MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA – Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir menyebut keberadaan Forum Guru Besar Muhammadiyah sangat penting dalam mendukung kemajuan sekaligus mengawal misi tajdid (pembaharuan) Muhammadiyah sehingga membawa Muhammadiyah menjadi kekuatan islam modern terbesar diabad keduanya.
“Kami berharap pada ar rasihuna fil ilmi, para Guru Besar Muhammadiyahpunya sinergi kolektif membawa misi tajdid (pembaharuan) Muhammadiyah diabad kedua, sehingga Muhammadiyah menjadi kekuatan besar Islam modern, “kata Haedar dalam Forum Silaturahim bersama Guru Besar Muhammadiyah Jawa Barat, padaRabu(26/8).
Haedar berharap keberadaan Forum Guru Besar Muhammadiyah Jawa Barat (Jabar) perlu terus menguatkan center of excellence (pusat-pusat keunggulan) yang sudah dimiliki Muhammadiyah baik dari TK, Sekolah Dasar Menengah, Pesantren (Boarding School) dan juga perguruan tinggi.
Lebih dari itu, Haedar berharap lebih Guru Besar Muhammadiyah dengan keilmuan yang mumpuni diberbagai bidangnya perlu terus membawa dan mengawal peran baru persyarikatan Muhammadiyah menjadi organisasi Islam dakwah dan tajdid.
Haedar megatakan, sejumlah gagasan dan pondasi besar sudah diletakkan oleh Muhammadiyah melalui para pendiri dan tokohnya.
Diantaranya pondasi kuat itu diajarkan Kiai Dahlan yang mendirikan Muhammadiyah sebagai suatu lompatan besar. Biarpun Kiai Dahlan lahir dalam kultur islam tradisional yang awalnya melekat dengan Kraton, lalu Ia bermukim ke Makkah dua kali, disaat itu Saudi Arabia sedang dalam suasana dimana rezimnya Wahabiah, tetapi Kiai Dahlan kemudian pulang menjadi seorang mujadid, menjadi seorang reformis, seorang pembaharu.
Diusianya yang masih relatif muda di usia 20 tahun, Ahmad Dahlan menggagas pembaharuannya sejak 1889 sudah meluruskan arah kiblat, menggagas pendidikan Islam modern lalu membuat gerakan Al-Maun lahirlah institusi rumah sakit, balai kesehatan dan pengorganisasian zakat hingga mendirikan gerakan literasi lewat Suara Muhammadiyah pada tahun 1915. Bahkan bersama istrinya Nyai Walidah, Ahmad Dahlan melahirkan gerakan perempuan ‘Aisyiyah pada tahun 1917.
Hal ini merupakan fenomena baru kata Haedar, dimana Muhammadiyah menghadirkan gerakan Islam perempuan tanpa harus belajar dari emansipasi barat tetapi lahir dari Islam mampu menghadirkan kaum perempuan yang setara dengan kaum lelaki untuk cerdas, maju dan menjadi kekuatan Indonesia merdeka.
Kiai Dahlan bersama tokoh pergerakan lain seperti HOS Tjokroaminoto juga telah menyebarkan pikiran-pikiran maju yang membuat Soekarno tertarik pada Muhammadiyah dan Kiai Dahlan, hingga Soekarno pada tahun 1930 resmi menjadi anggota Muhammadiyah.
Apa yang dilakukan Muhammadiyah melalui pendiri dan para tokohnya ini kata Haedar menjadi menyemai benih-benih pemikir dan penggerak. Bahkan pendiri Indonesia yang lahir dari pemikiran dan pemahaan Islam yang berkemajuan.
“Lewat rentetan perjalanan ini Muhammadiyah hadir selain menjadi gerakan dakwah yang menyebarluaskan Islam hingga Islam menjadi agama yang modern dalam alam pikiran masyarakat dan diterima menjadi state of mind (alam pikiran),” kata Haedar.
Selain menyemai benih pemikir dan penggerak, kata Haedar disaat yang sama para tokoh Muhammadiyah harus menghadirkan tadjid (pembaharuan) atau lompatan yang melampaui zamannya.
“Maka, sangat bijaksana menjadi peran ar rasihuna fil ilmi yaitu mampu mengembangkan pemikiran-pemikiran yang pondasinya telah diletakkan oleh pendiri dan pendahulu menjadi Muhammadiyah yang lebih progresif di masa datang,” pungkas Haedar. (andi)