Kamis, 19 September 2024
Home/ Berita/ Metode Fatwa Keagamaan Muhammadiyah di tengah Pandemi Covid19

Metode Fatwa Keagamaan Muhammadiyah di tengah Pandemi Covid19

MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA - “Sepanjang tim konsultan keagamaan Muhammadiyah Covid-19 Command Center (MCCC) mendapatkan pertanyaan itu, pertanyaan-pertanyaannya bervariasi, sesuai dengan perkembangan keadaan. Misalnya ketika PP Muhammadiyah mengeluarkan edaran, yang paling banyak ditanyakan itu bagaimana mengamalkan isi dari edaran tersebut,” ujar Qaem Aulassyahied saat menjadi narasumber ada acara Covid-19 Talk pada Sabtu (20/6).

Qaem mengatakan bahwa muatan praktis ritual keagamaan yang disarankan dalam surat edaran PP Muhammadiyah agar di rumah banyak ditanyakan jamaah Muhammadiyah kepada tim konsultan keagamaan MCCC. Memasuki bulan Ramadan, varian pertanyaan semakin berdatangan dari jamaah Muhammadiyah.

“Edaran terakhir PP Muhammadiyah, banyak yang mempertanyakan terkait zonasi. Ada yang menanyakan, ‘kok tidak konsisten? Bagaimana konsep zonasinya?’ jadi, banyak pertanyaan semacam itu muncul saat edaran terbaru PP Muhammadiyah dikeluarkan,” terang Qaem.

Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi perubahan fatwa dari Majelis Tarjih. Menurut Qaem, Majelis Tarjih memiliki metode tersendiri yang diserap dari berbagai pemikiran Ulama termuat di dalam Manhaj Tarjih. Dalam pendekatan dalil, Manhaj Tarjih memiliki seperangkat metode yang dinamakan dengan bayani, burhani, dan irfani.

“Pendekatan bayani, yaitu dengan dalil-dalil al-Quran, hadis, dan kaidah-kaidah usul dan fikih.  Dalil burhani atau data-data ilmiah yang dikonsultasikan kepada para dokter dan psikologis. Dan juga dari aspek irfani yaitu kepentingan umat yang berdasarkan keimanan dan ketakwaan,” jelas Qaem.

Dengan trilogi pendekatan tersebut, Qaem menerangkan bahwa Majelis Tarjih perlu kiranya mengeluarkan fatwa keagamaan khusus di masa Covid-19 yang diawali dengan prinsip-prinsip umum (al-qiyam al-asasiyyah).

“Dalam al-qiyam al-asasiyyah, ada hifdu al-nafs, menjaga jiwa, kemudian ditambah dengan kaidah usul tentang jangan membuat kerusakan, tindakan preventif (saddu dzari’ah). Dari sana keluar fatwa dari edaran pertama berkenaan salat, misalnya, pelaksanaannya diganti dari masjid ke rumah,” tutur Qaem.

Qaem juga menjelaskan bahwa panduan praktis keagamaan dalam surat edaran PP Muhammadiyah tidak disebutkan, tetapi fatwa mengiringinya yang penyebarannya dibantu oleh tim media di Pusat Tarjih Muhammadiyah.

“Di dalam panduan perawatan jenazah, misalnya, dikatakan bahwa pelaksanaan yang biasanya dilakukan secara normal, dalam keadaan Covid19 ini mendapatkan keringangan karena adanya kesulitan. Kesulitan membawa pada kesimpulan bahwa dibolehkan untuk tidak menyelenggarakan perawatan jenazah seperti biasa dan dikembalikan pada protokol yang berwenang,” ujarnya.

Ketika dihadapkan pada tantangan yang luar biasa seperti kedangatan Covid-19, umat Islam diuji untuk menemukan solusi secara kolektif. Muhammadiyah telah bergerak dari berbagai lini untuk bersama-sama menghentikan ekspansi virus, salah satunya dengan panduan keagamaan. (ilham)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *