Makassar - Tanwir dan Muktamar yang berlangsung di Makassar kali ini merupakan perhelatan akbar ‘Aisyiyah yang istimewa karena bertepatan dengan 1 Abad usia ‘Aisyiyah. Hal ini disampaikan Noordjannah Djohantini, Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah pada pembukaan sidang Tanwir ‘Aisyiyah di Karebosi Condotel, Makassar, Sabtu (1/8).
Sidang yang berlangsung selama 2 hari ini sejak tanggal 1-2 Agustus ini diikuti oleh hampir 200 peserta PWA dari 34 provinsi termasuk provinsi baru Kalimantan Utara. Pembukaan Tanwir III ‘Aisyiyah dihadiri oleh Malik Fadjar, Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, yang sekaligus membuka sidang Tanwir III.
Noordjanah menambahkan, Sidang Tanwir III kali ini memiliki agenda mengesahkan materi Muktamar sebagai permusyawaratan tertinggi kedua di ‘Aisyiyah, memilih dan menetapkan 39 calon pimpinan ‘Aisyiyah yang akan dibawa dalam Muktamar ‘Aisyiyah. Selain itu, lanjut Noordjannah, Tanwir ini akan mendiskusikan apa yang sebenarnya menjadi harapan dan cita-cita ‘Aisyiyah memasuki abad kedua.
Di depan peserta Tanwir, Noordjannah juga menegaskan ‘Aisyiyah ingin mendesakkan tokoh-tokoh pejuang perempuan untuk menjadi pahlawan nasional, karena perempuan memiliki kontribusi besar dalam membangun bangsa ini namun jarang diakui dan dicatatkan dalam sejarah.
Dalam sambutannya pada pembukaan Tanwir III ‘Aisyiyah, Malik Fadjar mengatakan bahwa Tanwir dan Muktamar kali ini merupakan tonggak untuk mencanangkan langkah ke depan memasuki abad kedua. Menurut Malik, “kekuatan gerakan Muhammadiyah-‘Aisyiyah terletak pada cita-cita yang berlandaskan pada paham Islam yang berkemajuan.” Malik menambahkan, cita-cita itu harus didukung dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, kompetensi, komunikasi maupun jejaring yang lebih luas tanpa kehilangan identitas, serta menjaga idealisme.
Malik juga menyambut baik inisiatif ‘Aisyiyah dalam mengupayakan Stikes ‘Aisyiyah Yogyakarta dalam proses menuju Universitas ‘Aisyiyah. Hal tersebut mengingatkan Malik Fadjar pada apa yang telah disampaikan oleh Kahar Muzakkir, tokoh Muhammadiyah dan pergerakan nasional kala itu, dalam forum Kongres Muhammadijah bagian Aisjijah pada tahun 1930-an, yang diusulkan bernama Ummul Mukminin. Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini juga bersyukur bahwa di Muhammadiyah, Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah otomatis menjadi ex officio Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang berarti bahwa Ketua Umum ‘Aisyiyah sudah menjadi bagian dari kepemimpinan besar Muhammadiyah.
Pada pembukaan Sidang Tanwir III ‘Aisyiyah, juga dilakukan pemberian penghargaan pada Ibu Fatmawati sebagai muballighat di daerah terpencil, di Tana Toraja, Kecamatan Bittuang. Fatmawati merupakan Kepala Sekolah Taman Kanak-kanak ‘Aisyiyah Bustanul Athfal Bittuang, yang melakukan dakwah jemput bola, agar anak-anak di wilayahnya dapat mengenyam pendidikan anak usia dini dengan menumbuhkan nilai-nilai Islam; dan melakukan dakwah meski harus menempuh medan yang sulit. (dzar)