada yang berani kita korbankan untuk kepentingan orang lain,” ungkapnya.

“Kritik harus lugas, elegan, argumentatif bukan karena suka-tidak suka dan jangan membeo terus, kita harus meluruskan juga jika ada arah (kebijakan) yang tidak pas karena umat Islam memberi saham terbesar untuk negeri ini. Bagaimana mewujudkan sila ke-3, para elit politik kita ajak mewujudkan persatuan dengan tindakan, bukan dengan retorika dan simbol. Di saat seperti ini persatuan diuji,” imbuhnya.

Terakhir, dalam masa pandemi Haedar berpesan agar umat Islam mewujudkan Islam Rahmatan lil ‘Alamin dengan cara memberi solusi, minimal patuh pada protokol kesehatan, bukan malah menjadi beban dengan melanggarnya. (afn)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *