Kamis, 16 Januari 2025
Home/ Berita/ Sumber Ajaran Agama dalam Muhammadiyah

Sumber Ajaran Agama dalam Muhammadiyah

MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA - Sumber ajaran agama dalam pandangan Muhammadiyah terbagi dua: tekstual dan paratekstual. Sumber tekstual terdiri dari al-Quran dan al-Sunah sedangkan sumber paraktekstual berupa qiyas, maslahat mursalah, istihsan, istishab, saddu al-zari’ah, syar’u man qablana, dan urf. Dalam Pengajian Tarjih edisi ke-98 pada Rabu (26/8), Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Syamsul Anwar menjelaskan tentang sumber ajaran agama berdasarkan syariat para Nabi terdahulu.

“Di dalam usul fikih, salah satu yang didiskusikan adalah syar’u man qablana yang berarti syariat Nabi terdahulu sebelum Nabi Muhammad Saw. Biasanya para ahli usul fikih memasuki tentang kajian ini dengan mendiskusikan dua pertanyaan: apakah sebelum diutus menjadi Rasul, Nabi Muhammad Saw menjalankan agama dan beribadah kepada Allah berdasarkan syariat Nabi-nabi terdahulu?; dan apakah sesudah diutus Nabi Muhammad Saw menjalankan agama masih ada menggunakan syariat Nabi terdahulu?,” ujar Syamsul yang mengisi kajiannya secara daring dari kediamannya.

Syamsul menggarisbawahi bahwa kajiannya tidak masuk melalui pintu pertanyaan klasik ulama-ulama fikih di atas tentang apakah Nabi Muhammad menjalankan syariat Nabi terdahulu sebelum diangkat jadi Rasul atau tidak. Beliau mengawalinya dengan mendefinisikan kata “syariat” yang terdapat dalam “syar’u man qablana”.

“Kata ‘syariat’ itu secara harfiah berarti jalan, dan lebih khusus lagi jalan menuju ke tempat air. Kata itu digunakan oleh Allah Swt untuk menyebut satu agama yang diwahyukan-Nya kepada para Nabi untuk menggambarkan bahwa jalan tersebut merupakan jalan keselamatan bagi umat manusia. Selayaknya air yang begitu penting, maka syariat juga merupakan jalan keselamatan,” terang Guru Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga ini.

Dalam mendefinisikan “syariat” secara istilah, Syamsul mengutip ulama terkemuka asal India yaitu Imam At Tahanawi yang menyebut bahwa kata “syariat” mengandung dua arti, yaitu: ensiklopedi ilmu pengetahuan tentang keyakinan dan perbuatan. Dalam artian ketentuan-ketentuan Allah yang diperuntukkan para hamba-Nya yang dibawa oleh salah seorang Nabi seperti cara bertindak dan berkeyakinan.

“Jadi dalam definisi kata ‘syariat’ mengandung dua ketentuan ajaran: ketentuan-ketentuan yang mengatur tingkah laku konkrit; dan ketentuan-ketentuan yang mengatur tingkah laku batin atau cara berakidah yang benar. Singkatnya, syariah atau agama itu terdiri dua: dalam arti luas disebut dengan akidah dan dalam arti sempit disebut amaliah,” kata Syamsul.

Bagi Syamsul, pandangan At Tahanawi selaras dengan pandangan Majelis Tarjih yang menyebut bahwa syariat merupakan sinonim dari kata agama. Dalam Himpunan Putusan Tarjih tentang Masail al-Khamsah, misalnya, agama adalah apa yang disyariatkan Allah dengan perantaraan Nabi-nabi-Nya, berupa perintah, larangan, dan petunjuk untuk kebaikan manusia.

Setelah menjelaskan definisi syariat yang berarti ketentuan-ketuan akidah dan amaliah, Syamsul kemudian menerangkan definisi ‘syariat para Nabi terdahulu’. Dengan mengutip dari Mahmud ‘Abd ar-Rahman ‘Abd al-Mun’im, syar’u man qablana berarti ketentuan-ketentuan agama yang ditetapkan Allah yang dibawa para Rasul untuk umat-umat yang kepada siapa mereka diutus sebelum diutusnya Nabi Muhammad Saw dan yang dinuki kepada kita berdasarkan pewartaan yang sahih. Syamsul menegaskan bahwa syariat Nabi terdahulu hanya bisa diaplikasikan jika bersumber dari al-Quran dan al-Sunnah.

“Pewartaan yang sahih maksudnya berdasarkan sumber-sumber Islam. jadi, syariat agama Nabi terdahulu yang kita bicarakan Nabi terdahulu sebagaimana sumber-sumber Islam, maksudnya, al-Qur’an dan Hadis. Bukan kitab Taurat, Injil atau cerita-cerita israilliyat yang ada sekarang, bukan itu,” tegas Syamsul.

Contoh ajaran agama berdasarkan syar’u man qablana adalah puasa sunah Asyura tanggal 10 Muharram yang dilaksanakan oleh orang Yahudi, kemudian disunahkan juga kepada umat Nabi Muhammad Saw sebagaimana hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari, Muslim, dan Ahmad. (ilham)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *