Jakarta - Pemilu 2014 adalah momentum yang sangat tepat bagi pemimpin muda untuk merebut kekuasaan, karena bila tidak, harus menunggu 10 tahun lagi dan saat itu mereka sudah tua!
Hal itu disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Pemuda Muhammadiyah DR. Saleh P. Daulay M. Ag, M.Hum, MA pada diskusi bertajuk “Menakar Peluang Pemimpin Muda di 2014” yang berlangsung di kantor pusat Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Senin malam, (13/5/2013).
“Kalau pemenang Pemilu 2014 adalah tokoh tua, maka ia pasti akan melanggengkan kekuasaannya untuk satu periode lagi, karena sistem demokrasi kita membolehkannya. Dan siapa pun di luar mereka akan susah masuk. Makanya, saya menilai inilah saat yang sangat tepat bagi kaum muda untuk tampil memimpin bangsa karena era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah pasti lengser,” tegas Daulay.
Selain Daulay, orasi terbuka yang diselenggarakan dalam rangka memperingati 81 tahun kelahiran PP Pemuda Muhammadiyah itu, dihadiri ratusan kader-kader muda dari berbagai elemen masyarakat, juga menampilkan Ketua Umum Badan Pimpinan Pusat Himpinan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) Erik Hidayat, Ketua Umum Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Taufan Eko Nugroho Rotorasiko dan Kepala BNP2TKI DR. Jumhur Hidayat.
Daulay mengakui untuk tampil menjadi pemimpin bangsa agak sulit karena sistem demokrasi yang ada sekarang ini tidak kondusif. Tokoh-tokoh tua tidak mau kekuasaannya diambil dan menutup pintu bagi lahirnya tokoh muda, apalagi sistem demokrasi Indonesia sangat liberal dan berbiaya tinggi. Bahkan untuk menjadi calon anggota Legislatif (Caleg) saja, berdasarkan disertasi DR. Pramono Anung politikus senior PDIP, dibutuhkan biaya antara 3-6 milyar rupiah. Namun, Daulay yakin, kesempatan itu tetap ada.
“Makanya saya menyatakan bahwa kepemimpinan itu harus direbut, bukan ditunggu karena kalau mengikuti sistem demokrasi yang dianut sekarang , pemuda akan gigit jari,” tegasnya.
Sistem demokrasi yang sangat liberal sekarang, lanjut Daulay, jauh dari cita-cita reformasi dan gagal membawa perubahan Indonesia ke arah yang dicita-citakan. Pemerintah pun telah gagal menjalankan tugasnya. Banyak indikator yang bisa ditunjukkan bahwa pemerintah gagal, diantaranya kemiskinan, korupsi dan sistem pendidikan yang ambiradul. Untuk itu harus diubah, kembali ke tujuan semula.
Daulay meyakini perubahan hanya dapat dilakukan oleh tokoh-tokoh muda, bukan oleh tokoh tua. Ia mencontohkan para pendiri bangsa, Soekarno-Hatta , yang saat memproklamirkan kemerdekaan Indonesia berumur 30-an tahun.
Berbeda dengan Daulay, Jumhur Hidayat menyatakan pemerintahan saat ini cukup berhasil, terutama pembangunandi bidang ekonomi. Sistem demokrasi pun sudah bagus. Tokoh muda bisa tampil memimpin bangsa. Jadi Pemuda tidak harus merebut kekuasaan dengan cara-cara kekerasan atau mengubah sistem demokrasi, tetapi menyiasati peluang yang ada. Namun, diakui Jumhur, politik biaya tinggi memang menghalangi tokoh muda untuk maju.
“Tapi itu bukan alasan untuk mundur. Pemuda tetap bisa tampil dengan menyiasatinya. Misalnya jika tokoh lain melakukan serangan udara (televisi, radio dan media massa online-red) tokoh muda dapat melakuakn serangan darat (dari pintu-ke pintu) dengan jaringan yang sudah ada,” tegas Jumhur.
Disisi lain Jumhur pun yakin perubahan hanya dapat dilakukan oleh tokoh-tokoh muda, maka ia mendorong agar tokoh muda tidak cengeng dan menyalahkan situasi manakala gagal menjadi pemimpin. (IL/uy)