Minggu, 19 Mei 2024
Home/ Berita/ Berkorban di tengah Pandemi ala Muhammadiyah

Berkorban di tengah Pandemi ala Muhammadiyah

Oleh: Ilham Ibrahim

Kurban dalam istilah fikih adalah “udhiyyah”. Artinya, penyembelihan hewan ternak saat matahari naik (dhuha) pada hari raya Idul Adha dan hari-hari tasyrik untuk mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ila-llah). Ibadah yang akarnya merujuk terhadap pola kehidupan risalah yang disampaikan oleh Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS ini sebagai formulasi bentuk ubudiyah kepada Allah Swt. Dari perspektif historis, ritual ini telah melatih kita untuk selalu siap berkorban karena ketaatan kepada perintah yang diterima.

Secara vertikal, kurban merupakan wujud kesetiaan seorang hamba pada Sang Pencipta. Secara horizontal, Idul Adha merupakan momentum berbagi kebahagiaan kepada sesama. Keliru kiranya kalau kita memaknai Idul Kurban hanya sebagai rutinitas ibadah tahunan dan sekadar acara pesta-pora daging. Ibadah kurban sesungguhnya simbol manifestasi solidaritas tertinggi. Di tengah pandemi ini, Allah Swt sedang menguji kekuatan solidaritas umat Islam tersebut. Di sisi lain, kita seolah bebal dan tak mampu menangkap spirit berkorban.

Idul Adha Masa Pandemi

Kita tahu bahwa pandemi Covid-19 telah menimbulkan masalah sosial ekonomi dan meningkatnya jumlah kaum dhuafa. Pekerja pabrik, karyawan swasta, dan para pencari nafkah harian lainnya turun status menjadi orang miskin baru gara-gara wabah. Mereka tidak saja kehilangan pekerjaan, tapi juga penyangga ekonomi keluarga. Tidak sedikit juga yang menjadi korban PHK dan terperangkap dalam jeratan utang yang kronis. Bantuan dari pemerintah dan lembaga swasta belum cukup mampu menopang dapur mereka untuk tetap berasap.

Momentum Idul Adha kali ini menuntut kita untuk benar-benar berkurban, atau dalam pengertian lebih pas sebagai “berkorban.” Tidak sekadar menyembelih hewan ternak yang disyariatkan, melainkan juga harus melihat kondisi paling aktual bangsa kita. Meski posisi penyembelihan kambing, sapi, dan unta pada 10 sampai 13 Dzulhijjah begitu istimewa sebagai sunah muakkad, namun ada sesuatu yang lebih genting lagi yang menuntut kita berkorban (peduli) pada mereka yang terdampak Pandemi Covid-19.

Kerelaan dan kesediaan untuk berkurban berupa sedekah bagi mereka yang membutuhkan adalah terapi ampuh untuk menata benang kusut persoalan hidup karena datangnya wabah Covid-19. Inilah jalan ninja yang akan Muhammadiyah tempuh pada hari Idul Adha dan hari tasyrik nanti. Melalui surat edarannya yang berisi protokol ibadah kurban, Muhammadiyah menyarankan umat Islam yang mampu agar lebih mengutamakan sedekah berupa uang daripada menyembelih hewan kurban. Langkah ini ditempuh sebagai upaya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi semua lapisan rakyat.

Penting untuk disampaikan bahwa Muhammadiyah tidak sedang mempertentangkan antara sedekah kepada yang membutuhkan dan membeli hewan kurban. Tidak sedikit yang menuduh bahwa Muhammadiyah akan menghapus ritual penyembelihan hewan di hari Tasyrik. Namun cobalah Anda simak dalam surat edarannya terutama pada poin kedua disebutkan bahwa siapapun yang mampu berkurban sekaligus menunaikan sedekah, itu lebih baik karena keduanya mendapat pahala yang besar (QS al-Baqarah: 272). Jadi, poin kedua ini sekaligus menyanggah anggapan netizen di luar sana yang berpikir bahwa Muhammadiyah berupaya mengganti ritual hewan kurban dengan sedekah.

Berkurban ala Muhammadiyah

Idul Adha merupakan ritual yang prosedur teknisnya telah ditetapkan dengan begitu rinci melalui Al-Quran dan al-Sunnah. Meskipun rincian pelaksanaannya berbeda antara ulama yang satu dengan yang lain, namun para fukaha telah sepakat bahwa Idul Adha adalah ritual penyembelihan hewan ternak berupa kambing, sapi, dan unta pada 10-13 Dzulhijjah. Prosedur teknis ritual Idul Adha ini tidak mungkin diubah menjadi sesuatu yang lain.

Adapun yang dilakukan Muhammadiyah melalui edarannya bukan “mengganti” melainkan “mengalihkan” tabungan hewan kurban kita untuk sedekah. Alasan Muhammadiyah mendahulukan sedekah kepada orang-orang terdampak Covid-19 dan bukan pada pembelian hewan kurban karena sesuai dengan kaidah ushul fikih yang berbunyi menghilangkan kerusakan harus diutamakan daripada mendatangkan kemaslahatan. Artinya, menyembelih hewan kurban merupakan suatu kemaslahatan, namun ada situasi dan kondisi yang mesti didahulukan yang jika tidak ditanggulangi secepatnya berpotensi besar mendatangkan kerusakan.

Karena itulah, Muhammadiyah sadar bahwa kerusakan akibat Covid-19 dari berbagai sektor mesti didahulukan untuk ditanggulangi. Hakikat hari raya adalah kegembiraan bersama, kasih sayang, empati dan berbagi kepada sesama. Zakat fitrah yang mengiringi Idul Fitri dan kurban yang mengiringi Idul Adha adalah bukti bahwa Islam menggariskan agar hari raya melahirkan kegembiraan bersama. Surat edaran Muhammadiyah mencoba untuk menjadikan hari raya sebagai hari penuh kegembiraan dengan saling berbagi kepada sesama.

Protokol ibadah kurban Muhammadiyah sebenarnya mendidik kita agar memiliki jiwa-jiwa pengorbanan untuk kemaslahatan sosial masyarakat luas. Muhammadiyah sejak dini memang telah punya konsep yang mapan dalam memperbaiki kesenjangan dan konflik-konflik sosial, termasuk dalam kesenjangan ekonomi. Semoga upaya yang dilakukan Muhammadiyah dalam menguatkan simpul-simpul solidaritas antar sesama dapat berbuah manis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *