Kamis, 19 September 2024
Home/ Berita/ Warisan Besar Tradisi Dialog di Muhammadiyah Harus di Jaga

Warisan Besar Tradisi Dialog di Muhammadiyah Harus di Jaga

MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir, menjelaskan bahwa, silaturahmi itu bukan hanya memanjangkan usia, akan tetapi silaturahmi adalah meningalkan jejak hidup.

Hal tersebut disampaikannya pada Sabtu (20/6) dalam acara Syawalan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Barat (Sumbar). Merujuk kitab Subulussalam, Haedar menganalogikan, bahwa ketika orang yang sudah meninggalkan akan tetap dikenang, karena jejak silaturahmi yang dibangun tetap lekat diingatan rekan sejawatnya. Ini adalah esensi dari silaturahim yang memanjangkan usia.

Silaturahim menurut Haedar bukan hanya menyambung dengan rekan yang seirama dan yang masih tertaut, tapi juga dengan lainnya yang relasinya terputus. Merefleksi sejarah, perlu kiranya silaturahim dijalin dengan orang atau kelompok yang berbeda pandangan atau orientasi pemikiran.

“Silaturahim yang melintas begitu rupa, relasi harus ditransformasikan kepada organisasi, di mana jiwa, alam pikiran dan spirit silaturahim yang melintasi itu di bawah ketika mengurus Muhammadiyah,” tutur Haedar.

Muhammadiyah sebagai organisasi Islam tua yang telah lama mewarnai negeri dan jejak positif untuk bangsa, negara, umat dan kemanusiaan. Muhammadiyah kemudian menjelma menjadi organisasi Islam modern yang bukan hanya di Indonesia, tapi juga di dunia muslim.

Sebagai rumah dengan tradisi besar, maka para penghuni Muhammadiyah juga harus memiliki tradisi besar. Tradisi besar ini harus dirawat dan dikembangkan, karena sebagai penghuni Muhammadiyah memiliki tanggung jawab untuk itu.

Kepada pengurus Muhammadiyah Sumbar, Haedar mengajak untuk senantiasa belajar dari para tokoh pendahulunya. Tersebut nama Buya Hamka yang memiliki jejak sejarah besar, bukan hanya di Sumatera tapi juga jejak yang menasional dan internasional.

Jejak dan tradisi besar harus dibangun di atas pondasi cakrawala yang luas. Para kader Muhammadiyah dilarang bermata miopik, sempit-cupet pandangannya dalam melihat dunia. Anti perbedaan dan selalu merasa benar sendiri. Tradisi dialog senantiasa dijaga sebagai warisan luhur tokoh pendahulu.

Alam pikir berkemajuan yang dimiliki oleh KH Ahmad Dahlan banyak memikat generasi muda. Mereka disatukan dalam tradisi besar, berfikir kritis dan berkemajuan. Ahmad Dahlan berhasil menyatukan latar tradisi hidupnya, ditransformasikan dan didukung luasan cakrawal yang membidani gagasan berkemajuan.

Tajdid dalam Muhammadiyah bukan hanya berada pada sisi pemurnian, namun jika dikembalikan lagi kepada aslinya, makna tajdid juga memiliki sisi islah. Tentu kita tidak sebesar KH Dahlan, tetapi ruh, jiwa dan state of mind harus ke situ jangan ke yang lain.

“Tidak mungkin Islam itu bisa merambah dunia, bahkan dengan ilmu pengetahuan jika dalam Islam itu sendiri tidak memiliki ruh pencerahan, ruh kemajuan dan ruh rahmatan lil alamin,” tutur Haedar.

Kepada para mubaligh Muhammadiyah, Haedar meminta untuk tetap di jalan lurus pencerahan yang telah dibangun oleh Muhammadiyah. Jangan sampai Muhammadiyah dibawah ke arah lorong gelap.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *