Jakarta - Bertempat di Warung Daun, Jl Cikini Raya Jakarta Pusat, Indonesian NGO Coalition for Tobacco Control menilai, pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melakukan pembiaran atas kondisi darurat tembakau dengan menunda aksesi FCTC. Mereka pun kini berharap pada pemerintahan baru yang akan dipimpin Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK).
Indonesian NGO Coalition for Tobacco Control mengirimkan berkas tinjauan kritis terhadap peran pemerintah dalam isu pengendalian tembakau ke Tim Rumah Transisi Jokowi-JK untuk perlindungan kesehatan publik dan hak asasi manusia.
Indonesia menjadi satu-satunya negara di asia yang belum meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) atau Konvensi Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau.
"Pemerintah semestinya berpihak pada kesehatan publik. Sesuai Undang-undang Rencana Pembangunan Jangka Panjang, setiap pembangunan mestinya berwawasan kesehatan masyarakat. Jika Indonesia tidak mengatur masalah tembakau, maka dalam jangka panjang akan mengancam bonus demografi dan ketahanan," ujar Wakil Ketua Lembaga Hubungan Luar Negeri PP Muhammadiyah, Sudibyo Markus di Warung Daun, Cikini, Jakarta, Selasa kemarin (23/9).
Pemerintahan di bawah Jokowi-JK diharapkan mampu memenuhi komitmen terhadap isu kesehatan, perlindungan HAM, dan perlindungan anak remaja dari bahaya NAPZA.
"Jokowi JK harus punya nyali untuk aksesi ini. Harapannya beliau bisa memenuhi harapan soal kesehatan publik," kata Sudibyo.
Hal senada juga dikatakan oleh Ifdhal Kasim, mantan Ketua Komnas Ham periode 2007-2012. Menurutnya, dengan mengaksesi FCTC, Indonesia akan mempunyai kerangka kerja pengendalian tembakau yang berlevel internasional. Sehingga berbagai peraturan yang sudah berjalan akan dapat diawasi sehingga penerapannya pun akan berjalan maksimal.
"Dengan bergabung di negara-negara yang sudah menandatangani konvensi, Indonesia akan punya kerangka kerja yang sistematis, terstruktur dan dapat dievaluasi. Berapa banyak peraturan soal pengendalian tembakau yang sudah ada? Hanya kan tidak ada yang mengevaluasi sehingga kesannya tidak dilaksanakan secara maksimal," ujarnya.
Tak hanya menyampaikan manfaat, dr Dibyo juga memberikan pandangannya soal kerugian yang akan dialami Indonesia jika tak segera mengaksesi FCTC. Menurutnya, Indonesia akan mendapat malu jika akhirnya sampai tak jadi mengaksesi FCTC, padahal sudah dua kali berjanji akan mengaksesinya.
"Jika tak aksesi tentunya akan malu sendiri. Pertama, Indonesia adalah salah satu negara perumus FCTC, selain itu Presiden SBY sudah 2 kali berjanji akan menandatangani FCTC. Belum lagi pemberitaan baby smoker yang muncul di media luar negeri. Malu kita," pungkasnya. (dzar)