Yogyakarta- Gempa bumi tidak pernah menyebabkan kematian, yang menyebabkan kematian orang adalah salah dalam membangun rumah atau gedung, termasuk membangun sekolah. Dengan mengguunakan bangunan yang standar, maka resiko kerusakan bangunan kecil, termasuk kemungkinan kerusakan bangunan akibat bencana alam.
Hal tersebut disampaikan sekretaris Lembaga Penanggulangan Bencana Pimpinan Pusat Muhammadiyah Arif Nurkholis saat ditemui dalam diskusi Pelatihan Dasar Pengurangan Risiko Bencana berbasis Sekolah di Unires UM Yogyakarta, Ahad (27/1/2013) yang diselenggarakan LPB PP Muhammadiyah atau lebih dikenal dengan Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC). Dalam diskusi tersebut Arif mengungkapkan, Standar keamanan sekolah sudah ditetapkan oleh pemerintah melalui peraturan Menteri Pendidikan Nasional no 24 thn 2007, sehingga apabila dipatuhi, kemungkinan kerusakan bangunan akibat bencana alam jelas akan jauh berkurang, senada dengan Arif, Kepala Sekolah SD Muhammadiyah Kulon, Pagak, Kab. Malang, Budi Mulyani mengatakan, pembangunan sekolah Muhammadiyah tidak semua menggunakan standar-standar pendirian bangunan sesuai dengan Standar Nasional Indonesi (SNI) karena berbagai kendala. “Padalah dengan SNI itulah salah satu pengurangan risko bencana di sekolah bisa diupayakan, Namun sayangnya ada pengalaman dari pengelola sekolah ketika menggunakan konsultan kualitas bangunannya kuran bagus,” ucapnya.
Sementara itu menurut Eko Prasetyo dari Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah Kab. Magelang mengatakan, kadang penggunaan konsultan identik dengan pemborong, khususnya pada bangunan sekolah yang merupakan bantuan dari pemerintah. “Padahal Muhammadiyah ketika membangun juga ingin sekalian memasukkan dana yang sudah dimilikinya untuk memaksimalkan bangunan, misalnya bantuan satu ruangan bisa jadi dua ruangan karena ditambah dana warga sendiri,” terang Eko. Dalam diskusi tersebut Prio A. Sancoyo dari Program Save Our School MDMC dan LAZISMU mengungkapkan. kesulitan memilih konsultan yang tepat atau yang mengerti kebutuhan sekolah Muhammadiyah bisa difasilitasi dengan kerjasama Teknik Sipil atau Arsitek yang ada pada Perguruan Tinggi Muhammadiyah. “Bagi kalangan arsitek kode etiknya ada, jadi kalau menggunakan arsitek sebagai konsultan perlu dicari standar Ikatan Arsitek Indonesia-nya,” terang Priyo.
Pelatihan 4 Hari
Pelatihan yang diikuti oleh Guru SD Muhammadiyah Pagak, Kab, Malang dan MI Muhammadiyah Kalibening, Dukun, Magelang ini belangsung selama empat hari. Masing masing sekolah juga didampingi oleh pimpinan MDMC dan Majelis Dikdasmen Muhammadiyah tingkat Provinsi dan Kabupaten masing – masing daerah.
“Pelatihan kali ini targetnya agar peserta mampu melakukan analisa risiko di sekolahnya masing-masing dan juga menyusun rencana aksi sekolah” terang Nahary Latifah, Program Manajer Sekolah Siaga Bencana. Pada hari pertama disampaikan materi tentang Muhammadiyah dan Penanggulangan Bencana oleh Dr Rahmawati Husein, wakil ketua MDMC. Fasilitator dilakukan oleh Ninil R. Miftahul Jannah dari Perkumpulan Lingkar, dan Dwi Boy Matriyosa personil MDMC bidang Tanggap Darurat.
Program yang pendanaannya dihimpun dari dana masyarakat oleh LAZISMU ini merupakan rangkaian program selama 4 buan untuk membangun pilot project Sekolah Siaga Bencana di dua sekolah yang berada di lokasi rawan bencana tersebut. (mac, arif)