Jum'at, 20 September 2024
Home/ Berita/ Peran Muhammadiyah sebagai Pencari Solusi

Peran Muhammadiyah sebagai Pencari Solusi

MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA –  Bencana kebakaran yang hampir menjadi rutinitas bencana di Indonesia mendapat perhatian serius oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Data Badan Restorasi Gambut (BRD) menyebutkan ditahun 2019 luas lahan gambut mencapai 86 ribu hectare, luas itu sekitar 26 persen dari total lahan yang terbakar yakni 328.724 hektare.

Melihat kondisi ini Abdul Mu’ti, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah cukup prihatin, pasalnya bencana kebakaran ini menjadi bencana rutinitas tahunan di Indonesia yang tidak terselesaikan permasalahannya.

“Kalau kita kaitkan dengan berbagai aspek memang tidak sederhana bahkan menjadi masalah yang sangat kompleks mulai dari masalah ekonomi, sosial bahkan mungkin sebagian ada dari aspek politiknya. Tapi Muhammadiyah melihat pada beberapa aspek yang berkaitan dengan agama,” kata Mu’ti dalam Dialog Webinar yang berlangsung pada Kamis (11/8).

Pada dialog yang bertemakan ‘Pencegahan dan Kesiap-siagaan Timbulnya Bencana Linkungan di Lahat Gambut’ ini Mu’ti menegaskan, bahwa Muhammadiyah memandang persoalan kebakaran atau ada yang mengatakan pembakaran memang bagian dari bencana yang kita sebut sebagai Man-Made Disaster (bencana alam akibat ulah manusia).

“Kalau melihat dari sudut pandang teologi Al-Qur’an menyebut, zhaharal fasadu fil barri wal bahri bima kasabat aidin nass (Ar-Rum ayat 41). Jadi, nampak sekali ada kerusakan dimuka bumi  (daratan dan lautan) sebagian besarnya adalah karena perbuatan manusia,” kata Mu’ti.

Mu’ti menerangkan dalam memandang perbuatan manusia disitu digunakan kasabat (berbuat), sehingga penyebutannya punya makna kinayah dan sharih. Ada yang menafsirkan misalnya Qurthubi itu menafsirkan kerusakan di daratan itu adalah kerusakan lisan manusia dan kerusakan  di lautan itu kerusakan hati manusia.

“Jadi ada apsek yang berkaitan dengan aspek perilaku manusia dan perilaku manusia sebagian muncul karena hal-hal yang ada dalam hati manusia, misalnya rakus atau persoalan lain yang berkaitan dengan keinginan manusia yang terlalu berlebihan,” kata Mu’ti.

Terlepas dari itu semuanya itu, kata Mu’ti persoalankan kebakaran lahan gambut selain berbicara apsek yang berhubungan dengan mitigasi dan berbagai kebijakan ada yang memang berkaitan langsung dengan perilaku manusia.

“Di sinilah peran agama juga tidak dapat dipisahkan. Karena itu Muhammadiyah misalnya sejak tahun 2016 sudah ada MoU PP Muhammadiyah dengan Kementrian Lingungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yaitu melakukan upaya-upaya edukasi kepada masyarakat dengan pendekatan agama melalui para mubaligh Muhammadiyah,” kata Mu’ti.

Lebih jauh Mu’ti menerangkan, Muhammadiyah telah memiliki Mubaligh Kehutanan  yang keberadaannya memberikan edukasi kepada masyarakat bagaimana agama melestarikan lingkungan dan mengajarkan tentang tanggung jawab manusia sebagai khalifatullah di muka bumi ini untuk melestarikan semesta dan menjelaskan juga bagaimana akibat manusia ketika merusak alam semesta.

Muhammadiyah kata Mu’ti, melalui MDMC telah melakukan berbagai aksi kemanusiaan kaitanya dalam bencana kebakaran. Misalnya mendirikan rumah oksigen, mebantu memadamkan api dan menyediakan masker bagi warga yang terdampak asap kebakaran.

“Muhammadiyah tidak berhenti hanya menyalahkan pihak lain ketika ada bencana kemudian tidak ada solusi. tetapi  ciri Muhammadiyah dari dulu begitu ada masalah berusaha menyelesaikan dengan segala kemampuan yang dimiliki termasuk peranan MDMC dan MPM yang berupaya melakukan langkah-langkah pendampingan kepada petani yang terdampak dalam kebakaran,” kata Mu’ti.

Sebagai organisasi ke-Islaman, kata Mu’ti Muhammadiyah selama ini berusaha untuk melihat bencana dari sudut pandang dan pendekatan religius khususnya ke-Islaman. Meningat pentingnya persoalan mitigasi bencana ini PP Muhammadiyah telah menerbitkan buku ‘Fiqih Kebencanaan’ yang itu sebagai bagian upaya Muhammadiyah memahami berbagai bencana.

“Buku itu berisikan bagaimana melihat bencana dari sudut pandang agama Islam,  termasuk didalamnya tentu bagaimana membangun mindset (pola pikir) atau word view dari masyarakat mengenai alam kemudian membangun kesadaran lewat perilaku mereka dengan berbagai gerakan berbasis pendidikan dan pemberdayaan termasuk migitasi,” kata Mu’ti. 

Mu’ti juga mendorong persoalan kebakaran lahan gambut yang terjadi seiap tahunnya jangan dianggap sesuatu yang normal tetapi sesuatu yang extra ordinary (luar biasa) darurat sehingga perlu ada penyelesian-penyelesaian dari semua pihak karena masalah kebakaran bukan persoalan pemerintah saja tetapi masalah masyarakat dan bangsa secara keseluruhan.

“Untuk itu, Muhammadiyah mendorong pemerintah sedini mungkin melakukan pencegahan kebakaran melalui komunikasi dengan masyarakat , bagaimana melakukan edukasi agar persoalan ini ada jalan keluar terbaik sehingga persoalan kebakaran gambut bisa terselesaikan secara komprehensif,” kata Mu’ti mengakhiri Dialognya.

Selain Abdul Mu’ti, dialog yang diselenggarakan atas kerjasama Majelis Lingkungan Hidup (MLH) PP Muhammadiyah dan Badan Restorasi Gambut (BRG) juga melibatkan Budi S. Wardhana, Debuti Bidang Perencanaan dan Kerjasama BRG Republik Indonesia dan John Sumbung, Direktur Migitasi Bencan BNPB. (Andi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *