Jum'at, 17 Mei 2024
Home/ Berita/ Merawat Janji Jiwa Nasionalisme Kaum Muda

Merawat Janji Jiwa Nasionalisme Kaum Muda

MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA— Tepat hari ini 28 Oktober 2020, mengulang 92 tahun ikrar Sumpah Pemuda yang digaungkan pertama kali pada 28 Oktober 1928. Kesempatan baik ini harus menjadi titik tolak bangsa Indonesia untuk bangkit dan menentukan nasibnya sendiri. 
 
Sejarah Sumpah Pemuda ini kemudian melalui Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959 diresmikan sebagai hari nasional. Bahwa setiap tanggal 28 Oktober diperingati sebagai Hari Sumpah Pemuda.
 
Merayakan Hari Sumpah Pemuda ditengah segala persoalan ke-Indonesiaan dan kepemudaan yang terjadi sekarang ini, Ketua Umum PP Nasyiatul ‘Aisyiyah, Diyah Puspitarini mengajak supaya pada momentum sumpah pemuda untuk bangkit, berkarya dan menjaga martabat bangsa dimata dunia. 
 
Menurutnya, semangat Sumpah Pemuda adalah janji jiwa nasionalisme bagi kaum muda untuk kembali mengukuhkan bertanah air satu, berbangsa satu, dan berbahasa satu Indonesia. Sehingga dalam menghadapi dunia masa depan yang penuh kompetisi dan meniscayakan kompetensi. Maka generasi muda harus dibekali kompetensi jika tidak ingin bangsa Indonesia terdepak dari persaingan global. 
 
Untuk menggapai tujuan tersebut, sudah seyogyanya anak muda laki-laki dan perempuan diberikan dan memiliki kedudukan, serta kontribusi yang sama dan setara terhadap hak, akses dalam pendidikan, politik, hukum dan ekonomi dimata negara. Ini adalah upaya untuk menjaga cita-cita luhur Sumpa Pemuda agar tidak luruh.
 
Janji jiwa kaum muda tersebut harus diperjuangan, dirawat, dan dijaga. Implementasi konkrit penjagaan janji jiwa kaum untuk kedaulatan bangsa dilakukan diantaranya dengan memberi jaminan kepada generasi muda terhadap akses terhadap hak-hak, serta kewajiban sebagai warga Negara. Sehingga ikrar sumpah pemuda yang dianggap sebagai kristalisasi cita-cita besar dari golongan muda bukan hanya kalimat kosong tanpa makna.
 
Senada dengan yang disampaikan Diyah, Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah (PP IPM), Hafizh Syafa’aturrahman pada momentum Sumpah Pemuda juga mengajak generasi muda bersatu dan menginsyafi semangat generasi pendahulu. Menurutnya, persatuan harus menjadi simbol dari para pemuda. Karena pintar saja tidak cukup tapi perlu pemuda yang mempersatukan.
 
Indonesia sebagai Negara yang penduduknya majemuk terdiri atas golongan agama, suku bangsa, dan kelompok-kelompok yang berbeda, dibutuhkan satu simpul ikatan yang menjadikannya kokoh dan memiliki identitas pemersatu yakni frasa Bhineka Tunggal Ika. Frasa ini bukan hanya diksi biasa, tetapi sudah melekat dalam kehidupan bangsa atau masyarakat Indonesia.
 
Menurut Robert Puthman, kesamaan identitas dalam satu komunitas sosial dapat membuat kehdiupan lebih baik. Rasa keterikatan terhadap komunitas itu kemudian dipandang sebagai sumber daya layaknya modal.
 
Maka Sumpah Pemuda merupakan modal penting bagi tonggak perjuangan persatuan bangsa Indonesia. Semangat Sumpah Pemuda tidak boleh pudar, tongkat estafetnya harus secara berkesinambungan diulurkan. Meskipun dalam situasi yang tidak sama, namun gelora semangat membara para golongan muda yang menginginkan kemerdekaan dan daulat atas tanah, bangsa dan bahasannya harus diwarisi oleh pemuda generasi penerus bangsa kini dan nanti.
 
Namun semangat Sumpah Pemuda bukan tanpa tantangan. Kekinian, di usainya yang semakin senja, 92 tahun sejak pertama kali digaungkan, Sumpah Pemuda sebagai janji jiwa generasi muda juga mengalami pemudaran. “Kesaktiannya” pudar seperti jingga matahari senja yang dipeluk gelap malam di ufuk barat. 
 
Generasi muda merasa lebih nyaman memakai bahasa asing dalam pergaulan, budaya-budaya ketimuran ditelantarkan, sikap toleran yang menghargai kemajemukan dipendam dan ditinggalkan. Perilaku dan sikap generasi muda tersebut mudah ditemukan, mereka terpapar media sosial yang menyempitkan dunia global. Menyebabkan penyakit 'Xenomania', yakni kecenderungan terhadap sesuatu yang asing atau datang dari negeri asing, terutama budaya.
 
Di tengah peradaban dunia mundial, penyeragaman adalah suatu keniscayaan. Termasuk dalam urusan bahasa, menurut UNESCO diperkirakan pada akhir abad 21 sekitar 3.000 bahasa lokal akan punah. Indonesia sebagai Negara kedua yang memiliki banyak ragam bahasa juga mengalami ancaman yang sama. Data dari Kemendikbud, sebanyak 11 bahasa daerah atau bahasa isu mengalami kepunahan.
 
Bahasa menjadi satu diantara persoalan yang sedang dihadapi oleh generasi muda Indonesia saat ini. Sehingga diperlukan perhatian secara lebih serius untuk merawat janji nasionalisme kaum muda. Sumpah Pemuda tidak boleh kehilangan kesaktiannya, bara semangat persatuannya terus diestafetkan dari generasi ke generasi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *