Jum'at, 20 September 2024
Home/ Berita/ Mengurusi Muhammadiyah, Part-time atau Full-time ?

Mengurusi Muhammadiyah, Part-time atau Full-time ?

Oleh: A'n Ardianto

Salah satu tujuan penting pengembangan organisasi ialah menghidupkan kembali dan meningkatkan pembinaan anggota agar lebih ikut berperan dalam mencapai tujuan menegakan agama Islam pada dirinya, keluarga dan fungsinya sebagai pimpinan/teladan terhadap masyarakat muslimin sekitarnya.

Tipologianggota Persyarikatan dalam aktivitas mengurus organisasi, dari sudut pandang pengalokasianwaktu untuk Persyarikatan sekurangnya terbagi ke dalam dua kelompok besar, yakni mereka yang mengalokasikan waktunya untuk Muhammadiyah secara penuh(full-time), selanjutnya adalah mereka yang membagi untuk Muhammadiyah ‘paruh waktu’(part-time).

Kecilnya alokasi waktu anggota yang diberikan untuk bergiat di Pimpinan-struktural Muhammadiyah juga terkait dengan benefit yang didapatkan. Seperti yang dikatakan Prof Hyung-Jun Kim dalam diskusi terbatas. Peneliti tentang Muhammadiyah berkebangsaan Korea ini menuturkan, tidak adanya ikatan yang jelas antara Muhammadiyah dengan anggotanya menjadi penyebab.

Kesepakatan tak tertulis ini tidak sepenuhnya berdampak negative, sisi positif adalah bisa menjaga orsinilitas orientasi-niat anggota yang bergiat di Pimpinan/struktural pada segala tingkatan. Beda dengan anggota atau karyawan, atau anggota cum karyawan yang bekerja di amal usaha. Mereka akan mengalokasikan waktu lebih banyak, bahkan diperbanyak untukbergiat diamal usaha. Karena mereka bekerja dan mendapat ujrah.

Pada kelanjutannya, tanpa menegasikan kader profesional yang bergiat mengurusi Muhammadiyah di berbagai level pimpinan. Namun nyatanya anggota profesional akan banyak diserap dan terkuras waktunya di amal usaha. Dan hasilnya bisa ditebak dengan menjamurnya amal usaha, manajemen yang rapi dan prospek lebih bagus. Bersebrangan, Pimpinan Muhammadiyah kemajuannya lebih lambat.

Bersamaan dengan itu perkembangan amal usaha yang menjadi sarana utama dakwah selama ini tumbuh dengan pesat. Penambahan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) telah menyerap banyak tenaga kepengurusan Pimpinan Persyarikatan di segalatingkatan. Namun serapan yang dilakukan oleh AUM berdampak pada menurunnya tenaga untuk pelayanan anggota.

Peningkatan pengetahuan anggota yang telah ada berpuluh tahunlalu, atau di awal-awalmasarintisan Muhammadiyah sudah semakin sepi, kegiatan Tabligh di luar hari-hari besar atau yang diadakan dalam peristiwa tertentu dengan cara khusus, berkurang. Pengajian dan rapat regular anggota yang berisi peningkatan ilmu agama yang dilaksanakn tepat dan teratur juga berkurang.

Bahkan bagi banyak Ranting menjadi asing dengan beberapa kegiatan seperti itu. Pendek kata, ada kenyataan bahwa pembinaan anggota yang berada di Ranting menjadi sangat terabaikan.

Menjadi anggota Muhammadiyah tentulah sepanjang waktu. Tetapi berfungsi sebagai anggota Muhammadiyah dalam arti anggota kelompok hanyalah sewaktu-waktu. Fungsi itu semakin pasif kalau Pimpinan Ranting semakin tidak aktif. Tetapi kemudian, apakah yang menjadi ukuran yang menentukan keaktifan seorang Pimpinan Muhammadiyah?

Apakah tugas sebagai Pimpinan Muhammadiyah itu memerlukan kerja yang purna waktu (full-time) ? Dengan tidak mengurangi penghargaan kepada dedikasi yang diberikan olehorang Muhammadiyah yang melakukan pekerjaan Pimpinan Muhammadiyah purna waktu, karena sudah pensiun atau karena telah mencukupi kebutuhan hidup yang ada.

Namun kenyataan menujukan bahwa berfungsi sebagai Pimpinan itu dilakukan dengan part-time. Malah banyak yang keaktifannya hanya untuk rapat sekali seminggu saja. Dilihat dari sudut pandang ini, menjadi Pimpinan Muhammadiyah itu pada umumnya adalah part-time.

Sedangkan pada mereka yang mendapat penugasan pada AUM diharuskan bekerja penuh. Karena AUM itu menuntut peningkatan mutu dan penyempurnaan hasil pelayanan, artinya AUM membutuhkan petugas yang profesional. Tuntutan yang dijalankan tersebut berdampak postif pada peningkatan kuantitas maupun kualitas, AUM memiliki prospek dan menuju kesempurnaan.

Seyogyanya, penyempurnaan dan perbaikan yang diberikan bisa berlangsung seiring sejalan antara pengelolaan Pimpinan Wilayah, Daerah, Cabang dan Ranting beserta amal usaha yang terdapat diwilayah tersebut. Sehingga potensi lepas kontrol Amal Usaha dari Pimpinan Muhammadiyah bisa diminimalkan. Amal usaha jangan sampai seperti layang-layang putus, Pimpinan Persyarikatan kehilangan kendali, meskipun tampak punya hak karena kumparan masih dipegangnya.

Namun kumparan hanya berisi gulungan benang, sedangkan layang-layang yang berkibar semarak itu tidak hanya jauh dari mata, tapi juga jauh dari tangan. Keadaan itu tentu sangat memprihatinkan. Gejala lepas kendali tampak pada waktu Pimpinan menyebut besaran jumlah amal usaha yang dinyatakan dalam jumlah ribuan atau ratusan.

Padahal untuk sampai pada angka yang lebih pasti dan menyakinkan dibutuhkan sampai angka satuan tanpa angka nol pembulatan di belakangnya. Hari ini dan terutama besok membutuhkan analisa dan evaluasi dengan memakai data pada angka-angka yang nyata dan dapat dihitung. Karena oragnisasi harus berkembang dan menyesuaikan.

*Menyadurdari Berita Resmi Muhammadiyah Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-42, hlm 66-68.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *