Senin, 06 Mei 2024
Home/ Berita/ Refleksi Kehidupan dari Makhluk Tuhan yang Katanya Tak Berakal

Refleksi Kehidupan dari Makhluk Tuhan yang Katanya Tak Berakal

MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA- Mengajak refleksi dari kehidupan burung, Busyro menggungkapkan, belajar dari kehidupan burung dapat dipetik nilai kehidupan bagi manusia dalam membangun rumah tangga. Kesetiaan, konsistensi dan daya juang burung dalam membangun sarang sebagai rumah untuk mengarungi lautan bahtera kehidupan dengan pasangannya adalah ilmu yang berharga bagi manusia.
 
“Ini termasuk fantasiru fil ardhi, burung saja dalam membangun rumah tangga bekerja keras seperti itu. Lha, ada orang yang memangku jabatan tapi tidak bekerja sedemikian langsung menerima jabatan komisioner, atau mentri-mentri,” imbuhnya.
 
Pola penganggkatan jabatan dengan cara demikian oleh Busyro disinyalir, pejabata tersebut dalam melaksanakan tugas yang diembannya kedepan akan lebih cenderung bekerja untuk golongan atau partai, bukan bekerja untuk rakyat. 
 
Pejabat yang mendapatkan jabatan tanpa melalui mekanisme yang benar, jabatannya sangat dimungkinkan untuk digunakan sebagai cara membungkam kritisisme pejabat tersebut.
 
Busyro menambahkan, pemaknaan Qs. Al Jumu’ah: 10 secara burhani dapat memberikan keluasan berfikir bagi manusia tanpa harus dengan susah-payah mengimplementasikan ayat tersebut dengan keliling dunia secara fisik. Menurutnya, kemajuan peradaban yang sedemikian rupa saat ini membantu manusia dalam memahami konteks dari teks wahyu.
 
Selain melakukan pemahaman wahyu dengan cara burhani (demonstratif), Busryo juga mengajak kepada umat muslim supaya memahami wakyu secara irfani (intuitif). Cara pemahaman irfani bisa dilakukan melalui pengamatan terhadap realitas yang kemudian diinternalisasi dan dipahami dengan kejernihan hati.
 
Kepada jama’ah salat dhuhur, Busyro memberikan tips cara menjaga kejernihan hati dan optimisme kepada janji Allah, yakni dengan cara mengingat-Nya dengan sebanyaknya. Hal ini sesuai dengan perintah yang disebutkan dalam Qs. Al Ahzab: 41-42.
 
Sehingga, melalui sudut pandang ini, patokan kaya bagi seorang mukmin bukan diukur dari banyaknya harta. Melainkan dengan kesyukuran, dan ketenangan hati. Karena dengan menginggat Allah hati orang akan menjadi tenang, “alladzina amanuu wa tatmainnuqulubuhum bi dzikrillah”. (a'n)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *